Iptek dan Lingk. Hidup

Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro lahir di Yogya, 11/11/1785.  Dia terkenal karena memimpin Perang Diponegoro / Perang Jawa (1825-1830) lawan pemerintah Hindia-Belanda. Perang itu tercatat sebagai perang dengan korban terbesar dalam sejarah.

 

Pemerintah memberi pengakuan kepadanya sebagai Pahlawan Nasional  tanggal /11/1973. Penghargaan tertinggi juga dari Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya (UNESCO) 21/6/2013 yang menetapkan Babad Diponegoro Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World). Babad Diponegoro naskah klasik dibuat Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulut 1832-1833.

 

Sejaran Pangeran Diponegoro

Dia putra sulung Sultan Hamengkubuwono III, raja Mataram di Yogya. Lahir dengan nama Mustahar dari selir R.A. Mangkarawati, yaitu garwa ampeyan (istri non permaisuri) berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.

 

Menyadari sebagai putra selir, Diponegoro menolak keinginan Sultan HB III, untuk mengangkatnya jadi raja mataram dengan alasan ibunya bukan permaisuri. Diponegoro tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putri, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo.

 

Pemberontakan pada keraton dimulai sejak kepemimpinan HB V (1822). Diponegoro salah satu anggota perwalian yang mendampingi HB V (3), sedang pemerintahan se-hari2 dipegang Patih Danureja bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Diponegoro.

 

Riwayat perjuangannya

Perang Diponegoro berawal saat Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Dia muak kelakuan Belanda yang tidak mau menghargai adat istiadat masyarakat dan mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.

 

Sikap Diponegoro menentang Belanda dapat simpati-dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat “perang sabil” yang dikobarkannya berpengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu.

 

Seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung pasukan Diponegoro di Goa Selarong. Perjuangan Pangeran Diponegoro (PD) ini didukung S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan.

 

Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu.

 

Tahun 1827, Belanda menyerang Diponegoro dengan sistem benteng sehingga Pasukan PD terjepit. Tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul P-Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah. Akhirnya 28/3/1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang.

 

Di sana, PD bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, PD  ditangkap dan diasingkan ke Manado, lalu dipindah ke Makassar hingga wafat di Benteng Rotterdam tanggal 8/1/1855.

 

Perang dilanjutkan putera2 PD. Pangeran Alip atau Ki Sodewo atau bagus Singlon, Diponingrat, diponegoro Anom, Pangeran Joned terus melawan walau berakhir tragis. Empat Putera PD dibuang ke Ambon, Pangeran Joned terbunuh dalam peperangan, juga Ki Sodewo.

 

Bagus Singlon / Ki Sodewo Putera PD dengan RA Citrawati. Perjuangan Ki Sadewa mendampingi ayahnya dilandasi dendam pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibunda ketika R. Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda.

 

Melalui tangan2 pangeran Mataram yang dikendalikan Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan.

 

Ki Sodewo yang bayi diambil PD, dititipkan sahabatnya Ki Tembi. Ki Tembi membawanya ber-pindah2 agar keberadaannya tidak tercium Belanda. Belanda saat itu membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu penentang Belanda. Atas kehendak Pd, bayi ITU diberi nama Singlon  artinya penyamaran.

 

Penangkapan dan pengasingan

Berbagai cara diupayakan Belanda menangkap PD. Sayembara digunakan. Hadiah 50.000 Gulden kepada yang bisa menangkap PD. Tanggal 20/2/1830 PD dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (Purworejo). Cleerens usul agar Kanjeng PD dan pengikutnya berdiam di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubjend Markus de Kock dari Batavia.

 

Tanggal 28/3/1830 PD menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa berunding dan  mendesak PD menghentikan perang. Permintaan itu ditolak PD. Tapi Belanda menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga PD ditangkap, diasingkan ke Ungaran, lanjut dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.

 

11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubjend Van den Bosch. Tanggal 30/4/1830 keputusan keluar. PD, RA Retnaningsih, Tumenggung Dipasana dan istri, serta pengikut lain seperti Mertaleksana, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruna akan dibuang ke Manado.

 

3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam. Tahun 1834 dipindah ke benteng Rotterdam di Makassar. Tanggal 8/1/1855  PD wafat dan dimakamkan di Makassar, di Jalan Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kec-Wajo, 4 Km sebelah utara pusat Kota Makassar.

 

Selesainya Perang Jawa (akhir perlawanan bangsawan Jawa). Perang ini banyak makan korban dipihak Hindia 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi dan 200.000 orang Jawa. (Agus Suryono; dari grup FB-ILP; sumber:  http://www.kgssulaiman.com/2013/12/sejarah-pangeran-diponegoro.html)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close