Islam

Sikap Muslim Menghadapi Musibah

Beberapa waktu yang lalu bumi pertiwi acap kali tertimpa musibah. Gempa bumi, banjir, tanah longsor, hingga tsunami. Tidak sedikit muslim yang menjadi korban. Lantas apa sikap seorang muslim menghadapi musibah?

 

Musibah diturunkan oleh Allah berupa kebaikan dan keburukan. “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS AlAnbiya : 35)

 

Musibah adalah ketentuan dari Allah SWT yang tidak bisa ditolak atau dicegah. Tapi manusia wajib  menghindari atau mengantisipasi dari bentuk2 musibah yang sudah atau yang akan terjadi pada diri kita. Seorang yang terkena sakit wajib berobat agar sehat seperti sedia kala. Bila terkena banjir, kekeringan, atau bencana alam lain, diwajibkan baginya untuk menghindar dari bahaya itu.

 

Musibah diturunkan Allah memiliki berbagai makna. Musibah diberikan kepada suatu hamba bisa sebagai penghapus atas dosa yang diperbuat. “Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573).

 

Musibah diturunkan Allah sebagai teguran atas perbuatan dosa di masa lalu. “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396).

 

Upaya untuk mengantisipasi musibah selain pencegahan, tapi juga tingkat penanggulangannya. Karena membiarkan diri dalam kerusakan dan kebinasaan itu bertentangan prinsip2 Alquran dalam menjaga jiwa. ”Janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena Allah menyukai orang2 yang berbuat baik.” (QS Al Baqarah : 195).

 

Islam memberikan tuntunan dalam menyikapi musibah yang dialami oleh seseorang, berupa istirja (mengembalikan segalanya pada Allah SWT) dengan mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (kami milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya) serta melakukan antisipasi.

 

Berdoa agar musibah yang menimpa diri kita hanya bentuk ujian dari Allah SWT bagi hamba-Nya yang soleh. Ikhlas dan lapang dada menghadapinya, agar kita mendapat rahmat dan pahala-Nya. Musibah2 yang Allah turunkan pada kaum sebelumnya bisa dijadikan pelajaran bagi umat Islam. Musibah yang diturunkan kepada kaum Nabi Nuh.

 

Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun, namun yang beriman hanyalah 80 orang. Kaumnya mendustakan dan memper-olok2 Nabi Nuh. Lalu, Allah mendatangkan banjir besar, kemudian menenggelamkan mereka yang ingkar, termasuk anak dan istri Nabi Nuh (QS Al-Ankabut : 14).

 

Kaum Nabi Hud. Nabi Hud diutus untuk kaum ‘Ad. Mereka mendustakan kenabian Nabi Hud. Allah lalu mendatangkan angin dahsyat disertai dengan bunyi guruh yang menggelegar hingga mereka tertimbun pasir dan akhirnya binasa (QS Attaubah: 70, Alqamar: 18, Fushshilat: 13, Annajm: 50, Qaaf: 13).

 

Kaum Nabi Saleh. Nabi Saleh diutuskan Allah kepada kaum Tsamud. Nabi Saleh diberi sebuah mukjizat seekor unta betina yang keluar dari celah batu. Namun, mereka membunuh unta betina tersebut sehingga Allah menimpakan azab kepada mereka (QS ALhijr: 80, Huud: 68, Qaaf: 12).

 

Kaum Nabi Luth. Umat Nabi Luth terkenal perbuatan menyimpangnya, yaitu menikah dengan sesama jenis (homoseksual dan lesbian). Kendati diberi peringatan, mereka tak mau bertobat. Allah memberi azab ke mereka, gempa bumi dan angin kencang dan hujan batu dan hancurlah rumah2 mereka. Kaum Nabi Luth tertimbun di reruntuhan rumahnya (QS Alsyu’araa: 160, Annaml: 54, Alhijr: 67, Alfurqan: 38, Qaf: 12).

 

Alquran mengingatkan kita atas kenyataan ini: “Apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan akibat (yang diderita) oleh orang2 sebelum mereka? Orang2 itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memak-murkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan.

 

Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah tidak sekali-kali berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS Ar-Ruum : 9). Wallahu alam.***(opch)-FR*

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close