Iptek dan Lingk. Hidup

Frekuensi 4G LTE tak perlu direklamasi

Tanggal 17/10/17, Kemenkominfo mengumumkan Telkomsel menang lelang frekuensi 2,3 GHz selebar 30 MHz dengan tawaran lebih dari Rp1T, banyak orang heran dan syok. Mereka duga, manajemen Telkomsel stress dan tidak waras. Grundelannya, pantes harga pulsanya mahal ketimbang operator lain.

Ibarat daratan, spektrum frekuensi adalah jalan raya, di atas mana transmisi seluler dilewatkan. Makin lebar aksesnya, kian leluasa trafik telefoni dan internet disalurkan. Dari fenomena ini operator seluler memproduksi pendapatan. Maka pantas, sebagai lahan, spektrum frekuensi berharga premium.

Tradisi berpikir orisinil Telkomsel adalah siap tempur dan mental menang. Membangun coverage Sabang-Merauke sejak kelahirannya, kenekatan melawan arus yang diakui sebagai kecemerlangan. Dan kini, berani bayar spektrum Rp1 T, hemat saya, ini keputusan brilian dan berwawasan demi kepuasan pelanggan. Selamat ke Telkomsel; komitmen kebangsaan kembali kalian kibarkan.

Menilik industri seluler Indonesia, saya risau bercampur heran. Untuk mendapat pesepakbola Neymar Jr, pemilik klub PSG Perancis yang asal dari Qatar dengan enteng membayar transfer Rp3,5 T. Tapi di Indonesia, Ooreedoo Qatar dalam tender kemarin keok klepekan.

 

Di lain cerita; di forum bisnis 5 bulan lalu, Dato Malaysia berceloteh, potensi investasi Malaysia di Indonesia mencapai Rp120 T. Nyatanya, Axiata cemen belaka. Hutchinson yang menggurita, juga sebelas-dua belas. Sesuai brand produduknya, agaknya mereka happy ber-cita2 sebagai operator no-3.

Harga spektrum lelang Rp1 Triliun, kedengaran fenomenal. Bila dihitung ke depan, ongkos segitu obral dan tak seberapa. Inti masalahnya, operator seluler yang mayoritas sahamnya dimiliki investor asing, pada dasarnya tak sepenuh jiwa membangun pertelekomunikasian kita. Tidak terdeteksi getaran cintanya. Sedari awal, mereka hanya gemar menggoda, tapi hatinya tak pernah lekat di Indonesia.

Penetrasi pelanggan seluler kita yang 2017 ini 350 juta, sejatinya saturasi. Sampun menthok!. Tahun depan, adanya registrasi ulang SIM prabayar, kita boleh mengira jumlah ini terkoreksi 15-20%. Terlebih adanya WA dll, hubungan telepon biasa terus menurun, berangsur pindah ke internet telephony. Itulah sebabnya tambahan pita frekuensi untuk tol internet mutlak diperlukan.

Dengan tambahan spektrum 30 MHz, tugas prioritas Telkomsel kini meningkatan performansi jaringan 4G LTE-nya yang di banyak tempat kondisinya dikeluhkan letoy dan lemot. Mulai sekarang, gencarkan derap back to basic, fokus dan serius pada mutu dan layanan.

Membayangkan industrinya, saya nestapa. Satu dekade ke depan, satu persatu operator kita sayu menatap ajal. Bila kelak terkonsiliasi dan tersisa dua operator misalnya, maka bisnis ini akan kompetitif dan efisien. Harga pulsa lebih murah, kualitasnya mewah dan pelanggannya senyum sumringah.

Frekuensi adalah karunia Tuhan dan SDA terbatas, tapi uniknya ada di mana2. Bila jumlah operator berkurang, spektrum akan longgar kembali. Jadi, biarlah pesisir frekuensi itu tetap natural dan asri. Biarkan burung yang hinggap riang bernyani. Di pantai itu, betapa indah ikan berenang menari, nelayan dalam damai bisa tidur berhias mimpi.

 

Sahabat, frekuensi seluler adalah anugerah Illahi yang kekal dan abadi. Dia memang tidak perlu “direklamasi”. (Salam Indonesia, garuda / mantan engineer Telkomsel; dari grup FB-ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close