Hobi danKetrampilanSelingan

Bermanfaat walau tanpa tangan

Luar biasa semangat hidup Putri Herlina yang ditinggal ortunya setelah lahir di rumah sakit. Setelah lulus SMA, gadis tanpa lengan itu kini merawat anak-anak yang senasib dengannya. PUTRI Herlina baru selesai mandi, rambutnya basah. Wajahnya segar-cerah. Dia mengambil mukena dengan kakinya dan beranjak menuju ruang yang difungsikan sebagai musala kecil.

Dia mengenakan mukena menggunakan kaki kanan dibantu 3 ruas jari tangan kiri yang tumbuh sedikit di ujung pundak. Seusai salat-berdoa, Putri melipat sajadah dengan kakinya.  Putri mengajak Jawa Pos menemui “adik-adiknya”. Salah satunya Aisyah Fatimah, bayi 23 bulan. “Selly sayang, udah mandi ya. Aduh, bedaknya kok tebal banget,” katanya.

Selly diam saja. Dia menderita cerebral palsy atau lumpuh otak. Tangan dan kakinya kaku. Selly tak bisa menelan dan berkomunikasi kecuali dengan mata. Sehari-hari asupan makanan untuk balita cantik itu disuntikkan melalui slang di hidung.

Seperti Putri, Selly “dibuang” ortunya sejak lahir. “Aku ditinggal di RS, karena tidak punya tangan dan mereka malu,” kata Putri. Karenanya Putri dirawat Susiani Sunaryo. Saat itu Susiani (25) dan menjadi relawan di Yayasan Sayap Ibu. Kini Susiani menjadi ibu panti di Kadirojo, Kalasan, Sleman.

Yayasan Sayap Ibu didirikan Soelastri, istri Bung Tomo, pahlawan 10 November, pada 1955. Kini ada 25 anak “tak dikehendaki” ayah-ibunya ditampung di Kadirojo. Mereka bercacat ganda, cacat fisik dan mental karena aborsi yang gagal. Sehari-hari mereka mengandalkan donatur tidak tetap. Ada dana dari pemerintah, namun jumlahnya hanya Rp 2.500 per anak per hari.

“Kata Ibu Susiani, aku dirawat sejak bayi merah. Beliau orang yang paling aku sayangi,” Di tengah wawancara, Susiani datang merangkul Putri dan mencium pipinya. Putri tersenyum. Menurut Susiani, Putri lahir 3/10/88. Namun, dia menolak menjelaskan lebih detail asal usul Putri, termasuk di rumah sakit mana dia ditelantarkan.

 

“Maaf, itu kode etik kami,” ujarnya. Putri kecil sangat aktif dan selalu ingin tahu hal baru. Karena itu, bersama suaminya, Sunaryo, Susiani mencarikan TK di sekitar panti. “Kami keliling sampai 11 TK, semua menolak,” kata wanita yang akrab disapa Bu Naryo itu.

Akhirnya ada TK milik Aisyiyah (Muhammadiyah) yang menerima. Yakni, TK ABA Sukoharjo Purwomartani, Sleman. “Aku nggak suka diistimewakan. Semua yang dilakukan teman lain aku juga ikut. Pramuka, olahraga, pokoknya seperti biasa saja,” kata Putri.

Lulus SD Muhammadiyah Sambisari, Sleman, dia lanjut ke SMP RC di Solo. Lalu ke SMA Muhammadiyah 6 Surakarta. “Di sekolah aku selalu duduk di depan. Di samping meja aku taruh kursi lagi untuk menulis,” katanya. Sebab, jika menulis di atas meja, itu terlalu tinggi untuk dijangkau kakinya.

Ketika ada temannya yang menyerobot meja, biasanya Putri kesal dan protes kepada gurunya. Putri lalu sering berangkat lebih pagi agar bisa duduk di meja favoritnya. “Pokoknya, sebelum belajar aku bersihkan dulu,” kata penggemar novel romantis ini.

Karena tinggal di Solo, orang tua asuhnya di Jogja, Putri harus hidup mandiri. Dia kos di dekat sekolah. “Aku dan teman-teman masak dan cuci baju sendiri,”. Sesekali Bu Naryo datang berkunjung untuk membawakan kebutuhan dasar Putri, seperti beras dan bahan lauk-pauk.

Sering Putri menangis di tengah malam. “Ya, namanya stres, down, atau galau. Itu aku pernah alami. Biasanya kalau sudah curhat sama Ibu, hilang semua,” katanya. Putri ingat benar pesan Bu Naryo agar selalu menjaga salat lima waktu dan berdoa.

Belajar tekun, Putri pun lulus dengan nilai bagus pada 2009. Setelah itu dia kursus bahasa Inggris intensif. Lalu ikut pelatihan di Yakkum Bethesda yang sering mengadakan training untuk kalangan difabel.

Putri bekerja sebagai resepsionis atau penerima tamu di kantor pusat Yayasan Sayap Ibu Jogja  Pringwulung, Condongcatur, Sleman. Dia ikut menangani administrasi : Mengetik data donatur atau menulis undangan penggalangan dana. “Aku pernah menjadi MC di mal. Cita-citaku jadi presenter TV”.

Dua tahun sebagai staf di kantor pusat, Putri memilih kembali ke rumah. “Terus terang, aku lebih betah di sini. Aku ingin berbakti pada Ibu dan ikut merawat adik-adik,”. Agenda harian Putri lengkap, mulai memandikan, mengganti popok, memberi susu, dan menyuapi balita yang bisa diberi makanan padat.

Sebagaimana remaja pada usianya, Putri juga gaul. Dia sering kontak dengan teman-teman sekolahnya. “Ya, minimal SMS-an lah,” kata penyuka warna pink ini.

Bagaimana hubungan asmara” “Ada sih yang pernah dekat. Malah dia suka minta aku cuciin bajunya saat masih di Solo,” ujar Putri, lalu terbahak.

Suatu ketika, ada seorang donatur baik hati yang ingin membuatkan tangan palsu. Bahkan, donatur itu menawari Putri pergi ke luar negeri untuk mencari bahan yang paling nyaman. Para pegawai yayasan pun antusias meminta Putri untuk segera memilih yang pas.

“Ayo Put, mumpung ada yang mau buatin tangan. Suatu saat kamu kan menikah, punya suami,” ujar Putri menirukan komentar salah seorang pengurus yayasan.

Tapi, justru dengan alasan itu dia menolak halus tawaran tangan palsu. “Aku ingin suami yang mencintaiku apa adanya,” katanya. “Lelaki sering memandang wanita dari kelebihannya saja, aku ingin suamiku tahu kekuranganku. Toh, kita bakal hidup bersama sampai mati” ujar Putri.

Saat ini Putri memendam keinginan untuk kuliah. Selain tak ingin merepotkan Bu Naryo yang sudah dia anggap sebagai ibu sendiri, Putri belum tega meninggalkan panti. “Sebenarnya aku ingin belajar broadcasting, supaya bisa jadi presenter,” ujarnya.

Dia ingin menjajal naik pesawat terbang. Maklum, dia belum pernah naik burung besi. “Seperti apa ya rasanya. Paling jauh aku pergi ke Surabaya pakai KA,” katanya. Putri juga sedang menulis kisah hidupnya dengan laptop pemberian donatur. “Masih dicicil, semoga saja bisa segera selesai dan jadi buku,”.

Susiani sangat mendukung cita-cita anak gadisnya itu. “Pokoknya, apa pun yang terbaik untuk Putri, saya dan Bapak pasti setuju,” katanya.

Termasuk jika Putri menemukan tambatan hati dan tinggal bersama suami. “Semoga Gusti Allah selalu melindungimu ya Nduk,” katanya sembari mengelus rambut Putri. (RIDLWAN HABIB, Jogjakarta; Sumber : http://m.kaskus.co.id/post/525a9d893ecb17b20b00000c#post525a9d893ecb17b20b00000c)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close