Psikologi

Berapa ekor ayam untuk pergi ke Mekah

Copas dari WA group Dosen UNAIR: Siang ini seperti biasa saya berada di kantor. Sedikit bercerita, saya adalah staff magang di pusat informasi dan humas Universitas Airlangga. Masih sama dengan hari lain, tugas kami disini salah satunya adalah menerima tamu. Tepat pukul 11 siang, pintu kantor diketuk.

 

Saya dan staff lain mempersilakan tamu ini untuk masuk dan duduk. Sebelum sempat kami selesai mempersilakan duduk, si-Tamu bertanya : “Pak, Bu, ini bener kampus C Unair Mulyorejo?”. Dengan ramah kami meng-iyakan. Namun sekali lagi beliau bertanya pertanyaan serupa.

 

Dengan heran kami kembali mengiyakan. Namun terkejutnya kami ketika si Tamu berteriak girang : “Horeee!! Saya lulus!”.

Lalu si-Tamu bercerita, dia siswa SLB, usianya 34 tahun namun kemampuan otaknya setara dengan anak usia 13 tahun. Namanya Aput, dia dari Wonosari, Yogjakarta. Tujuannya kesini adalah untuk ujian. Ujian? Awalnya kami heran. Namun ternyata Aput sedang menjalankan ujian pencarian alamat.

 

Bayangkan dengan kapasitas otaknya yang setara 13 tahun, ia menuju Surabaya, kota sebesar ini sendirian (ingat, dia dari Yogjakarta, 10 jam dari Surabaya). Ia hafal benar ia harus naik bus Eka sampai Bungur Asih dan dua kali naik angkutan umum untuk sampai ke kampus kami.

Belum selesai disana, ketika kami tawarkan minum, ia tolak alasannya ia dilarang minta2. Keukeuhnya prinsip tidak minta2 ini memaksa kami cari alasan lain agar ia terima air minum itu (ia tampak lelah dan kehausan). Kami berdalih air minum itu adalah hadiah karena dia lulus ujian (bisa menemukan alamat adalah ukuran kelulusannya).

Di sela perbincangan kami ia bercerita bahwa di sekolahnya ia belajar baca tulis, ketrampilan, dan agama. Ia menyebutkan ada dua agama di sana yang pertama adalah agama Allahuakbar (red. Islam) dan pak Yesus (red. Kristen/Katolik). Kebetulan ia beragama Allahuakbar tuturnya.

Lama berbincang, ia teringat bahwa hari ini adalah hari Jumat. Ia membacakan (dia hafal, tanpa teks) surat Al-Jumu’ah bagi kami. Suaranya merdu dan bacaaannya benar, dia juga hafal dengan baik. Saya dan rekan kerja saya sampai luluh dan menangis.

Dia juga memberi tahu kami bahwa ada aturan yang harus ditaati selama ujian ini. Pertama adalah boleh bertanya, namun tidak boleh diantar. Kedua adalah tidak boleh naik kendaraan yang bersifat mengantar seperti taxi dan becak.

 

Ketiga, tidak boleh meminta – minta. Dan masih banyak aturan lain yang mengoyak nurani saya. Saya jadi berfikir, sudahkah kita memiliki moral sebaik tamu Tuna Grahita ini? Bahkan dia mencari tempat sampah untuk membuang sampahnya. Sedangkan kita?

Ada satu celetukan polos yang ia tanyakan. Ia tanya, berapa banyak ayam harus dijual untuk pergi ke Mekah? Untuk ke Surabaya ia harus jual ayam tiga ekor. Ia ingin ke Mekah karena sudah bisa mengaji. Dari tamu ini saya belajar tentang makna hidup, kejujuran, berjuang dan terus memotivasi diri sendiri.

Dia berkata, dia dilarang bersedih. “Kata pak Guru aku ngga boleh sedih, kalo sedih nanti bodo lagi”, ucapnya polos. Dari sini, masih bisa sombong kah kita bahwa mahasiswa adalah makhluk paling pintar dan paling baik moralnya? Mari belajar dari sekitar, termasuk dia. (Akung Pras; dari grup WA-VN)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close