Wisata dan Kuliner

Jelajah ke Taman Nasional Bali Barat(2/2)

(cnnindonesia.com)-Bertemu Penghuni TNBB

Tidak lama setelah simpan barang bawaan, kami diantar dengan mobil ke Restoran Wantilan untuk makan malam. Wantilan ini lobi utama dari Plataran Menjangan, di dalamnya ada restoran berkonsep outdoor.

 

Biasanya restoran di Wantilan digunakan untuk sarapan, karena tamu bisa melihat pantai sembari berjemur sinar mentari pagi. Usai santap malam, kami diantar kembali ke Bajul Lodge untuk beristirahat. Tidak ada yang bisa dinikmati saat malam hari, karena hanya didominasi senyap dan gelap. Pantai di depan penginapan jauh dari riuh suara ombak.

Malam itu, saya asyik mengamati ribuan bintang menghiasi langit. Pemandangan mewah ini nyaris tidak pernah saya temukan di kota2 besar (Jakarta). Penyebabnya polusi cahaya. Keesokannya, pukul 04.30 WITA lomba lari lintas alam dimulai. Lomba ini terbagi 3 kelas 70K, 30K, dan 7K. Kelas 30K dimulai pukul 06.30 WITA, sedang kelas 7K dimulai pukul 09.00 WITA.

Usai melepas peserta lomba di The Octagon, restoran berarsitektur modern berbalut etnis dengan bonus pemandangan Pantai Ulangun, kami kembali diarahkan ke Wantilan untuk sarapan. Jarak dari The Octagon ke Wantilan tidak jauh, 500an mt. Jalan kaki pilihan saya ketimbang kendaraan penjemput.

Sepanjang jalan ke Wantilan, saya berpapasan dengan menjangan (kijang). Mereka tidak peduli dengan rombongan yang menuju Wantilan, para betina dan anak2 itu sesekali memerhatikan lalu bersantai di halaman depan resort. Saya kegirangan dengan pemandangan itu, dan memutuskan memisahkan diri dari rombongan dan masuk ke kawasan hutan di antara The Octagon dan Wantilan.

Saat ada sinar mentari, terlihat kegersangan hutan itu di musim kemarau. Tidak ada hewan selain menjangan betina, pejantan yang tanduknya memesona seakan lenyap. “Barangkali mereka ingin cari tempat yang lebih teduh” ujar saya dalam hati. Saya putuskan ke jalan utama untuk ke lokasi sarapan. Di tengah jalan saya lihat sangkar besar yang berisi satwa warna putih.

Saya dekati sangkar itu dan menemukan ekor Burung Jalak Bali. Jalak Bali ini ikon TNBB sekaligus satwa endemik Pulau Dewata. Merasa bertemu dengan raja saya dibuat kagum pada kharisma burung ini. Sayangnya saya tidak melihat burung indah ini di alam liar. Saya ingat obrolan saya dengan CEO Plataran Indonesia, Yozua Makes, terkait Burung Jalak Bali atau Bali Starling.

Burung Jalak Bali punya kawasan tersendiri jika ingin melihat di alam liar. Plataran hanya menangkarkan dan dilepasliarkan. Tak hanya Jalak Bali, untuk mengisi waktu senggang kali itu saya berkesempatan mencoba menanam terumbu karang melalui proses transplantasi di kawasan hutan bakau.

 

Diperlukan waktu 2 tahun membuat bibit karang yang ditanam di atas substrat jadi kuat dan bisa berkembang biak. Banyak hal yang bisa dieksplorasi terkait wisata alam di kawasan TNBB, namun terkait konsep pariwisata berkelanjutan maka perlu disikapi dengan serius.

Pasalnya kepala balai TNBB, Agus Ngurah Krisna, mengatakan salah satu kendala yang dihadapi TNBB adalah sampah anorganik. Masyarakat setempat, masih ada yang buang sampah sembarangan ke TNBB.

Pihak TNBB mentarget akhir 2018 sistem pengelolaan sampah bisa dilaksanakan. Sehingga hasil daur ulang sampah bisa bernilai ekonomis bagi masyarakat. (ard; ard; Agung Rahmadsyah; Bahan dari : https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181026011659-269-341532/jelajah-kawasan-taman-nasional-bali-barat)-FatchurR  *Tamat……..…

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close