Psikologi

Belajar dari Kera dan berang2

Konon di sebuah hutan, tinggallah sekelompok kera. Mereka hidup nyaman dan berkecukupan. Pohon2 buah banyak ditemukan. Suatu ketika, serbuan hama tanaman membuat pohon2 mengering dan mati. Sang pemimpin kera mengumpulkan kelompoknya membicarakan rencana agar dapat bertahan hidup.

 

“Hutan ini telah menjadi rumah yang nyaman bagi kita semua. Namun serangan hama belakangan ini telah membuat pohon-pohon mati. Kita harus memikirkan cara untuk tetap bertahan hidup.” Ujar sang pemimpin kera. “Kita harus pergi dari sini!” Seekor kera lain menyahut menimpali. “Tapi bagaimana kita bisa menyeberangi sungai besar itu?”

 

Hutan itu dilewati oleh sebuah sungai yang besar dan dalam. Bagi bangsa kera yang tak mahir berenang, menyeberangi sungai sama halnya dengan percobaan bunuh diri. Pertemuan itu pun berlangsung dengan ricuh tanpa adanya solusi.

 

Sebelum para kera mulai bertengkar satu dengan yang lain, sang pemimpin kera akhirnya berkata. “Kemarin aku melihat ada seorang manusia yang datang ke sini dengan menggunakan sampan. Malam ini kita akan pergi menyeberangi sungai dengan mencuri sampan itu!”

 

Pertemuan itu pun berakhir dan mereka pun kembali ke kediamannya masing-masing untuk beristirahat sambil mempersiapkan diri bagi keberangkatan mereka nanti malam.

 

Malam pun tiba dan seluruh kera pergi menyeberangi sungai dengan sampan yang mereka curi dari seorang manusia. Namun seekor kera malang tertinggal di situ. Dia masih tertidur pulas dan tidak menyadari kepergian kawan-kawannya.

 

Menjelang pagi, dia pun terbangun dengan kaget. Kera itu segera berlari dan melompat dari pohon ke pohon secepat mungkin sambil berharap masih dapat mengejar teman-temannya.

 

Namun untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Sang kera hanya dapat menyaksikan kawan-kawannya sudah berada di seberang sungai. Dia pun berteriak-teriak memanggil, namun sungai itu terlalu besar dan suaranya sama sekali tak terdengar.

 

Putus asa, kera malang itu hanya bisa berteriak dan melompat-lompat dari satu pohon ke pohon yang lain hingga akhirnya tertidur karena kelelahan. “BUKK!!” Tiba-tiba sebuah suara benda jatuh membangunkannya dari tidur.

 

Dia pun melihat sekeliling dan menemukan satu buah kelapa terjatuh tak jauh dari peristirahatannya. Ternyata ia masih cukup beruntung untuk dapat menemukan setidaknya satu pohon kelapa yang masih berbuah.

 

Kera itu segera mengambil buah kelapa itu dan memakannya dengan lahap. Untunglah masih ada buah kelapa ini pikirnya. Dia pun memutuskan untuk tinggal di atas pohon kelapa sambil memakan buahnya untuk bertahan hidup.

 

Namun, persediaan buah kelapa itu pun terbatas dan hari demi-hari terus berkurang. Karena takut dan kesepian, si kera pun seringkali menangis sendirian. Suara tangisannya bergaung memecah keheningan malam.

 

Suatu hari, lewatlah seekor berang-berang ketika sang kera sedang makan dengan lahap. Berang-berang itu pun membuat gerakan seperti meminta buah kelapa. Terang saja sang kera menolak dan mengusir berang-berang itu pergi lalu kembali menikmati makanannya. “Enak saja dia mau meminta makananku. Untukku sendiri saja tidak akan cukup.” Begitu pikir si kera.

 

Keesokan harinya seekor berang-berang lain datang dan meminta lagi buah kelapa yang sedang dimakan oleh si kera. Dengan kesal, kera itu pun mengusirnya lagi. “Huh, buah ini hanya cukup untuk dua hari lagi. Mana mungkin aku membaginya untuk binatang lain.”

 

Namun keesokan harinya, seekor berang-berang kembali datang dan meminta buah kelapa dari si kera. Sang kera pun menjadi sangat kesal dan frustasi. Dia tahu, besok adalah hari terakhir baginya dapat menyantap buah kelapa itu, dan dia sama sekali belum tahu bagaimana cara menyusul teman-temannya.

 

Akhirnya pada hari terakhir, si kera pun menyerah. Dia lalu memberikan buah kelapa itu kepada berang-berang yang datang kepadanya. Aku pasti akan mati kelaparan, lebih baik mati dengan teman daripada mati sendirian, pikirnya.

 

Namun, alih-alih memakannya, berang-berang itu membuang buah kelapa pemberian kera ke sungai. Sang kera pun serta merta melompat untuk menangkap buah itu. Dia pun tercebur ke sungai bersama dengan buah kelapa terakhirnya.

 

Di luar dugaan, tubuhnya tidak tenggelam. Buah kelapa yang dipegangnya mengapung di atas air dan membawanya menyeberangi sungai dengan selamat. Kini si kera baru menyadari bahwa ternyata berang-berang itu hanya bermaksud membantunya menyeberang.

 

Dalam hidup, seringkali kita terjebak dengan penilaian-penilaian terhadap orang lain yang belum tentu benar. Kita sering terlalu cepat menghakimi orang tanpa penyelidikan yang objektif terlebih dahulu. Seperti si kera yang menilai bahwa berang-berang meminta buah kelapa miliknya hanya untuk dimakan.

Alangkah indahnya jika kita bisa menunda penilaian kita terhadap orang lain dan bersedia memberikan kesempatan untuk sebuah penjelasan. (http://www.kompasiana.com/philipus_rp/kisah-kera-dan-berang-berang_561b1d72357b61fe11ea59e8)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close