Iptek dan Lingk. Hidup

Suku Anak Dalam Penjaga Rimba(2/2)

(drtikTravel Community)-Remaja putri sudah menggendong anak

Saya diajak melihat tanaman obat (Pasak Bumi). Peserta open trip cowok begitu tahu tumbuhan kecil itu pasak bumi langsung mesem, karena dikira  obat kuat. Bagi SAD Pasak Bumi berfungsi sebagai obat batuk dan demam. Yang diambil akarnya saja lalu direbus dan diminum. Dari pengakuan SAD, rasanya bakal pahit banget. Saya pakai paracetamol aja deh kalau sakit.

 

Mereka punya pengetahuan meracik bahan2 dari alam, namun saya mencemaskan kesehatan terutama wanita yang menikah di bawah umur. Rata2 keluarga SAD, masih remaja minimal menenteng satu bayi. Kehamilan muda ini karena tidak diawasi dan berisiko. Contoh si nenek, dia tidak ingat lagi tepatnya sudah belasan anak yang pernah ia lahirkan.

 

Beberapa meninggal. Begitupun anak perempuannya, ketika akil balig, melahirkan banyak namun yang bertahan tinggal 8 saja. Sulam, sang cucu, usianya tak lebih dari 17 tahun, telah melahirkan seorang bayi namun juga meninggal. Aku miris karena ini seperti lingkaran setan yang tak berujung.

 

Akses sulit menjangkau mereka membuat nyaris tak tersentuh fasilitas kesehatan. Anak2 terlihat punya luka yang kadang dialami anak umumnya seperti koreng, atuh atau tergores karena tak pakai sandal. Karena tidak mendapat pengobatan cepat dan tepat, maka proses penyembuhan lebih lama yang bikin saya takut luka itu bakal mengakibatkan infeksi yang lebih parah.

 

Saya menyesal andai tak hanya bawa kain /  permen agar mereka senang, harusnya juga bawa obat-obat ringan untuk membantu mereka. Saya tak bisa bayangkan kalau adik2 ini sakit gigi, harus berjalan berjam-jam keluar hutan sambil menahan perih di pipi untuk berobat ke puskesmas terdekat yang jaraknya jauh.

 

Di akhir trip, langkah kakiku amat berat ketika berpamitan. Padahal tak sampai 12 jam, namun hati ini seperti tertambat pada tatapan anak2 rimba yang polos, kuat dan tidak takut pada orang asing yang baru dilihatnya. Sensasi bisa merasakan tinggal di belantara tanpa akses listrik, sinyal dan air minum, membuat sadar betapa beruntung dan kayanya hidup saya yang kerap kali saya kesali.

 

Saya takut ini bakal jadi momen terakhirku bisa melihat kehidupannya secara alami ini. Akankah budaya mereka bertahan meski diterpa modernitas? Peradaban manusia terus berubah. Budaya mengikuti pola hidup manusia. Sebisanya, secepat mungkin melihat tempat dan menjelajahinya itu kesempatan terbaik.

(Lenny; Bahan dari : https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-4594891/suku-anak-dalam-sang-penjaga-rimba)-FatchurR * Tamat……..

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close