P2Tel

Kesalihan sosial wujud ketakwaan

Kesalihan individu dan sosial.
Habluminalloh dan habluminannas adalah dua kata yang hampir selalu bergandengan, semua ibadah vertikal pasti mengandung unsur horizontal, atau dengan kata lain habluminalloh pasti mengandung unsur habluminannas, terutama dilihat efek keberhasilannya.

 

Salat (sholat) adalah ibadah habluminalloh yang diperintahkan berjamaah / kebersamaan, Firman Alloh “Tegakkan sholat, tunaikan zakat, dan rukuklah bersama” (QS Al Baqoroh ayat 43), kalau hanya salat namun tidak berbuat kebajikan kepada ortu, saudara atau tetangga, akan berbeda kualitasnya dengan orang yang salat dan berbuat kebajikan.

Shaum menganjurkan berbagi (“Pemberi makan / berbuka kepada yang shaum akan mendapat sebesar pahala dari orang yang shaum” Hadits Muttafaqun alaih). Zakat disamping memenuhi perintah Alloh Swt dampaknya terasa oleh mustahik, termasuk infaq shunnah dan wakaf yang fenomenal.

 

Seseorang yang salih secara individu berbeda dengan yang salih secara social. Orang salih individu tapi tidak salih secara sosial bisa dikatakan tidak lengkap, karena nilai keislaman harus terasa dalam kehidupan keseharian bermasyarakat sebagai bagian dari rakhmatan lil ‘alamin.

Takwa dan kemabruran ibadah.
Setiap muslim berharap ibadahnya diterima (mabrur). Kemabruran ibadah syar’i antara lain tergambar dari peri kehidupan keseharian yang jauh lebih positif, baik dari peribadatan yang menggambarkan kesalihan pribadi, dan amalan yang berdampak dalam kehidupan masyarakat.

 

Sering firman Alloh diakhiri dengan redaksi “agar menjadi orang yang bertakwa”. Takwa dalam arti menjalankan semua perintah dan menghindari semua larangan-Nya seperti dicontohkan Rasul Saw yang harus jadi bekal sekaligus jadi hasil dari semua ibadah.

Al Qur’an banyak menyebutkan ketakwaan dan tandanya  antara lain :  QS Ali Imran ayat 134-135. Difirmankan ciri orang takwa yaitu : Menafkahkan harta dalam keadaan lapang-sempit, menahan amarah, memaafkan kesalahan, berbuat kebajikan, senantiasa bertobat atas dosa-dosanya.

 

Ini bentuk kesalihan individu yang erat hubungannya dengan kesalihan social, dalam arti seseorang yang bertakwa sesuai dengan firman Alloh tersebut, maka masyarakat akan mendapatkan pengaruh yang positif dalam kehidupannya.

Fakta yang kontradiktif.
Sebagai renungan kita lihat gejala yang terjadi, kondisi yang berlawanan dengan ciri orang bertakwa, kehidupan kini menunjukkan kebatilan-kezaliman terstruktur yang beranak pinak menjadi kehidupan mengarah materialisme dan individualistis, kurang kepedulian terhadap sesama insan dan lingkungan, mudah marah dan melakukan pengrusakan, sangat sulit untuk memberikan maaf atas kesalahan orang lain, tidak tampak upaya bertobat untuk kezaliman dan kebatilan yang dilakukan. Hal itu terjadi di kalangan bawah dan elit pimpinan, rakyat kebanyakan atau kaum berpendidikan.

Apa yang bisa diperbuat.
Islam untuk kebaikan manusia lewat ajaran syar’inya, dan hanya diijinkan marah terhadap kebatilan, kezaliman dan semua yang dibenci Alloh Swt, dan berusaha mengoreksi, dan itupun bisa berbagai tingkatan.

 

Sebagaimana sabda Rasul Saw, jika menjumpai kebatilan maka luruskan dengan tanganmu, dalam arti otoritas yang dimiliki, kalau tidak bisa maka dengan perkataan, atau kalau tidak kuasa maka luruskan lewat hatimu yaitu minimal dalam hati tidak menyetujui kebatilan tersebut.
Contoh amarah terkendali ditunjukkan Ali bin Abi Tholib pada suatu peperangan siap membunuh seorang kafir namun batal karena musuhnya meludahi beliau, dan ketika ditanya sahabat lain kenapa batal, maka Ali bin Abi Tholib berkata: “ Waktu diludahi aku marah, dan aku tidak mau berperang atas dasar kemarahan pribadi tapi berperang semata-mata membela agama Alloh”.

Ciri orang bertakwa, dampaknya berpengaruh pada kehidupan orang kurang mampu adalah menafkahkan hartanya, dalam keadaan lapang atau sempit. Begitu banyak aghniya yang kehidupan social ekonominya berlebih, namun disisi lain secara factual banyak yang kurang beruntung.

 

Jadi agar ketakwaan ini meningkat, bantulah kaum dhuafa, fakir, miskin, anak yatim termasuk anak jalanan, agar kehidupan mereka lebih baik. Walau secara yuridis kewajiban pengentasan kehidupan mereka di pundak pemerintah, namun suatu perbuatan terpuji dari sisi agama dan sisi social kemasyarakatan jika para aghniya berkontribusi karena kaum kurang mampu ini butuh pemenuhan hak dasar hidupnya seperti, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.

Upaya meredam kebatilan-kezaliman mulai dari diri sendiri dengan cara hidup tidak materliastis dan individualistis / egois, jujur, tidak mengumbar amarah yang tak perlu, memaafkan dan memupuk  kebersamaan, berbagi atas kelebihan yang dimiliki baik tenaga, fikiran dan juga harta.

Berbagi harta adalah amalan yang sangat dianjurkan dan bernilai jihad menegakkan syiar Islam, dan menjadi perhatian serius para aghniya untuk melaksanakan, apalagi jika dihubungkan Firman Alloh dalam QS Adz Dzariyat ayat 19 ”Pada harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta”. jika kita bisa melaksanakan Insya Alloh ketakwaan kita berdampak terhadap kehidupan sosial. Wallohu ‘alam. (Nanang Hidayat)-FR.

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version