Opini dan sukses bisnis

Camilan Jantung Pisang sampai Sarung

Banyak peluang di sekeliling kita. Tinggal kejelian digabung inovasi, tekun kerja dan kolaborasi potensi hasilnya hal2 hebat yang dapat dipetik. Seperti cuplikan dari kompas.com ini : Potensi pangan di Indonesia melimpah. Rasanya layaak bagi teman2 pensiunan juga berinovasi dari peluang yang ada

 

Dengan kreativitas dan tekno sederhana, beragam pangan bisa dikembangkan, termasuk dari bagian tanaman yang sering kali tak dimanfaatkan. Saat panen pisang melimpah di Kec-Bandar, Batang, Jateng, petani fokus jual pisang. Bagian lain, seperti jantung pisang, sering terbuang. Kalau ada yang meminati, jantung pisang hanya untuk sayur. Banyak jantung pisang terbuang.

 

Melihat potensi jantung pisang ini di daerah Bandar (di sentra penghasil pisang) para guru dan siswa di SMP Terbuka Bandar terpacu berkreasi membuat camilan. Jantung pisang diolah jadi camilan, seperti kerupuk, keripik, dendeng, dan abon. Produk itu diminati dan jadi jajanan anak2.

 

Aneka camilan jantung pisang karya guru dan siswa ini menarik perhatian dan jadi juara-1 kategori tata boga Lomba Motivasi Belajar Siswa Mandiri (Lomojari) Ke-10 di Jakarta, awal Juli lalu. Lomba ini wadah inovasi keterampilan siswa SMP terbuka yang fokus pada pendidikan keterampilan sebagai bekal saat siswa tak mampu melanjutkan ke SMA/SMK.

 

Kuswanti, guru keterampilan SMP Terbuka Bandar, mengatakan, potensi pisang bukan hanya buahnya. Potensi itu belum disadari orang2, padahal memberi nilai tambah. ”Ketersediaan jantung pisang melimpah. Jika jantung pisang bisa diolah, anak2 SMP terbuka juga mudah mengembangkan sendiri”.

 

Diminati

Saat dipamerkan di stan SMP Terbuka Bandar pada ajang Lomojari, pengunjung2 penasaran. Sebab, jantung pisang yang tak diminati, enak dikonsumsi ketika diolah jadi aneka camilan dengan rasa gurih dan pedas, opor ayam, dan rendang. Abon jantung pisang yang dicampur pada kue2 lebih disukai.

 

”Mengolahnya mudah. Banyak yang tanya cara membuatnya. Yang diminati yang lain : Kerupuk,” kata Kuswanti. Camilan dari jantung pisang ini dipasarkan di kantin SMP Terbuka Bandar dan toko2 sekitar sekolah. Ada rencana memperluas pemasaran.

 

Satu jantung pisang (besar), petani menjual Rp 3.000. Yang kecil Rp 1.000. Dengan modal satu karung jantung pisang Rp 50.000 yang dibuat kerupuk, siswa SMP Terbuka Bandar bisa untung dua kali lipat. Modalnya balik, plus keuntungan Rp 100.000.

 

Ahmad Thohirin (14), siswa SMP yang sama, mengatakan, sekolah memanfaatkan potensi pangan lokal lain untuk camilan, seperti singkong dan ubi jalar ungu/putih. Keduanya juga melimpah. ”Singkong dibuat jajanan, seperti kroket, kue lumpur, brownies, dan pizza. Jajanan singkong yang diolah macam2 ini disenangi anak2. Harga jualnya tidak mahal, disesuaikan kantong anak2 desa” ujar Ahmad.

 

Ubi jalar ungu/putih diolah jadi es krim. Agar menarik, tepung ubi jalar ungu/putih yang dibuat jadi es krim itu dicampur rasa buah2an dengan pilihan : Jeruk, sirsak dan kiwi, serta markisa dan buah naga.

 

Menyentuh TKI

Pengembangan keterampilan untuk bekal mandiri juga diberikan ke anak2 TKI di Malaysia. Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) jadi induk untuk SMP terbuka (learning center) di sejumlah tempat yang dekat dengan komunitas TKI Indonesia di Malaysia. Sri Wati, guru SIKK, mengatakan, siswa2 SMP terbuka di Malaysia diajari keterampilan menjahit.

 

Keterampilan ini dimanfaatkan mengembangkan usaha produksi pakaian seragam SD dan SMP siswa Indonesia. Kreasi siswa SMP Terbuka Kinabalu yang baru pertama kali pada ajang Lomojari ini meraih juara I kategori tata busana.

 

Selain itu, keterampilan menjahit juga diterapkan untuk pembuatan tas pesta sederhana. Para siswa membuat tas dengan rangka karton yang dilapisi kain satin atau kain lain yang menarik. Tas pesta yang relatif murah ini bisa dititipkan di toko2 di Malaysia.

 

Harianto (16), siswa SMP Terbuka Kinabalu, senang belajar seperti anak2 Indonesia lain. Kebijakan Pemerintah Malaysia yang melarang anak2 asing bersekolah di sekolah pemerintah membuat banyak anak TKI kesulitan menikmati pendidikan. ”Di sekolah swasta boleh, tapi mahal. Biaya sekolah 3.000 ringgit/bulan atau Rp 9 juta. Banyak ortu tidak sanggup,” kata Harianto.

 

Selain belajar keterampilan menjahit atau tata busana, siswa juga dapat keterampilan tata boga. Dengan bekal keterampilan ini, kelak siswa bisa mengembangkan usaha mandiri. Pendidikan keterampilan di SMP Terbuka Wonomulyo, Polewali Mandar, Sulbar, beda lagi. Mereka menitikberatkan menjaga warisan budaya. Para siswa diajari menenun sarung aneka motif.

 

Tenunan sarung dikembangkan untuk dibuat beragam produk yang dapat dimanfaatkan sehari-hari. Tenunan sarung, diaplikasikan untuk kopiah, sarung bantal, dan taplak meja. (D ESTER LINCE NAPITUPULU; Dwi Wedhaswary)

 

Monggo lengkapnya klik aja :  (http://edukasi.kompas.com/read/2012/07/30/12350155/Dari.Camilan.Jantung.Pisang.hingga.Sarung.)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close