Psikologi

Penyesalan Seorang Anak

Tak terasa waktu cepat berlalu, seorang anak laki2 bernama Marso meluluskan pendidikannya di SMA, namun saat kelulusannya dia tidak pernah menyertakan atau mengajak ibunya. Marso merupakan satu-satunya anak yang dimiliki oleh ibu Suti, dan anugrah dari Tuhan yang sangat berharga bagi diri ibu Suti.

 

Ayah Marso wafat saat dia di kandungan, hanya Marso yang jadi tumpuan hidup ibunya sehingga dia kuat menjalani hidup. Suatu saat Marso berkata ke ibunya : “ Ibu, aku malu sama teman2ku, mereka memiliki ibu sempurna fisik dan mereka bangga terhadap ibunya, tapi aku bu, aku memiliki ibu buta. Andai aku tau, aku dilahirkan ibu yang buta maka aku lebih memilih tidak dilahirkan”

Mendengar kata2 yang keluar dari mulutnya ibu Suti berkata : “ Nak, ibu buta, tapi walau kau malu dengan keadaan fisik yang ibu miliki, ibu tetap sayang padamu nak. ”
Marso : “ Bu, semua teman2ku selalu menghinaku, tidak ada satu perempuanpun yang suka padaku karena melihat fisik ibu tak sempurna. Mereka takut jika menikah denganku anak kami akan cacat buta”.

Mendengar anaknya ibu Suti terpukul dan menangis, namun bu Suti tetap sayang anaknya Marso dan tak henti2nya ibu itu berdo’a untuk anaknya. Detik berganti menit, dst akhirnya Marso menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Teknik.

Betapa bangganya hati ibu Suti mendengar anaknya akan diwisuda dan menjadi seorang Insinyur,
tak sia2 pengorbanan ibu Suti selama ini dengan berjualan di pasar untuk menyekolahkan Marso. Tak kenal lelah bu Suti berkerja walau keadaan matanya yang buta.

Sampai saat yang di-tunggu2, Marso dan yang lain diwisuda. Teman2 Marso berserta ortunya dan keluarga berkumpul menantikan acara dimulai, tetapi ibu Suti sama sekali tidak diajak Marso menghadiri wisuda tersebut.

Akhirnya ibu Suti datang sendiri keacara itu. Sesampainya ditempat Marso akan diwisuda, betapa bahagianya hati bu Suti mendengar nama anaknya dipanggil bernilai terbaik. Namun tidak Marso, dia  malu terhadap teman2 dan kekasihnya ketika tahu ibunya hadir di acara itu, yang seharusnya menurut Marso membuatnya bahagia.

Pada saat itu, ibunya mendekati Marso sambil meraba-raba wajah anaknya, dan kekasih Marso
bertanya pada Marso : “ Siapa perempuan buta itu ? ”
Marso diam membisu. Akhirnya ibu Suti berkata ibunya Marso, mendengar ibunya berkata demikian, Marso akhirnya pulang sebelum acara selesai dan meninggalkan ibunya sendirian.

Setelah acara selesai akhirnya ibu Suti juga pulang kerumah tanpa anaknya Marso. Namun siapa yang tau kapan ajal akan tiba, ketika hendak menyebrang jalan ibu Suti meninggal dunia. Hanya tas kecil dan  lusuh yang selalu dibawa kemanapun ibu Suti saat berpergian.

Betapa terkejut Marso ketika pihak RS mengabarkan beberapa menit lalu ibunya wafat akibat kecelakaan. Dan petugas kepolisian memberikan tas yang dibawa ibunya saat menghadiri wisuda, Marso diam duduk menunggu ibunya yang dibersihkan dari sisa-sisa darah yang masih menempel di tubuhnya.

Saat menunggu jenazah ibunya, Marso membuka tas kesayangan ibunya yang lusuh-kumal. Disana terdapat foto ibunya ketika mengandung Marso, pada saat Marso bayi, dan betapa terkejutnya Marso ketika membaca sepucuk surat lusuh di tas ibunya. Marso membaca surat itu, yang tertulis :

“ Banjarmasin, 12 Oktober 1992,  Anaku Marso yang sangat kucintai, bayi mungilku yang sangat kusayangi, betapa kau sangat berharga dihati ibu nak. Walau kau buta dari lahir tapi ibu menyayangimu, kaulah anugrah terindah yang ibu miliki.

 

Nak, ini surat terakhir yang ibu tulis, karena besok ibu sudah tidak bisa menulis kata2 diatas kertas. Karena besok ibu akan mendonor kedua mata ibu untukmu, agar kelak kau dapat melihat-menikmati indahnya dunia, Anugrah yang diberikan Tuhan. Suatu saat jika ibu tiada dan kau ingin melihat ibu, berkacalah nak, karena dimatamu ada ibu yang selalu menemanimu ”.

Tanpa terasa air mata Marso mengalir dan terlambat membahagiakan ibunya . Marso teringat dengan semua perbuatan yang ia lakukan terhadap ibunya, dia hanya duduk terdiam tersimpuh di depan kaki ibunya yang telah terbujur kaku. Semua telah terjadi dan kini ibunya telah pergi untuk selama-lamanya.

“Ini mengajarkan betapa besar kasih sayang ibu ke anaknya, tanpa mengharapkan balasan. Ibu selalu  ikhlas memberi apapun yang dimilikinya termasuk jiwanya “. Bahagiakan ibumu selagi beliau Hidup meski ada kekurangan dalam Hidupnya, jangan biar kan Ibu mu meneteskan air Mata karna anda. (Feri; dari grup WA-SS; sumber dari http://andriyansahelectroda.blogspot.co.id/)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close