Konsumsi perangkat teknologi informasi dan telekomunikasi Indonesia tergolong tinggi. Setiap tahun lebih kurang 70 juta perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti ponsel, tablet, dan komputer masuk dari luar negeri.
Indonesia dengan 237 juta penduduk dipandang sebagai pasar empuk bagi produsen perangkat mobile. Sebagai pasar tentu saja yang menikmati keuntungan ini adalah produsen di luar negeri. Posisi Indonesia sejauh ini masih sebagai konsumen produk-produk gadget, dan secara ekonomi belum menikmati nilai tambah karena komponen, proses produksi, dan teknologi semuanya milik asing.
Untuk memacu industrialisasi perangkat bergerak di dalam negeri Kementrian Perdagangan melakukan upaya berupa pengetatan impor lewat Peratuan Kementerian Perdagangan Nomor: 82/M-DAG/PER/12/2012. Pengetatan ini berupa impor hanya dilakukan oleh omportir terdaftar, dan mendapatkan Persetujuan Impor dan Kemendag.
Selain itu, importer hanya boleh menjual produk impronya kepada distributor, tidak bisa langsung ke pembeli eceran (retailer) alias importer tidak boleh menjadi distributor sekaligus. Importer wajib memenuhi kelangkapan berupa bukti pengalaman sebagai importer telepon selular, komputer genggam, dan komputer tablet dengan pengalaman selam tiga tahun.
Bagi distributor mereka wajib memiliki sedikitnya tiga layanan after sales. Dengan demikian jika ada kerusakan dengan perangkat yang mereka dapat memperolah layanan service, dan layanan garansi sesuai jangka waktu yang ditawarkan.
Menurut Gita Wirjawan, harga perangkat mobile saat ini masih tinggi. Dengam membangun industri ponsel di dalam negeri harganya bisa jauh lebih murah. Selain itu industri ponsel asing dapat memberikan nilai tambah kepada ekonomi dalam negeri karena akan semakin banyak industri komponen dan tenaga kerja yang terlibat.
Dengan aturan soal pengetatan impor diharapkan produsen ponsel dunia membuka pabrik di Indonesia. “Kita harus terus dukung semangat industrialisasi sampai kapan pun, supaya bisa bikin produk-produk seperti itu lah,” tutur Gita beberapa waktu lalu.
Tahap pertama aturan pemerintah ini jika diawasi ketat akan memberikan dampak positif bagi industri perangkat seluler dalam negeri. Barang tidak resmi (black market) yang tidak terkena pajak dapat ditekan sehingga mendapatkan pemasukan bagi negara.
Selama ini barang dari pasar gelap terhindari dari pajak dari PPN sebesar 10 persen dan PPH sebesar 2,5 persen yang seharusnya masuk ke negara.Direktur Pemasaran dan Komunikasi Erajaya Swasembada Djatmiko Wardoyo menyambut baik. “Aturan ini jika diterapkan secara konsiten akan menekan barang dari black market yang membuat harga jadi fluktuatif,” ujar Jatmiko Senin (6/1).
Harga pasar gelap yang lebih murah sekitar 10% menurut Jatmiko mengganggu kestabilan harga ponsel dan tablet. Sebagai distributor pihaknya berkempentingan memerangi pasar gelap karena bukan hanya merusak harga namun juga merugikan konsumen.
Diakui Jatmiko sebelum ada aturan ini sudah ada aturan untuk menekan terjadinya barang selundupan dari pasar gelap. Dengan adanya tambahan aturan yang bersifat lebih ketat ini maka barang dari pasar gelap yang masuk dapat lebih ditekan dengan syarat dilakukan pengawasan yang baik dan konsisten.
Jika tidak dilakukan pengawasan terhadap barang dari pasar gelap menurut Jatmiko maka akan berpotensi merugikan industri dalam negeri. Apalagi diproyeksi 2013 penjualan ponsel dan tablet akan meningkat dari 45 juta pada 2012 menjad sekitar 50 juta.
Meski mendukung aturan itu Jatmiko kurang sependapat aturan ini dapat merangsang industri perangkat bergerak untuk masuk ke dalam negeri. Aturan ini perlu didukung dengan banyak aturan dan penghilangan hambatan agar industri perangkat seluler memproduksi dalam negeri. “Masih jauh. Saya melihatnya sederhana, yaitu dapat memberi proteksi bisnis ponsel dan tablet di Indonesia,” katanya.
Sebaiknya industri ponsel dalam di negeri perlu didorong karena akan memberikan nilai tambah bagi kemajuan eknonomi dan profolio teknologi telekomunikasi Indonesia. Indonesia dapat dipandang sebagai produsen dan penghasil teknologi komunikasi lewat reputasi dalam membuat ponsel lokal.
Menurut Jatmiko iklim investasi masih belum kondusif sehingga produsen masih belum berani membuka industri ponsel di Indonesia. Dengan potensi pasar yang sangat besar sebenarnya cukup penting untuk menarik perhatian, namun dibutuhkan kesiapan dari segi aturan, teknologi dan insentif. “Masih jauh. Tapi kalau ada usaha kita Amini saja,” ujarnya.
Menurut Ketua Komite Invasi Nasional (KIN) Zuhal Abdul Kadir prihatin dengan kondisi Indonesia yang hanya sebagai konsumen. Ia mengatakan kita hanya bisa impor dan mengundang investasi. “Investasi yang masuk tidak dimanfaatkan untuk mengembangkan produk dalam rangka membentuk produk dalam negeri,” katanya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Jika hanya melakukan impor saja tidak akan berdampak bagi perekonomian dan kemajuan industri. Dengan melakukan inovasi sendiri hal ini akan berdampak. Zuhal menuturkan sebagai pasar Blackberry terbesar seharusnya RIM dipaksa membuat pabrik di sini kalau tidak distop saja.
Sementara pengamat telematika Teguh Prasetya, dalam membangun industri ponsel Indonesia bisa meniru China. Selain mengundang investasi negera tirai bamboo ini membuat laboratorium untuk sebagai copy lab produk-produk mobile yang ada selama ini.
Merek Lokal
Salah satu mereka yang memiliki komitmen membangun industri perangkat mobile adalah Polytron. Public Relations & Marketing Event Manager Polytron Santo Kadarusman menilai ponsel merupakan industri masa depan sehingga pihaknya harus memulai terlibat dalam pembuatan ponsel sejak sekarang.
Polytron berusaha memproduksi sendiri ponselnya. Dengan cara ini suplai dapat diatasi dan harganya lebih murah. Kini Polytron meningkatkan kandungan lokal dalam negeri hingga 55% agar bisa disebut ponsel lokal. Tantangan yang dihadapi belum semua komponen dihasilkan di dalam negeri. Polytron akan berusaha membuatnya, sehingga menjadi industri yang mumpuni dalam industri perangkat mobile.
Meski dinilai belum ada produk lokal dalam produk ponsel namun saat ini beberapa lembaga swasta dan pemerintah telah melakukan kerjasama. Menurut Manager Komunikasi Publik IMO Sugiharianto Akbar selama ini PT Inti dan BPPT melakukan kerjasama dalam pembuatan ponsel lokal.
IMO telah membuat pabrik ponsel dengan menggandeng PT Inti untuk membangun insdustri perakitan dengan dibantu para peneliti BPPT. Pembangunan pabrik ini, diharapkan kita mampu memproduksi perangkat telekomunikasi, terutama ponsel dengan kapasitas yang lebih besar lagi.
Selama ini IMO dan sedang mengembangkan proses pembuatan Integrated Circuit (IC) dan board. IC merupakan komponen elektronik dari bahan semi conductor dari gabungan bermacam komponen seperti resistor, kapasitor, dioda dan transistor yang terintegrasi menjadi sebuah rangkaian berbentuk chip untuk membuat perangkat dengan ukuran kecil. (hay/E-6; http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/109779)-FatchurR