Iptek dan Lingk. Hidup

Kisah Priyayi dan Kicau Burung pendulang Prestasi

(cnnindonesia.com)-JAKARTA; Layaknya musik, kicau burung menghibur hati Wasis Gunadi. Pria pengajar di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma ini senang puluhan burung yang dipeliharanya. “Mendengar suara burung itu memberi ketenangan. Happines” kata Wasis saat dihubungi CNNIndonesia.com (15/8).

Bagi sebagian orang, kicauan burung itu menggoda. Konon, kicauan burung mampu meningkatkan hormon dopamin. Penelitian2 menyebutkan ada keterkaitan antara kicauan burung dengan otak manusia. Menurut penelitian, otak manusia memberi respons positif saat mendengar kicauan burung.

 

“Banyak bukti menunjukkan kita merespons positif kicauan burung,” ujar seorang peneliti dari University of Surrey, Eleanor Ratcliffe, mengutip The Guardian. Penelitian2 sebelumnya menyebutkan kicauan burung membuat derau bising jalanan lebih ramah di telinga manusia.

Lima dekade Wasis hidup bersama burung2nya. Hobi memelihara burung ini dilakoni Wasis sejak dia  duduk di bangku SD. Berbagai kompetisi pernah dilakoninya, berbagai kemenangan pernah diraihnya. Kini, total ada 50 burung dirawatnya. Dari murai batu, cucok ijo, dan lovebird.

Beberapa tahun ke belakang, burung2 yang berkicau itu mendadak laku. Burung naik pangkat, jadi hewan peliharaan yang dicari banyak orang. Ada prestasi dan rupiah yang menunggu di balik burung2 berkicau merdu itu.

Sederet burung diperlombakan. Yang memberikan kicauan tercantik adalah layak menang. Jika sudah berprestasi dan memenangi kompetisi, si burung bisa menyombong dengan banderol harga tinggi yang ‘tertempel’ di dadanya.

Wasis, meski beralih jadi peternak, tapi berbagai kompetisi dilakoni burung2 kesayangannya. “Sudah tak terhitung lagi” kata Wasis ketika ditanya berapa kompetisi dan prestasi yang pernah diraih burung2nya. Yang jelas, umumnya gelar juara pertama dan kedua selalu disabet burungnya.

“Saya ingat ikut kompetisi pertama (1996). Waktu itu yang ikut lomba anis merah dan menang” kenang Wasis. Tak seperti pencinta burung lain, yang cari pundi2 rupiah dengan melombakan burung untuk  dijual dengan harga tinggi. Wasis enggan menjual burung2 berprestasi yang dimilikinya. Kata dia, burung2 itu belum tentu bakal mendulang prestasi ketika bersama pemilik lain.

 

Bukan Ceritera baru
Meski terdengar seperti hobi baru, tapi memelihara burung ini hadir mengisi sendi2 kehidupan masyarakat Indonesia sejak lama. Hobi memelihara burung dimulai sebagai tradisi masyarakat suku Jawa. Konon, burung perkutut jadi simbol kebangsawanan seseorang.

Tengok kisah Pak Sastro dalam novel Koong (1975) karya Iwan Simatupang. Pak Sastro seorang kaya raya di seantero kampung. Dia punya peliharaan burung perkutut. Pak Sastro senantiasa menunggu burung perkututnya mengeluarkan suara ‘koong‘. Kisah itu menggambarkan budaya Jawa lekat pada masanya.

Pada CNNIndonesia.com, sosiolog UGM, Sunyoto Usman, menjelaskan dulu, burung dengan kicauan merdu tak ubahnya ponsel spesifikasi canggih yang dimiliki orang di zaman kiwari. “Metheki (membunyikan jari untuk menciptakan bunyi) supaya burung perkututnya manggung (berkicau). Itu simbol priyayi” kata Sunyoto.

Kebiasaan memelihara burung ini dimulai sejak kejayaan Kerajaan Majapahit. Saat itu, burung perkutut dianggap prestisius dan hanya dimiliki kalangan ningrat. Kegemaran memelihara burung turun-temurun hingga ke kalangan nonbangsawan sebagaimana tampak saat ini. Siapa pun bisa memelihara burung2  dengan kicauan cantik. Asal pandai2 merawatnya, niscaya burung bakal naik pangkat.

Sunyoto melihat, awetnya hobi memelihara burung ini didorong makin beragamnya jenis burung yang dipelihara. Jika dulu hanya perkutut, kini sederet jenis burung mewarnai kompetisi2. Misalnya lovebird, cucok ijo, murai batu, kacer, dan kenari.

Kini, pehobi burung itu tengah berkicau resah. Mereka memprotes terbitnya Peraturan Permen LHK No. 20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Pasalnya, sejumlah jenis burung–yang kerap dipelihara dan dilombakan

 

Kini diklasifikasikan sebagai hewan langka, seperti burung murai batu, jalak suren, dan anis kembang. (asr; chs; Ellise Dwi Ratnasari; Bahan dari : https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180815174517-277-322561/kisah-priyayi-dan-kicau-burung-pendulang-prestasi)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close