Wisata dan Kuliner

Jalur Boga Blabak Muntilan (2) (FE 110)

“Pak, di Muntilan ada sate enak. Kita beli di bungkus buat Bapak incipi ya?”, pemangku JVR, menawarkan. Saya berpikir sejenak sambil meraba perut yang baru saja terisi tahu kupat. Rasanya masih tersisa ruang untuk bernafas.

 

“Bagaimana kalau kita makan ditempat barang 5 tusuk saja?”, jawab saya. Pak Sarwoto tertawa.

“Oke. Perjalanan ke sana cukup menurunkan isi perut”, katanya langsung setuju.

 

Kami harus memutar balik kearah Muntilan.Yang paling mengesalkan dari Jalur panjang Blabak-Magelang ini adalah cuma ada dua tempat U-turn, jadi pengendara harus memutar jauh sampai ke pertigaan arah Kota Mungkid.

 

Tapi, tidak apa2lah, sambil mengulur waktu menunggu perut turun. Tapi saat mobil putar balik di tempat itu, sambil menunggu lampu merah, kita disuguhi pemandangan indah. Alhamdulillah, sungguh sepadan dengan jauhnya memutar, sebuah suguhan panorama sore yang langka.

 

Kita berada tepat di tengah-tengah dua pasang gunung. Sebelah kiri adalah gunung Sindoro dan jauh lebih ke kiri adalah gunung Sumbing. Sedang sebelah kanan gunung Merbabu yang sangat indah dan jauh lamat-lamat sebelah kanannya adalah gunung Merpati.

 

Saya jadi teringat legenda Mahakarya Ramayana. Gunung kembar Sindoro – Sumbing adalah tempat dimana Rahwana digencet oleh kepala anak sendiri,  Sondora-Sondari, yang dikorbankan oleh ayahnya untuk mengelabuhi Dewi Sinta seolah kepala Rama dan Lesmana.

 

Melihat Rahwana hendak melepaskan dari gencetan anak2nya itu, ksatria putih Hanoman segera melesat ke angkasa dan mengerahkan segala aji2nya turun bagaikan anak panah menghunjamkan kakinya ke kepala Rahwana.

 

Bagaikan tertimpa palu godam raksasa, seketika Rahwana amblas ke bumi, tinggal kepalanya saja yang nongol diatas permukaan tanah. Ia kekal disana. Siksaan yang menggetarkan itu sebagai gambaran keadaan Neraka yang abadi yang disediakan Allah untuk yang berdosa.

 

Sedangkan pasangan Merapi-Merbabu, melambangkan pasangan Rama dan Sinta, yang selalu berdua beriringan setelah lepas dari ujian berat dengan penyanderaan Sinta dalam cengkraman Rahwana. Gunung Merapi melambangkan Rama yang tampan dan Agung, sedangkan gunung Merbabu bagaikan Dewi Sinta yang jelita namun tetap kokoh anggun.

 

Kota Muntilan, sepanjang 2-3 Km dibelah oleh dua jalan yang berlawanan arah. Sehingga untuk menuju ke warung sate pak Basuki, kita harus terus keujung kota dan balik lagi ke tengah kota. Setelah melewati lampu merah, mobil harus melaju di sebelah kanan. Pertigaan pertama masih terus dan kita harus waspada, di sudut klenteng belok kanan.

 

Terlewat sedikit, terpaksa kita harus memutari kota lagi. Sore hari, jalur kanan ditutup dan para pedagang mendirikan tenda jualannya. Jalur kiri tempat parkir, yang masih tersisa hanyalah jalur tengah yang nyaris mepet tempat duduk warung-warung, sehingga bila ada mobil melaju, desiran anginnya sangat terasa di punggung.

 

Kami langsung menuju ke ujung jalan, dan masuk ke tenda sate dan tongseng pak Basuki. Sudah ada petugas yang sedang menyiapkan bakaran dari anglo bundar, bukan pembakar sate panjang seperti biasanya.

 

Kami adalah pengunjung pertama dan satenya belum ada. Jadi dua pilihan menunggu atau lupakan sate pak Basuki. Sebagai kuliner sejati, demi memuaskan rasa penasaran, kami putuskan tidak apa-apa menunggu, toch sembari menurunkan isi perut sejenak.  (bersambung)

 

Catatan: Seri terakhir masih harus saya ketik, sementara saya harus mengantar paman berobat, insya Allah nanti sore saya up-load. Lebih asyik, mohon kesabarannya. (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close