TELKOMGrup dan SEKAR

Mimpi Seluler 5G Tapi 2g Masih Digelar

Tanggal 9/1/19, di acara Alibaba Cloud, Menkominfo bikin statemen yang keren bingits dan berwawasan. Ia menantang Operator untuk mengimplementasikan seluler super cepat 5G di Indonesia tahun 2019 ini juga. “Tahun ini juga harus masuk,” katanya (tempo.co).

 

Sambil berdecak kagum, saya garuk2 kepala. Dengan pengoperasian 5G kelak, maka di Asia seluler digital Indonesia akan berdiri sejajar dengan Korea dan Jepang. Ironisnya, di desa Waringin (kode pos 97770), Kabupaten Morotai; Menkominfo diminta meresmikan seluler jadoel GSM 2G yang cuma bisa untuk bertelepon dan SMS, speed-nya pun hanya superlemot 64 Kbps.

 

Bandingkan dengan kecepatan superior 5G yang minimal 1Gbps, atau lebih dari 15.00 kali seluler 2G. Wow!

 

Makanya, saya mau curhat ke BRTI (Badan Regulatori Telekomunikasi Indonesia) tentang penggelaran seluler GSM 2G yang masih terus berlangsung di desa 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) di Indonesia.

 

Kita tahu, di banyak negara, infrastruktur 2G ini umumnya sudah purnabakti dan jadi penghuni museum. Sebahagian lagi berubah fungsi menjadi rumpon di laut. Ajib, sementara di desa teknologi uzur GSM 2G masih digelar, di Ibukota MIMO 5G sudah “diwajibkan” mengudara.

 

Sejatinya, mengoperasikan perdana sinyal lawas 2G di pedesaan, sama dengan menghambat peradaban bahkan memundurkan harkat masyarakat seperempat abad (!) ke belakang. Kita tak boleh under estimate.

 

Walaupun nun jauh di sana, saudara-saudara kita di desa terpencil sekarang sudah pada melek informasi. Ada atau tanpa listrik PLN, mereka sekarang sudah mirsani siaran tivi parabola. Setrika listrik bukan barang asing lagi dan mereka pun pada punya sepeda motor bebek.

 

Kendati hidup di desa, mereka amat mendamba akses internet. Sayang seribu sayang, BAKTI Kominfo masih tega memberi mereka teknologi 2G. Moto “desa berdering” adalah slogan abad alif. Dah kuno. Mengatasi ketertinggalan sistem akses telekomunikasi di pedesaan, resep mujarabnya cuma satu, yaitu “internet masuk desa”.

 

Kominfo tentu akan konsisten dengan predikatnya sebagai kementerian “komunikasi dan informatika”. Kominfo (dan BAKTI) berperan strategis sebagai prime mover pembangunan desa 3T dengan wawasan TIK masa depan. Bila pancaran sinyal 4G bisa dinikmati masyarakat desa, maka kesenjangan digital serta merta berakhir dan ini akan menjadi legacy yang indah bagi Kabinet Kerja saat ini.

 

Program Nawacita yang menganut strategi membangun dari pinggiran, janganlah dicederai dengan penerapan teknologi yang sudah terpinggirkan. Kesenjangan jasa seluler antara desa (2G) dan kota (5G) sama sekali tidak senafas dengan Pancasila dan UUD ’45. Di atas semua itu, Negara tak boleh abai terhadap hak azasi masyarakat desa dalam hal kemudahan mengakses informasi di era milenia.

 

Kita berharap jangan lagi ada diskriminasi terhadap martabat desa dengan hanya memberi sinyal seluler 2G kepada saudara kita di daerah 3T. Mereka sama dengan kita, semaksimalnya harus difasilitasi untuk bisa menggunakan internet.

 

Mereka juga ingin ber-WA-ria, menjelajah Youtube, posting medsos dan mengakses ceramah agama. Sebagai insan Indonesia merdeka, mereka berhak berselancar menjelajah dunia maya. Telekomunikasi seluler pada hakekatnya menabukan perbedaan kasta antara kota dan desa.

 

Nah, karena itu BRTI boleh dong kita colek nyalinya. Demi kemajuan bangsa, BRTI bisa menyetop penyebaran teknologi kadaluwarsa. Halo para punggawa BRTI Ismail, Johny Siswadi dan Bambang Priantono dkk, mari beraksi dengan memoratorium GSM 2G. Hilangkan kontroversi 5G yang pro-robotik vs 2G yang sudah berusia 25 tahun dan harus pensiun ini.

 

Kepada para Bupati yang masih memiliki wilayah 3T, saya juga menghimbau agar tidak segan-segan menolak kehadiran sinyal GSM 2G di desanya. Minta aja LTE 4G Telkomsel plus wi-fi Pak, agar kemajuan ekonomi dan sosial di desa dapat meningkat cepat. Di era yang sama, terlalu kontradiktif antara upaya “pelestarian” 2G dan mimpi menghadirkan 5G ini.

 

Ehm, kita boleh menduga, bahwa jawaban klasik terhadap “appeal” ini adalah biaya transport 4G LTE yang tinggi, waktu yang mepet dan model bisnisnya. Tetapi, dengan berbaik sangka, kita berharap tekad membangun kesetaraan infokom demi kemaslahatan masyarakat, insyaAllah akan dapat mengalahkan segala rintangan.

 

Pemikiran Presiden berupa tol laut dan tol darat, haruslah kita dukung penuh dengan tol internet. Hanya dengan cara itu, maka cita-cita mewujudkan masyarakat informasi digital-milenia akan segera terwujud. Kita percaya, Menteri Rudiantara akan mampu menjawab tantangan ini. Salam Indonesia!

(garuda sugardo (Anggota Dewan TIK Nasional; dan Majelis Kehormatan Etik PII)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close