Alkisah, di sebuah kerajaan, raja kegemarannya tidak lazim, yakni mengukur kekuatan prajuritnya dengan mengadu mereka di arena aduan dengan binatang buas. Banyak tentara mati sia-sia karena kesenangan yang mengerikan dari rajanya. Tak seorang pun berani menentangnya. Karena, menentang perintah raja berarti mati.
Suatu ketika, hari aduan tiba. Telah disiapkan prajurit dan hewan buas. Dari kejauhan, terdengar suara raungan marah dan lapar seekor harimau, sehingga membuat siapa pun yang mendengar menjadi ciut nyalinya, apalagi prajurit yang akan diadu.
Setelah raja duduk di tempatnya, seorang prajurit melangkah masuk arena aduan dengan pasrah sembari berdoa, siapa tahu keberuntungan memihaknya hingga tak perlu meregang nyawa. Tak lama, pintu kandang harimau dibuka. Segera harimau mengaum melangkahkan kakinya masuk ke arena dengan sikap waspada.
Beberapa saat, tegang. Prajurit menyiapkan untuk bertahan dari serangan harimau dan keanehan terjadi. Harimau yang ganas itu tidak menyerang dan siap memakan mangsanya, tetapi dia malah berputar mengendus-endus mengitari prajurit tanpa menunjukkan sikap bermusuhan sama sekali.
Anehnya lagi, harimau justru berusaha mendekat ke prajurit yang tadi sudah siap melawan harimau. Prajurit makin heran dengan tindakan harimau yang lantas menjulurkan lidahnya dan menjilat kaki si prajurit tanpa bermaksud menyakiti. Arena aduan pun menjadi heboh.
Raja segera memerintahkan membawa prajurit ke hadapannya. “Apa yang kamu lakukan kepada harimau kelaparan itu sehingga dia tidak melahapmu, malah dia tunduk dan menghormatimu? Ilmu apa gerangan yang kamu pakai? Segera beritahu rajamu ini,” perintah sang raja.
“Ampun baginda hamba tidak mengerti apa yang terjadi. Hamba pasrah sembari siap menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi. Tetapi, setelah melihat harimau yang tiba-tiba mendekati tanpa terlihat ingin menyerang, hamba juga segera menghentikan niat hamba mempertahankan diri.
Saat itu hamba teringat peristiwa, dulu hamba pernah menyelamatkan dan mengobati seekor harimau kecil yang sedang diburu dan terluka. Sangat mungkin, harimau kecil itu adalah harimau yang sama yang ada di arena tadi. Kebaikan masa lalu yang telah hamba perbuat dan tidak pernah hamba ingat, ternyata telah menyelamatkan hidup hamba hari ini.”
Kisah ini adalah gambaran dari pepatah “kita menuai apa yang kita tanam.” Meski cerita ini sulit dipercaya, tetapi peristiwa semacam itu bisa terjadi di kehidupan nyata. Semua hal itu berhubungan dengan hukum universal tentang sebab-akibat.
Walau kita lupa pernah berbuat baik kepada orang lain, tapi hukum Tuhan tidak pernah lupa. Pada saatnya kelak, kita pasti akan menerima kebaikan-kebaikan yang sepadan, bahkan melebihi apa yang pernah kita lakukan.
Begitu juga sebaliknya. Kita boleh saja lupa pernah berbuat jahat pada orang lain. Namun, bila saatnya tiba, kita pasti akan menerima ganjaran yang setimpal dengan perbuatan kita. Hal tersebut sejalan dengan keyakinan dan ajaran yang harus kita praktikkan, yaitu menjauhkan diri dari berbuat kejahatan yang merugikan orang lain dan selalu berbuat baik dan membantu sesama makhluk.
Untuk itu disisa usia ini, mari terus menanamkan benih kebaikan di setiap kesempatan, baik pada lingkungan terdekat kita maupun pada sesama. Niscaya, kita akan mampu menjalani hidup dengan penuh kedamaian, kebahagiaan, dan keharmonisan. (http://www.andriewongso.com/articles/details/5555/Kisah-Harimau-dan-Prajurit)-FatchurR