Iptek dan Lingk. Hidup

Pertanian Vertikal menemukan Lahan(2/2)

Lanjutannya pada seri kedua ini : Pertanian vertikal ruangan yang terbesar.

AeroFarms di New Jersey, AS, membuka pertanian vertikal ruangan terbesar di dunia – dengan total luas lantai 7.000 m2 – dan mereka berharap dapat memproduksi sayuran hijau lezat dengan kuantitas masif. Ed Harwood merupakan penemu dan ahli pertanian yang memperkenalkan teknologi memungkinkan.

 

Ide dia ketika bekerja untuk Universitas Cornell, sistem aeroponik unttuk menumbuhkan tanaman dengan setelan laboratorium. Mengapa, dia ingin tahu, pendekatan ini tidak dalam skala lebih besar?

“Saya tetap ber-tanya2, ‘bagaimana bisa’ – orang mengatakan, ‘ Itu tak mendatangkan uang, matahari itu gratis, untuk memasang cahaya buatan dsb akan mahal, jadi itu mustahi terjadi,” kenang Harwood.

 

Dia tidak puas. Setelah beberapa tahun bereksperimen dia temukan sistem dan merancang pipa untuk menyemprot embun aeropinik ke akar tanamannya. Di AeroFarms, akar tumbuh melalui skain yang halus bukan tanah. Tetapi mengenai bagaimana dia menyelesaikan masalah kunci – mempertahankan pipa tetap bersih setiap saat – masih jadi rahasia dagang.

 

“Setiap pipa semprotan yang saya beli pasti bermasalah” kata Harwood. “Saya harus membereskannya – itu momen kebetulan.” Tapi dia tidak mengatakan bagaimana melakukannya. Seperti Urban Crops, AeroFarms memprioritaskan budidaya sayuran untuk salad dan sayuran hijau yang cepat menghasilkan.

 

Harwood yakin ada permintaan pada produk yang tumbuh di fasilitas besar seperti milikinya, suatu hari pertanian vertikal jadi warna kawasan pinggiran kota. Dia menjanjikan jaminan kerenyahan-kesegaran yang diinginkan konsumen. Harwood yakin bisnisnya bersama kawannya menghasilkan untung. Walau ada yang bersikap skeptis.

 

Michael Hamm, profesor pertanian berkelanjutan di Michigan State University, salah satunya. Dia menekankan pertanian vertikal bergantung pasokan listrik yang konstan, dan kebanyakan berasal dari sumber BBM fosil. “Mengapa membuang energi memproduksi selada, jika ada cahaya dari matahari?”.

 

Dia menekankan tidak ekonomis menanam tumbuhan seperti itu: “Dengan tarif energi 10 sen tiap KW / jam, maka harga energi untuk memproduksi gandum yang nantinya menghasilkan satu papan roti akan mencapai $11 dollar AS (Rp145.000).”

 

Ada kelebihan sistem ini. Jika di ruangan dirawat dengan baik, maka teknologinya, memungkinkan untuk mereproduksi hasil setiap panen – yakni mendapat mutu tanaman yang sama tiap saat. Plus membangun pertanian vertikal pertama akan mahal.

 

Sistem itu berpotensi jadi pilihan menarik bagi yang terjun ke bisnis pertanian pertama kalinya – mereka tidak harus menghabiskan waktu ber-tahun2 untuk belajar menghadapi perilaku matahari dan musim. Namun untuk pengalaman, belum ada penggantinya.

 

Perkembangan teknologi pertanian vertikal, dan penurunan biaya terkait, tahun2 kedepan, sejumlah orang bertaruh, semua kalangan ingin mulai menumbuhkan sayuran hijau sendiri, di rumahnya. Sudah terjadi maraknya pembuatan bir rumahan – mungkinkah terjadi maraknya pertanian rumahan?

 

Neofarms perusahaan rintisan berbasis di Jerman dan Italia mengantisipasi hal itu. Pendirinya, Henrik Jobczyk dan Maximillian Richter, mengembangkan prototipe pertanian vertikal ukuran seperti lemari pendingin di rumah. “Kami rancang ukuran standar lemari dapur,” jelasnya. Rencananya membuat peralatan yang desainnya terintegrasi dengan perabot lain atau berdiri sendiri, tergantung konsumen.

 

Mereka perkirakan, menanam sayuran salad di rumah menelan ongkos 2 euro (sekitar Rp28 ribu) per minggu untuk biaya energi. Mereka harus merawat peralatan Neofarms tetap bersih dan terus- menerus mengisi air. Tapi sebagai imbalannya mereka dapat produk yang sesegar mungkin.

 

“Dengan tanaman dibudidayakan dalam sistem, kita tahu kondisi bagaimana ditumbuhkan – yang membuat kita mendapat kontrol dan pengetahuan,” kata Jobczyk. “Juga kesegarannya, salah satu masalah terbesar pada sayuran segar – terutama yang warna hijau – itu mengatur waktu, mengelola waktu antara panen dan waktu mengkonsumsinya.”

 

Jika kita petik tanaman dan memakan langsung, kita menikmati kekayaan vitamin dan nutrisi lain – yang bisa lenyap selama pengemasan dan pengangkutan. Banyak konsumen menanam bumbu di kotak di jendela, tetapi itu merupakan  aktivitas yang rendah-biaya dan sedikit-perawatan.

 

Akan masih harus ditunggu apakah orang2 tertarik untuk membuat lompatan konseptual dengan membawa pertanian vertikal mini ke dalam dapur mereka. Jobczyk dan Richter harus menunggu  mengetahuinya – mereka berencana menguji peralatannya pada akhir tahun ini, setelah itu akan diikuti peluncuran umum sesudahnya.

 

Teknologi pertanian vertikal membuat pertanian lebih dekat ke konsumen. Tapi dia  yakin pertanian skala besar tetap bertahan. “Terlepas dari jumlah produk yang ditarik kembali, kita meningkatkan keamanan makanan, kita hasilkan makanan untuk banyak orang bersumber daya sedikit,” kata dia.

 

Anak2 harus diberitahu makanan mereka tumbuh di tempat lain- bukan dari supermarket, tapi dari ladang / pabrik. Supermarket masa depan mungkin dipenuhi miniatur pertanian vertikal mereka.

(Chris Baraniuk; Bahan dari : http://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-39579311)-FatchurR***Tamat

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close