Selingan

Wayang Gatutkaca(19)-Kelahiran lewat telinga

// Sepuluh atau 11 tahun lalu, jelang bulan Juni seperti kini, di milis yang saya ikuti, ada diskusi “hangat” tentang Soekarno. Ada pro kontra. Kalau melihat sejarah, presiden pertama ini baru dianugerahi gelar pahlwan tahun 2012, artinya ada kontroversi.

Ketika diskusi hangat di milis itu, saya teringat dengan nama yang sama, Karno, tokoh di pewayangan yang menimbulkan kntrovesri sebagai pahlawan atau pengkhianat saudara. Ada kemiripan nasib. Alkisah ada suami istri Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai yang punya anak dinamai Koesno. Koesno kecil sering sakit2an. Puncaknya dia sakit tipus yang lama.

 

Karena ortu tidak punya uang, maka ayahnya , R. Soekemi tiap malam tidur di bawah tempat tidur Koesno. Prihatin, “tirakat”. Layaknya orang Jawa, kalau anak sering sakit dan sembuh namanya diganti. Digantilah Koesno jadi Karno, tokoh pewayangan. Agar Karno ini baik (kelakuan dan nasibnya) maka didepan ditambah “soe” (su) yang artinya baik. Kini namanya Soekarno.
Nasib Soekarno di akhir hayatnya tidak baik, beliau wafat di tahanan rumah dan jadi kontrovesi, sampai2 gelar kepahlawanan baru disematkan 2012. Di diskusi itu, saya tidak berkomentar, hanya menulis kisah Karno wayang.

 

Karena tujuan saya sebagai hiburan membuang kontroversi itu, maka cerita saya bikin “ringan” saja. Itulah tulisan wayang saya edisi gala, alias edisi pertama saya dan kelak disusul dengan tulisan lainnya. Oh ya, tulisan ini saya buat dengan gaya agak “ngawur” dan kelak saya beri label “Wayang Ngawur”. //
*****

Alkisah Dewi Kunti, remaja putri, putri raja Mandura dapat hadiah HUT yang berharga dari gurunya, Resi Durwasa. Hadiah itu ‘gadget’ berupa ‘hand phone’ atau HP yang saat itu barang super mewah dan super canggih. Yang punya hp saat itu hanya para dewa.

Dewi Kunti lalu mencoba HP itu. Tentua hanya bisa berhubungan dengan dewa, sebab yang ada di ‘address book’ hanya para dewa, manusia saat itu belum ada yang punya HP. Suatu hari Dewi Kunti iseng menghubungi salah satu nomor hp-nya dewa. Eh, itu nomor hp-nya Batara Surya, seorang dewa yang menjabat sebagai Manager Tata Surya.

 

Dia yang mengatur segala hal terkait tata surya, termasuk peredaran, kecepatan edar, jarak dan pernak-pernik mengatur tata surya. Dari sekedar kenalan dan omong kosong. Akhirnya mereka ngrumpi tiap hari dengan hp itu. Suatu saat Batara Surya mengajak temu darat, oleh Dewi Kunti diiyakan saja.

 

Sebab menurut perhitungannya itu tidak mungkin alias ‘hil yang mustahal’, kata Pak Timbul pelawak Srimulat, sebab jarak keduanya (bumi-matahari) sangat jauuuuh dan perlu biaya besar untuk menemui sang Dewi. Eh, ternyata malam harinya Batara Surya benar-benar datang di kediaman Dewi Kunti. Dewi Kunti sangat kaget, tak menyangka Batara Surya secepat itu akan dating.

 

Ddikiranya masih perlu pesen tiket yang perlu waktu lama. Dewi Kunti juga senang, bisa bertemu dewa, tidak sembarang orang bisa ketemu. Lha wong ketemu artis nasional saja sudah sangat gembira, apalagi ini, ketemu dewa yang tentunya sangat dihormati para manusia sejagad raya.

Mereka ngrumpi ke sana kemari. Mereka sepakat melanjutkan ‘temu darat’ ini pada hari2 selanjutnya. Batara Surya sering datang, di malam hari, tentunya ketika pekerjaan kadewatan selesai, kalau siang sih sibuk mengurusi Tata Surya.

 

Dari cerita soal alam semesta, seperti planet, tata surya, galaksi, supernova, lobang hitam, dsb. sampai kebiasaaan para dewa kalau ‘shopping’, lama kelamaan ngrumpinya masuk ke area berbahaya, omongan orang dewasa!. Namanya ada dua orang, lelaki dan perempuan, berduaan, di malam hari lagi.

Maka terjadilah yang ada di lagunya Dian Pisesha :” Mulanya biasa saja, …. “, tapi syair diplesetkan menjadi “akhirnya hamil juga”. Dewi Kunti hamil. Hal ini (setelah mengetahui Kunti hamil) tentunya membuat ortu Dewi Kunti kalang-kabut. Maka mengenai hamilnya Dewi Kunti dirahasiakan rapat2.

Kalau menurut cerita pakem yang veri dalang serius, Dewi Kunti oleh gurunya –Resi Durwasa– bukan diberi mantra ‘gadget’, tapi diberi mantra untuk memanggil dewa. Pada suatu hari Dewi Kunti iseng mencoba mantra itu, memanggil Batara Surya, maka malam harinya dia bermimpi didatangi Batara Surya dan tidur berdua, sehingga berakibat hamil.

Anda boleh percaya cerita yang mana saja. Nah, ketika tiba waktunya Dewi Kunti melahirkan, agar tidak diketahui calon suaminya kelak, sang dewi pernah hamil, kelahiran dilaksanakan secara “caesar” alias bedah perut. Kalau menurut dalang, alias pakem wayang, sang bayi diambil dari telinga Dewi Kunti.

 

Entahlah, begitu kenyataannya atau ini hanya kiasan, kelahiran sang jabang bayi ‘ dirahasiakan’, rumput dan daun tidak boleh mendengar. Apalagi telinga manusia (bahasa lain disebut karna). Sang bayi dilarung (dihanyutkan) dalam peti kayu di sungai. Di peti kayu itu, selain disertai pakaian bayi, juga disertai kalung, anting dan pakaian pemberian Batara Surya.

Bayi itu ditemukan dan dipelihara kusir kerajaan Negara Astina : Adirata. Bayi ini diberi nama Karna artinya telinga, karena pada saat ditemukan ada anting di teringanya. Anting ini merupakan pemberian Batara Surya. Karna bisa juga diartikan telinga, karena dia lahir melalui lubang telinga (Dewi Kunti).

Karena Karna merupakan putra dari Dewi Kunti, maka tak heran wajahnya sangat mirip dengan Arjuna, putra Dewi Kunti yang lain. Bersambung Jum’at depan……. (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close