Menurunnya pendapatan operator telekomunikasi di tengah meningkatnya jumlah trafik merupakan fenomena global. Pendapatan mereka cenderung menurun di tengah kebutuhan melakukan investasi, pemeliharaan peralatan, dan sejenisnya yang membebani keuangan. Menurut pengamat telematika, Teguh Prasetya, fenomena gunting merupakan fenomena global dan fenomena ini tidak bisa dilawan.
Telekomunikasi telah menjadi kebutuhan sehingga tarif yang murah telah menjadi harapan masyarakat. “Telekomunikasi tidak boleh mahal karena telah menjadi kebutuhan,” kata Teguh di Jakarta, Rabu (2/1). Menurut Teguh, tidak perlu membuat regulasi untuk melindungi industri telekomunikasi.
Fenomena global ini harus disikapi dengan cara bijak, bukan dengan aturan yang nantinya membuat protektif. Industri telekomunikasi harus terbuka dan demokratis agar tidak mundur (set back). Adanya pelarangan penawaran konten premium pascakasus sedot pulsa oleh BRTI pada Oktober 2011 yang disebut Black October berdampak sangat buruk bari industri konten.
Banyak industri kecil dan besar mati dan sampai sekarang kondisi ini belum pulih. Menurut Teguh, aturan jika hasilnya berdampak mematikan industri telekomunikasi dan turunannya sebaiknya tidak diperlukan. Biarkan semuanya berjalan secara business to business agar industri telekomunikasi dapat berkembang lebih maju.
Pemerintah hanya bertindak sebagai wasit saja dan jika ada pelanggaran disemprit. “Yang mau menikah kan mereka pelaku industri. Pemerintah hanya menjadi saksi saja,” ujar dia. Pemerintah, dalam hal ini BRTI, tidak perlu membuat aturan untuk melindungi industri telekomunikasi jika di kemuadian hari akan mengerdilkan.
BRTI perlu melihat secara makro bahwa industri telekomunikasi yang maju berdampak bagi kemajuan ekonomi, kemajuan bisnis teknologi informasi dan telekomunikasi, serta peningkatan GDP. Untuk melawan over the top (OTT) yang menggerus pendapatan operator, menurut Teguh, harus dilawan dengan membuat aplikasi-aplikasi dengan kualitas yang sama. Strategi yang dilakukan China, Korea, Jepang perlu ditiru. ketiganya telah berhasil membuat OTT lokal yang lebih dapat memenuhi kebutuhan konsumen lokalnya dan juga global.
Pengembang aplikasi Korea berhasil membuat Line dan Cocoa Talk yang berjalan di sistem operasi iOS milik Apple dan Android. Kedua aplikasi ini telah berhasil menjadi alternatif pilihan aplikasi chatting dan media sosial di luar OTT. Pengembang aplikasi lokal perlu didorong dengan pemberian insentif dan kerja sama.
Insentif dapat diberikan berupa modal, fasilitas, dan sebagainya. Untuk mengatasi OTT yang menggerus bisnis operator, menurut Teguh, mereka perlu diberikan peran yang jelas dengan rambu-rambunya. OTT perlu diajak bekerja sama dalam berbagi pendapatan agar tidak liberal. Namun demikian, tidak dengan cara melindungi operator yang akhirnya berdampak pada mahalnya ongkos telekomunikasi. (hay/E-6; http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/109459)-FR