Dikutip dari buku “ Tokoh Tokoh Sejarah Perjuangan dan Pembangunan Pos dan Telekomunikasi di Indonesia”, Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, 1985 hal 829 s/d 835… oleh Bp. Rizal SC
Keputusan Presiden No. 210/M tanggal 5 September 1983 telah mematahkan semua spekulasi yang terdengar santer waktu itu, sebelum penggantian direksi baru Perumtel. Ini merupakan kejutan akhir tahun 1983, ketika Ir. Willy Munandir bertahan pada.posnya yang selama ini dipegangnya, yaitu Direktur Utarna (Diruttel) PERUMTEL, yang untuk pertama kali dijabatnya pada tahun 1973, dan dijabat lagi untuk kedua kalinya pada tanggal 1 Oktober 1983. Keputusan Presiden itu merupakan debut besar bagi suatu Badan Usaha Milik Negara yang tentu saja berdasarkan penilaian konkrit, bahwa Willy Munandir berhasil menduduki jabatan Dirut selama 12 tahun tanpa henti. Ternyata memang ia seorang tokoh yang dapat menjunjung tinggi nama PERUMTEL dimata rakyat. Ia berhasil meningkatkan reputasinya dalam mengelola pertelekomunikasian negeri ini.
Spekulasi yang terdengar waktu itu mengundang kekuatiran kalau-kalau Willy dipindah sehubungan dengan ucapannya dihadapan pers mengenai pulsa meter. Willy meyakinkan dirinya, bahwa masalah pulsa meter telepon ialah masalah intern PERUMTEL; dan PERUMTEL tak bisa digugat karena pulsa meter bukan kerja manusia, tetapi kerja elektronik yang tak pernah bohong. Mempelajari sejarah lama, seorang pejabat tinggi bisa saja diganti karena opini publik. Tapi prestasi besar yang diciptakan Willy membawanya ke tempat yang benar. Sebab, setiap pengangkatan seorang pejabat senantiasa didasari penilaian, apakah orang itu cakap untuk menduduki tempat tertentu sesuai yang dibutuhkan, terutama di masa pembangunan ini. Orang percaya, bahwa pengangkatan Willy bukanlah keinginannya.
Kini dunia terbuka bagi mereka dan kesejahteraan jadi merata. Dalam kenyataan inilah, Willy Munandir ambil bagian. Ir.Willy Munandir dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 10 April 1936, dari keluarga Mangoendiprodjo. Ia menikah di Sukarnopura pada tanggal 21 April 1965 dengan Elizabeth Louise Sangkilawan, asal Manado, dan kini dianugerahi 3 orang anak laki-laki, dan seorang perempuun. Setelah tamat SMA tahun 1953, ia melanjutkan pendidikannya di ITB jurusan elektro, dan lulus tahun 1960. Sebagai tambahan, ia mengikuti Sespa angkatan ke II tahun 1981 dan Lemhannas tahun 1983.
Jenjang kekaryaan Willy Munandir termasuk cepat, dan selalu tepat dalam menduduki jabatan tertinggi di Perumtel. Ini merupakan proses penjenjangan yang langka. Loncatannya demikian jauh hingga ia tidak pernah melalui urutan jabatan struktural sebagai layaknya seorang karyawan, yang meniti kariernya dari bawah dengan tanjakan yang konstan. Dari pengalaman kerja dan apa yang pernah dijabatnya dapat diketahui, bahwa Willy sudah sejak lama mempersiapkan diri untuk menerirna tugas penting BUMN ini. Ia mulai bekerja di Postel pada tahun 1960 sebagai Ahli teknik dan ditemptakan di laboratorium PTT di Tegallega Bandung. Walau di tempat ini ia bekerja selama 4 tahun dengan status “Ps” (Pegawai sementara), namun pada akhir 1964 ia langsung diangkat sebagai Kepala Wilayah Usaha Telekomunikasi ke-XII (Kawitel-XII) Jayapura.
Baru 2 tahun ia menduduki tempat itu, maka pada tahun 1966 ia diangkat sebagai Kepala Wilayah Usaha Telekomunikasi ke-IV (Kawitel-IV) Palembang, sampai tahun 1968. Pada tanggal 18 Agustus tahun 1969, ia dipindahkan ke Bandung dan diangkat sebagai Kepala Wilayah Usaha Telekomunikasi ke-VIII (Kawitel-VIII). Rupanya tahun itu merupakan tahun kejayaan bagi Willy Munandir. Jabatan Kawitel-VIII didudukinya kira-kira 4 bulan, ketika ia diangkat sebagai Direktur Operasi di Kantor Pusat Bandung mulai tanggal 27 Desember 1969. Jabatan ini dipegangnya cukup lama, sampai tahun 1973. Pada tanggal 2 Pebruari 1973 akhirnyn ia menduduki jabatan puncak di Perumtel, sebagai Direktur Utama. Jabatan Diruttel ini didudukinya dalam 3 tahap.
Yang pertama tahun 1973, tahun 1979 dan tahun 1983 hingga sekarang. Kegitan Willy Munandir memang menonjol, bukan saja didalam negeri, tetapi juga diluar negeri. Sebagai pejabat teras ia banyak melakukan perjalanan dinas keluar negeri bahkan sebelum pengangkatannya sebagai pegawai tetap, ia sudah mendapat tugas belajat di Jepang untuk mengikuti Training Microwave and Carrier Communication di tahun 1963.
Tahun 1976 ia menghadiri Sidang Tahunan Meeting of Singnatories di Singapura, dilanjutkan dengan menghadiri International Simposium Telecommunication Changing World di Swedia, dan Conference on the Evaluation of Communication Satellite Effect di Honolulu. Tahun 1976 ini, perjalanannya keluar negeri memang paling banyak. Selain sidang diatas, ia masih juga menghadiri Sidang SEAG lagi untuk Intelsat di Changmai, Thailand, diteruskan dengan Sidang SEAG berikutnya untuk Working Group Asian, dan Sidang Asian Telecommunication Administration special Meeting di Bangkok. Rupanya sidang yang dihadiri itu yang bersifat rutin, ada pula yang tahunan, dan ada .yang insidental. Pada tahun itu juga, ia menghadiri Extraordinary Meeting of Signatories, dilanjutkan Second Meeting of the Assembly of Parties di Nairobi. Terakhir ialah menghadiri pertemuan untuk Persiapan dan pengawasan terakhir bertalian dengan peluncuran Palapa di Tanjung Kennedy, Amerika Serikat.
Pada tahun 1977 berikutnya, iarnenghadiri peluncuran Palapa II, yang merupakan rentetan peluncuran Palapa I di Tahun 1976, di Amerika Serikat. Dilanjutkan dengan menghadiri Conference Communication di Kuala Lumpur. Setelah itu dilanjutkan dengan menghadiri European Conference (Eurocon 1977) di Venezela Italia, kemudian kembali lagi ke Kuala Lumpur, untuk menghadiri SOM Trancom. Terakhir Submarine Cable Meeting di Singapura disambung dengan pembicaraan dengan fihak Administration Philipina tentang Palapa dan ETPI Meeting, di Manila. Tahun1978 ia menghadiri Workshop International Training for Provision in Telecom di Perancis;dan kembali ke Bangkok, untuk sidang SEAG lagi. Sidang ini kemudian dilanjutkan di Kuala Lumpur, mengenai Transportasi Komunikasi Asean. Pada tahun itu juga, ia mengikuti Meeting MS-7 di Teheran, Iran, kemudian kembali ke Singapura untuk menghadiri Submarine Cable Meeting untuk kesekian kalinya.
Tidak luput pula negara Amerika Latin dapat kunjungannya. Pada tahun itu juga ia menuju Rio de Jeneiro untuk menghadiri Meeting Parties Assembly Intelsat, diteruskan dengan sidang ke 3 Sub Committee Postel Asean di Manila, dan Extraordinary Meeting Asembly of Parties Intelsat di Manila. Tahun 1979 ia menghadiri lagi sidang tahunan ,SEAG di Manila, diteruskan rapat Koordinasi SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut) di Penang, lalu ke Jenewa untuk menghadiri lTU Forum. Tahun 1980 ia menghadiri Konperensi Asia Afrika di Bandung, yang ada hubungannya dengan Hari Asia Afrika yang ke 25, tempat Postel memegang peranan penting dalam konperensi bangsa-bangsa AA itu. Kemudian Willy Munandir kembal keluar negeri, kaliini menghadiri pembicaraan dengan Telecom’s Singapura dan JTM Malaysia di Kuala Lumpur, mengenai masalah SKKL. Selain itu ia juga mengikuti Meeting of Signatories Intelsat dan Extraordinary Meeting Assembly of Parties yang kali ini dilangsungkan di Orlando. Ini juga termasuk sidang tahunan Intelsat.
Pada tahun 1980 ini kegiatannya diluar negeri memuncak. Selain sidang rutin di atas, ia masih juga mengikuti Principle Meeting yang ke 5 Malaysia – Indonesia di Kuala Lumpur, serta mengadakan pembicaraan dengan TAS dan JTM di Singapura, dan beralih ke Kuala Lumpur lagi. Tahun 1981 kembali mengadakan pernbicaraan dengan TAS lagi dalam rangka Sidang Telekomunikasi di Singapura kemudiannya. Tahun 1982 ia mengikuti peluncuran satelit SRS di Amerika Serikat. Dalam tahun 1982 dan seterusnya ia lebih banyak mencurahkan perhatian ke masalah pembangunan dalam negeri, tapi perjalanan keluar juga belum berhenti. Walaupun demikian , Willy Munandir tak pernah mengabaikan tugas-tuganya yang pokok, yaitu pembangunan telekornunikasi. Perjalanannya keluar negeri banyak hubungannya dengan Indonesia dalam organisasi dunia , seperti ITU, CCIR, CITT; Intelsat dan lain-lain.
Rupanya Willy Munandir mengikuti jejak Ir. J. Sutanggar Tengker yang banyak mengambil peranan di dunia telekomunikasi. Tapi bedanya, Willy Munandir sangat terikat pada masalah pembangunan telekomunikasi Indonesia. Ia banyak membukukan gagasannya mengenai pembangunan telekomunikasi Indonesia; antara lain yang paling terkenal: Telecommunication Development in Indonesia. Juga mengenai masalah persatelitan, terutama Palapa. Buku ini juga diterjermahkan ke dalam bahasa Inggris dan dibaca oleh kalangan cendikiawan dunia. Di Indonesia buku Willy dijadikan referensi oleh perguruan teknik , dan merupakan bacaan kaum industriawan elektronik. Ir. Willy Munandir selain terkenal karena gagasannya tentang pembangunnn telekomunikasi, juga karena termasuk pemrakarsa gagasan Telekornunikasi Wawasan Nusantara.
Pada bulan Maret 1985 ia diundang oleh Amerika Serikat dan negara Eropa untuk menghadiri forum ilmiah mengenai pertelekomunikasian negara berkembang, Indonesialah satu-satunya negara berkembang dan non industri yang dapat kehormatan untuk tampil di forum itu. Dengan gagah dan trampilnya Willy mengemukakan tentang gagasan Telekomunikasi Wawasan Nusantara dihadapan para ilmiawan Amerika Serikat. Ia menjelaskan tentang latar belakang negeri ini memilih sistem satelit sebagai sistem telekomunikasi yang paling cocok untuk negara kepulauan Indonesia ini. Dikemukakannya juga mengenai ekonorni.dan geografi serta hubungan satu sama lain mengenai sosial, ekonorni, kebudayaan, Hankam dan Politik sehingga Indonesia yang berkepulauan dan keterpencilan suku-sukunya berhasil disatukan dalam satu bahasa dan langkah, kearah kesadaran persaudaraan kokoh sebagai negara kesatuan.
Kini Indonesia dikenal bukan sebagai sebutan “Bali” atau “Jawa”, tapi “Indonesia” sebagai negara, dengan sistem telekomunikasinya Palapa…
Dalam konperensi “Foging a Global Telecommunication Strategy” yang diselenggarakan oleh CSIS dari tanggal 25 sampai 27 Pebruari 1985 di Washington DC, Ir. Willy Munandir sebagai pembicara tunggal membwakan kertas kerja “Indonesian Telecommunication Development” yang mendapat sambutan hangat dari hadirin. Tidak kurang dari 150 orang ilmiawan dan cendikiawan Amerika Serikat hadir dalam konperensi itu. Judul yang sama dibawakan pula di Perancis, dan didengar oleh ratusan orang cendikiawan negeri itu. Kini dunia memandang Indonesia sebagai negara non industri yang memiliki sistem telekomunikasi terbaik di Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, dengan satelit Palapanya. Itulah pula sebabnya, mengapa dunia memilih Menparpostel A. Tahir sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk menginventarisasi telekomunikasi di Asia. Seperti Ir.J. Sutanggar Tengker, Ir. Willy Munandir juga seorang tokoh telekomunikasi kaliber internasioal. Laki-Iaki berperawakan gempal itu seorang sarjana yang memiliki jiwa membangun dan mencintai profesinya. Sifatnya tegas dan tidak suka bertele-tele.
Di Kantor Pusat, pagi sekali ia sudah berkeliling melihat ruangan yang masih kosong. Bahkan tukang sapu pun belum hadir. Ia memasuki setiap ruangan dan mengucapkan “selamat pagi” kepada mereka yang sudah hadir. Tapi ia tidak pernah menegor orang yang bersalah secara langsung. Hanya mengenai hal yang prinsipiil ia tak mau mengalah. Pernah ia menemukan sesuatu yang tidak beres sewaktu kantor di Tanjungkarang ditambah kapasitas ruangannya. Supervisor Jerman Barat yang menangani proyek itu ditegornya. Dan karena alasannya yang dikemukakan orang Jerman itu tidak masuk akal, dicaci makilah orang itu habis-habisan.
Ir. Willy Munandir juga angota Corps Irian Barat (CB), menggantikan Ir. Suhana sebagai Kepala Daerah Telekomunikasi ke-XII di Jayapura. Serah terima jabatan antara kedua orang itu dilakukan di airport, karena selain keamanan, juga mengejar waktu, akibat sulitnya penerbangan. Ketika itu belum ada penerbangan regular ke Irian Jaya. Serah terima itu tidak seperti upacara biasa. Yang hadir hanya beberapa orang staf, dan berjalan kira-kira sepuluh menit. Karena jabatan penting yang dipegangnya cukup lama, ia sempat pencanangan tahun Pelita pertama pada tahun 1969. Saat itu ia masih menjabat KDtel-VIII Bandung.
Sejak itu Willy Munandir selalu mengikuti jalannya pembangunan PERUMTEL dan menguasai penuh seluk beluk pembangunan telekomunikasi nusantara ini, terutama persatelitan, yang banyak melibatkan dirinya.
Ia dapat bekerja sama siapa saja, selama orang itu dinamis dan menguasai tugasnya. Ia pun cocok dengan setiap Menteri yang membawahi Dittel. Ia juga cocok bekerja dengan staf dan pesuruhnya. Namun sesibuk bagaimana pun, Willy tidak meninggalkan kemesraan keluarga. Ia seorang yang dicintai anak-anaknya. Hormat kepada istri dan suka memuji istrinya di hadapan orang banyak.
“Saya juga berterima kasih kepada istri saya, yang dengan bimbingannya yang tulus membawa saya menduduki jabatan tertinggi di perusahaan ini”, katanya pada waktu pelantikannya di hadapan para pejabat teras…
Willy termasuk orang rendah hati dan mau diajak guyonan. Dialeknya Jawa Timuran yang khas, dan ia berbahasa Jawa Timuran kalau bertemu dengan orang sekampungnya. Di forum luar negeri ia tampil dengan berwibawa dan tidak canggung, karena percaya diri dengan teguh.
Ir.Willy Munandir ialah adik M.K.M. Mangoendiprodjo, ex pejabat Ditjen Postel dan yang kini sudah pensiun. Sewaktu Willy diangkat
Selama dinasnya, Willy memperoleh beberapa tanda penghargaan. Bahkan sebelum memegang jabatan pun ia sudah mendapat tanda jasa untuk bantuannya pada Konperensi Regional FAO III pada tahun 1956. Ia juga pernah mengikuti latihan kemiliteran Pertahanan Sipil II (LKPS-II) di Bandung dan menerima tanda penghargaan tahun 1962.
Pada tahun 1979 ia menerima penghargaan Piagam Pembinaan Penataran Tingkat Nasional. Tahun 1980 menerima penghargaan Piagam pinggir perak untuk masa kerja 20 tahun, disamping tanda penghargaan atas bantuan Pelaksanaan Peringatan Konperensi Asia Afrika ke 25. Pada tahun 1981 ia rnenerima penghargaan dari Panitia Penyelenggaraan Jambore Asia Pasifik di Jakarta, dan pada tahun 1982 penghargaan dari Dewan Pembina Golongan Karya. Pada tahun 1983, ia menerima Satya Lencana Pembangunan, dan pada tahun 1984, Tanda Penghargaan Trikora.
Ir. Willy Munandir merupakan tokoh pembangunan telekomunikasi yang tak pernah diam. Pikirannya membubung terus memperluas cakrawala Indonesia. Benaknya penuh dengan konsep, terutama konsep perwujudan Wawasan Nusantara. Ia belum puas sebelum melihat Indonesia memasuki tahap akhir Pelita ke-IV, ketika kapasitas telepon akan mencapai sejuta lebih. (Sub)