Kompas Minggu tanggal 08/03/12, memuat foto-foto kota tua Lasem. Koran itu mengangkat arsitektur kuno loji Cina dari Kota Pelabuhannya Kerajaan Hayam Wuruk yang menjadi sentra bisnis di abad ke 18. Sekalipun kusam dan tidak terawat, namun tetap kokoh dan tampaknya, seperti rumah-rumah lama, nyaman untuk di tempati.
Almarhumah istri saya, mengkoleksi beberapa batik pasisiran dari kota ini. Sekalipun coraknya yang relatif berani dibandingkan dengan batik dari pedalaman Jawa Tengah, namun
keanggunannya tetap tidak pudar. Ia tampak sangat cantik, bila mengkombinasikan dengan kebaya Cina yang berenda diatasnya.
Sekalipun saya belum pernah ke Lasem, tapi saya mengenal banyak tentang Lasem dari ceritanya penulis Muharyo, penulis tetap ‘Sepanjang Jalan Kenangan’ di mingguan Femina. Muharyo dan Mahbud Djunaedi adalah guru saya dalam ilmu menulis. Saya juga menyukai tulisan Slamet Suseno, tapi saya tidak mampu menirukan gaya tulisannya yang kocak. Ketiga orang istimewa itu sudah wafat, sayangnya saya belum sempat berkenalan dengan mereka.
Ada pensiunan Telkom, pak Sudarmadi namanya, yang gaya maupun wilayah tulisannya mirip Muharyo, saya mambaca lewat bukunya, ‘Saya Ingin Cerita’. Kelebihan pak Sudarmadi adalah, akurasi tulisannya yang luar biasa, karena beliau mencatat seluruh riwayat perjalanannya dengan teliti. (Salam-SH)-FR