Kristiani dan Hindu

Hadiah Natal terindah (2/3)

Karena belum selesai maka kisah ini akan dilanjutkan oleh titusbercerita.blogspot.co.id, berikut ini : Apapun yang terjadi, katanya pada dirinya, saya akan beri gadis ini hadiah, walau itu kalung saya. Kalung yang melingkari lehernya itu milik terakhirnya yang paling berharga.

 

Kalung itu 24 karat murni, sepanjang ±30 cm, seharga ratusan dollar. Ibunya memberi kalung itu  sebelum kematiannya. Mereka mengunjungi beberapa toko tapi tak satupun punya sesuatu seharga $5. Tepat ketika mulai putus asa, mereka lihat toko kecil agak gelap di ujung jalan, bertanda ‘BUKA’ di pintu.

Bergegas mereka masuk. Pemilik toko senyum lihat kedatangan mereka, dan mempersilakan mereka -lihat2, tanpa peduli baju2 mereka yang lusuh. Mereka mulai melihat barang2 di balik kaca dan mencari sesuatu yang mereka belum tahu. Mata Ellis bersinar melihat deretan boneka beruang, deretan kotak pensil, dan semua barang2 kecil yang tidak pernah dimilikinya.

 

Dan di rak paling ujung, hampir tertutup oleh buku cerita, mereka lihat seuntai kalung. Kening Egar berkerut. Apakah itu kebetulan, atau natal selalu menghadirkan keajaiban, kalung bersinar itu tampak begitu persis sama dengan kalung Egar.

Dengan suara takut2 Egar minta melihat kalung itu. Pemilik toko, pria tua mata bercahaya terang dan jenggot memutih, mengeluarkan kalung itu dengan senyum. Tangan Egar gemetar ketika ia lepaskan kalungnya sendiri untuk dibandingkan pada kalung itu. “Ya Tuhan begitu sama dan serupa.”

Kedua kalung itu sama panjangnya, sama mode rantainya, dan sama bentuk salib yang tertera diatas bandulnya. Beratnya pun hampir sama. Hanya kalung kedua itu jelas kalung imitasi. Dibalik bandulnya tercetak: ‘Imitasi : Tembaga’.

“Samakah ini?” Ellis tanya dengan nada ke-kanak2an. Baginya kalung itu indah sehingga ia tidak berani menyentuhnya. Itu akan menjadi hadiah natal yang sempurna, kalau saja, kalau saja…….
“Berapa harganya, Pak?” tanya Egar dengan suara serak karena lidahnya kering.
“Sepuluh dollar.” kata pemilik toko.

Hilang harapan mereka. Perlahan ia kembalikan kalung itu. Pemilik toko melihat kedua orang itu beri-ganti2, dan ia lihat Ellis yang tidak pernah melepaskan matanya dari kalung itu. Senyumnya timbul, dan ia bertanya lembut, “Berapa yang anda punya, Pak ?”
Egar geleng kepala “Bahkan tidak sampai $5.”

Senyum pemilik toko makin mengembang “Kalung itu milik kalian dengan harga $4.”
Egar dan Ellis memandang orang tua itu dengan tidak percaya.
“Bukankah sekarang hari Natal?” Orang tua itu senyum lagi, “Bahkan bila kalian berkenan, saya bisa mencetak pesan apapun dibalik bandul itu. Banyak pembeli yang ingin begitu. Untuk kalian juga gratis.”

“Benar2 semangat natal.” Pikir Egar dalam hati.
Selama 5 menit orang tua itu mencetak pesan berikut di balik bandul : ‘Selamat Natal, Ellis Salam Sayang, Sinterklas’

Ketika beres, Egar merasa ia pegang hadiah natal tersempurna seumur hidupnya. Dengan senyum Egar menyerahkan $4 pada orang itu dan mengalungkannya ke leher Ellis. Ellis hampir menangis bahagia.
“Terima kasih. Tuhan memberkati anda, Pak. Selamat Natal.” kata Egar kepada orang tua itu.
“Selamat natal teman2ku.” Jawab pemilik toko, dengan tersenyum.

Mereka keluar dari toko dengan bahagia. Salju turun lebih deras tapi mereka rasakan kehangatan di tubuhnya. Bintang2 mulai muncul di langit, dan sinar2nya membuat salju di jalan raya ke-biru2an. Egar mengendong gadis itu di atas bahunya dan meloncat dari satu langkah ke langkah yang lain.

 

Ia belum pernah begitu puas hidupnya. Melihat tawa riang gadis itu, ia telah dapat hadiah natal yang  memuaskan untuk dirinya. Ellis, dengan perut kenyang dan hadiah berharga di lehernya, merasakan kegembiraan natal yang pertama dalam hidupnya. (By Kisah Inspirasi); Bersambung…….

 

Monggo lengkapnya klik aja :  (http://titusbercerita.blogspot.co.id/2011/11/natal-hadiah-natal-terindah.html)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close