Islam

haji dan umroh mabrur

Cerita seorang sobat yg baru Pulang Umroh; Di Masjidil Haram, sehabis tawaf, saya menepi cari tempat strategis yang berhadapan dengan multazam untuk berdoa. Saya temukan tempat yang kebetulan lowong di hadapan ka’bah. Saya bersimpuh dan memanjatkan do’a sambil menunggu waktu Subuh.

 

Saat itu saya lihat lelaki hitam legam dari benua afrika datang dan ambil tempat di samping kanan. Terlintas di hati, “dengan potongan perawakan dan tampang seperti ini, lelaki kulit hitam ini pasti orang kasar yang tidak berpendidikan”. Sebagaimana kebiasaan di masjid ketika duduk bersebelahan dalam satu jamaah, saya menyalaminya.

 

Tiba2 ia tanya dengan bahasa inggris yang bagus sekali tentang asal saya. “Saya dari Nigeria, kamu dari mana?”.  Saya bilang, saya asal Indonesia.

“kenapa orang Indonesia suka berusaha mencium batu hajar aswad”?, tanyanya memulai percakapan.

 

“Mungkin karena cinta. Kabah itu rumah Tuhan, dan hajar aswad batu yang pernah dicium Rasul. Maka mencium hajar aswad itu refleksi cinta orang Indonesia ke Tuhan dan Rasulnya”, jawab saya.

“Apakah orang Indonesia juga bertingkah laku seperti itu terhadap cinta Allah SWT yang dianugerahkan kepada mereka?”, katanya.

 

“Maksud anda?, cinta Allah SWT seperti apa yang dianugerahkan ke kami”?, jawab saya bingung.

Lalu lelaki hitam itu menjawab, “jika Allah Taala menganugerahkan kalian istri, anak2 dan orang tua yang masih hidup, itulah wujud cinta Allah kepada kalian.

“Pertanyaan saya”, katanya

 

“Apakah orang2 Indonesia, berusaha keras dan gigih mencurahkan kasih sayang pada anak, istri dan orang tua mereka yang masih hidup yang diamanahkan Allah Taala sebagaimana mereka berusaha mencium hajar aswad? ” Katanya.

 

“Jika terhadap batu saja refleksi cinta kalian begitu dahsyat, lebih lagi terhadap makhluk Allah yang telah diamanahkan kepada kalian”, tegasnya lagi.

Saya tercekat, hilang akal dan tak mampu berkata. Apalagi saat ia cerita ia menyelesaikan PhD-nya di AS namun memilih pulang membesarkan anak2nya yg 6 orang agar mampu jadi muslim yang baik.

 

Maka hancurlah persangkaan saya pada orang ini. Allah membayarnya tunai saat itu juga. Setelah shalat subuh, sebelum berpisah ia memberi nasehat yang sampai saat ini masih teringat di kepala saya.

 

Keberhasilan Haji atau Umroh Kita, Mabrur atau Tidaknya, “Dinilai Bukan Pada Saat Kita Menyelesaikan Ritual-Ritual Haji/Umroh, seperti “Tawaf” atau bahkan  mencium “Hajar Aswad”, Namun, dinilai pada saat kita kembali ke Keluarga dan, Lingkungan.

 

Apakah kita mampu menunaikan amanah2, anugerah2, kasih sayang Allah Taala kepada kita dengan sungguh2, bersusah payah, mencurahkan kasih sayang kepada orang-orang yang kita cintai, pekerjaan dan masyarakat.” Saya genggam tangannya, saya memeluknya dan menyampaikan terima kasih.

 

Saat dia pergi di antara kerumunan orang, saya faham: inilah cara Allah Taala menegur saya dan menyampaikan makna mencium hajar aswad. Oleh karena itu mari kita bersama belajar untuk menjadikan Orang tua kita, istri, anak2, saudara2 serta sahabat dll sebagai ladang amal ibadah kita…. Dan bukan merupakan sumber gosip atau ladang dosa2 kita. Barokallah fiikum. Aamiin  Allahumma Aamiin

 

(Muchtar AF; dari grup WA-VN; bahan dari Tulisan Pak Firman yg baru Pulang Umroh : http://www.hajimabrur.id/2018/05/hakikat-umroh-dan-haji-mabrur.html)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close