Selingan

Kegigihan merintis Pesantren Ekologi Ath Taariq di Garut

(jawapos.com)- Sudah satu dekade ini Nisya Saadah Wargadipura dan Ibang Lukman Nurdin memberdayakan petani di Tanah Pasundan. Uniknya, cara yang dipakai, dengan mendirikan pesantren yang mengedepankan aktivitas pertanian sebagai basis pendidikannya.

 

Azan sayup2 terdengar di Pesantren Ath Thaariq di Kampung Cimurugul, Kelurahan Sukagalih, Kec-Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Santri2 di pesantren di tengah hamparan sawah itu mulai mengisi saf2 masjid. Santri tetap di pesantren ini hanya 30 yang menginap. ’’Tidak boleh lebih,’’ ucap Nissa Saadah Wargadipura saat ditemui Jawa Pos (29/1).

 

Nissa istri Ibang Lukman Nurdin. Keduanya pendiri Pesantren Ath Thaariq, pesantren berbasis ekologi berdiri (2008). Selain mengaji dan belajar bertani, santri disini tiap hari menjalani pendidikan formal.  Ada yang SMP, SMA, dan  mahasiswa yang mondok di pesantren itu. Namun, Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional, mereka full di pesantren untuk berkebun dan beternak.

 

Kompleks Pesantren Ath Thaariq tidak luas. Lahannya 8.500 m2. Namun santri2nya bisa fokus menyerap ilmu Alquran dan ilmu terapan. Nissa bersama Ibang, membagi lahan pesantren dua zona. Yakni, zona pertanian dan zona peternakan. Di dua zona ini ada area untuk beternak ikan dan unggas. Ada pula tempat pembibitan dan area untuk kebutuhan pertanian lain.

 

Lalu, ada bangunan utama yang dijadikan tempat tinggal keluarga Nissa-Ibang sekaligus tempat tidur bagi santri2. Nissa dan Ibang tidak memiliki latar belakang pendidikan pertanian atau peternakan. Namun, pengetahuan mereka soal cara bertani dan beternak patut diacungi jempol.

 

Buktinya, mereka mampu mengolah lahan di Pesantren Ath Thaariq dengan baik. Pertanian yang mereka kembangkan nyaris tidak pernah gagal panen. Kualitas panenannya bermutu. Juga bibit unggul yang mereka produksi. Pengakuan itu datang dari kalangan pertanian dalam negeri dan Sejumlah peneliti asing juga menyatakan ketakjuban mereka.

 

Peneliti dari Thailand dan Filipina secara khusus ’’mondok’’ di Pesantren Ath Taariq untuk menimba ilmu agroekologi. Agroekologi ini sistem yang memanfaatkan keragaman hayati untuk mendukung pertanian. Misalnya, untuk melawan hama tikus, para santri membiarkan predator tikus seperti ular berkembang di lingkungan pesantren.

 

Menurut Nissa, pesantren tidak pernah membasmi hama dengan bahan kimia. ’’Biarkan saja rumah2 ular itu ada. Biar ular2 itu yang memangsa hama tikus,’’ katanya santai. Dengan cara begitu, ekosistem di lahan pertanian itu tetap terjaga. Berkat keyakinan dan perjuangannya menjaga ekosistem pertanian selama ini, Nissa mendapat apresiasi dari pegiat dunia pertanian.

 

Belum lama ini, dia dapat beasiswa belajar A-Z Agroecology and Organic Food System Course dari Dr Vandana Shiva, ilmuwan dan aktivis lingkungan dengan reputasi internasional asal India. Dia turut serta dalam Bhoomi Festival di New Delhi dan The Soil Yatra di Indore serta Nagpur, India.

 

Selama perbincangan, Nissa menyuguhkan teh herbal Nusantara, produk olahan hasil bertani santri.  Selain hama, pupuk yang digunakan di Ath Taariq menihilkan campuran zat kimia. Pupuk untuk mengelola kebun harus organik. Dibuat dari kotoran hewan ternak. Jadi tidak pernah beli pupuk.

 

Menurut Nissa, cara itu lama dipraktikkan keluarganya sejak kakek-neneknya hidup. ’’Tanpa bahan kimia, mereka bisa. Tanamannya subur,’’ ujarnya. Terbukti, hingga kini, Pesantren Ath Thaariq memiliki benih tanaman organik seperti labu kiku, labu air, bayam paris, bayam rambat, kenikir, baligo,

 

Juga tomat cherry merah, tomat terendel, tomat kembang, sorgum, bunga rosela merah, bunga rosela hitam, dan emes. Ada pula ruku-ruku, padi ciherang, padi rojolele, padi sarinah, padi sanggarung, beras merah, cengek japlak, cengek gunung, cengek domba, serta cabai bali.

 

Semua bibit itu bisa ditanam dan tumbuh subur di lahan pertanian Pesantren Ath Thaariq. Kualitas beras yang dihasilkan dari tangan2 santri sangat baik. ’’Kami kombinasikan berbagai bibit, kemudian kami tebar sehingga saling menguatkan,’’ jelas Nissa.

 

Dari hasil pertanian itulah bahan pangan untuk keluarga Pesantren Ath Thaariq bersumber. Mereka tidak pernah risau ketika harga cabai melambung tinggi, tidak juga takut kekurangan beras. ’’Kami bebas merdeka dari kesulitan pangan,’’ ujar dia bangga.

 

Di samping punya bibit dan hasil pertanian berkualitas, produk olahan yang mereka buat lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga pesantren. Selain teh herbal Nusantara, ada garam herbal dan gula kristal herbal dan magic tea.

 

Untuk makanan se-hari2, Pesantren Ath Thaariq punya perkedel tahu daun kunyit, oseng daun bangun2, urap sambung nyawa, bala2 antanan, pecel daun binahong, serta orak-arik telur daun kelor. ’’Cukup untuk makan se-hari2 di sini,’’ ungkap ibu Salwa Khanzaa Al’Salsabil, Akhfaa Nazhat Al’Waffa, dan Qaisha Qaramitha Mulya Shadra itu.

 

Kebutuhan nutrisi, karbohidrat, dan protein keluarga pesantren tidak kurang. Semua memanfaatkan bahan pangan yang tersedia. Sukses dengan Pesantren Ath Taariq, Nissa dan Ibang berniat buka pesantren serupa di Garut Selatan. Pesantren itu dinamai Sekolah Politik Ekologi Tangoli. Garut Selatan dipilih Ibang agar jadi benteng bagi petani dari serbuan pembangunan yang merusak lingkungan.

 

Meski santri tetap Pesantren Ath Thaariq tidak boleh lebih dari 30 orang, Nissa dan Ibang membuka diri bagi siapa saja yang ingin belajar pertanian dan peternakan ala mereka. Orang luar boleh belajar singkat seminggu, sebulan, atau tiga bulan, sampai dianggap cukup.

 

Setelah belajarnya selesai, mereka dianggap sebagai alumnus Pesantren Ath Taariq. Mereka jadi bagian dari keluarga pesantren yang dikenal dengan sebutan pesantren kebun sawah itu. Tak heran  sejak 2008 ribuan santri jadi alumnus pesantren. ’’Mereka datang dari berbagai daerah dan tidak sedikit yang dari luar negeri,’’ tandas Ibang.

 

Serupa dengan santri tetap, Nissa-Ibang tidak pungut biaya dari yang ingin belajar di Pesantren. Datang berniat kuat, keduanya menerimanya sebagai bagian keluarga pesantren. Lalu, ber-sama2 menyatukan tekad membantu petani hidup berdaulat terhadap pangan. (*/c5/ari; SAHRUL YUNIZAR, Garut;

Bahan dari : https://www.jawapos.com/features/15/02/2017/kegigihan-nissa-dan-ibang-merintis-pesantren-ekologi-ath-thaariq-di-garut)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close