P2Tel

Suhana Subiadisastra, IR. [I]

Keluarga Mas Kulasoh Subiadisastra di Garut, yang berputra 4 anak, tanggal 15/09/36 dikaruniai seorang anak lagi, dan rupanya ditakdirkan sebagai anak bungsu yang diberi nama SUHANA. Masa kecil dan remajanya dilalui di kota kelahirannya itu.

 

Tahun 1943-1949 ia masuk SD, lanjut ke SMP selesai 1952. Setamat SMP, Garut ditinggalkan untuk melanjutkan SMA-B di Bandung. Tahun 1955, ketika diselenggarakan Konferensi Asia-Afrika, Suhana berhasil merampungkan SMA-B. Tahun bersejarah itulah ia melanjutkan studinya di FT-UI. Tahun 1959 nama sekolah ini berubah jadi ITB.

Studi Suhana lancar. Setiap tantangan dan kesulitan dapat dilaluinya dengan baik. Tidak saja di SD, SMP, dan SMA. Di ITB studinya rampung tepat waktu. Tanggal 20/06/60 ia meraih gelar Ir Elektro. Tanggal 1/8/60 Ir. Suhana diterima jadi pegawai Kantor Pusat PTT Bandung sebagai Ahli Teknik.

 

Pada masa itu PTT mempunyai ± 15 ribu pegawai, tetapi hanya ada 10 insinyur. Maka dapat dimaklumi, dalam waktu sebulan Ir. Suhana diangkat sebagai Kaur Perancang Telepon, Bagian Konstruksi. Tahun sesudah “Indonesia kembali ke UUD 1945” dan Pemerintah menggemakan “Pembangunan Nasional Semesta Berencana” (yang dirancang DEPERNAS), kedudukannya sebagai Kepala Urusan Perancang Telepon makin penting.

 

“Otomatisasi telepon merupakan masalah nasional mendesak yang harus segera diwujudkan PTT. Untuk itu, PTT membentuk “Badan Otomatisasi”, (diketuai Ir. M.J. Sahertian), yang bertugas merencanakan, dan membangun sampai selesai, sentral telepon di Indonesia. Ir. Suhana menangani proyek otomatisasi di seluruh Indonesia).

Dalam masa jabatannya (1960-1965) telah diselesaikan 20 proyek sentral telepon. Antara lain STO Darmo Surabaya (2.000 ss), STO Gambir (10.000), STO Kebayoran (9.000), STO Padang (2.000), Tanjungkarang (2.000), STO BandaAceh (600), dan perluasan’ STO Ujungpandang (2.000).

 

Ada sejumlah proyek yang mulai digarap, namun belum selesai pada masa jabatannya itu, seperti perluasan STO Medan, STO Pekanbaru, STO Banjarmasin, STO Manado, dan STO Ambon. Pada masa itu pula ada pembangunan besar-besaran di Jakarta.

 

Setelah Gelora Senayan, Jembatan Semanggi, Toserba Sarinah, Hotel Indonesia, menyusul Monumen Nasional dan Mesjid Istiqlal yang dekat Istana Negara. Pembangunan MONAS menyebabkan Kantor Telepon Gambir digeser ke lokasi baru di Jalan Medan Merdeka Selatun.

 

Di tempat ini dibangun Gedung Telekomunikasi Gambir yang kita kenal dan boleh dikatakan menjadi pusat pertelekomunikasian nasional. Tidak lama setelah pembangunan Gedung Telekomunikasi Gambir selesai Ir. Suhana diangkat sebagai kepalanya pada tanggal 1 Agustus 1965.

Tanggal 2/7/68, Ir. Suhana diangkat sebagai KDTel-XII Irian Barat mengganti Heroe Ganadi. Sebagai hasil perjuangan bangsa Indonesia yang gencar merebut Irian dari Belanda, tanggal 15/8/62 Belanda menandatangani Persetujuan New York.

 

Berdasarkan persetujuan ini wilayah Irian Barat diserahkan kepada RI tanggal 1/5/63 dengan catatan selambatnya tahun 1969 Indonesia melaksanakan referendum di Irian Barat untuk memberi hak menentukan nasib sendiri kepada rakyat Irian Barat, yang kemudian populer dengan sebutan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat).

 

Ada dua tugas pokok yang dibebankan kepada Ir. Suhana. Pertama, mempersiapkan jaringan telekomunikasi bagi pelaksanaan PEPERA itu. Kedua, menyelesaikan semua proyek pertelekomunikasian di Irian Barat yang dikenal proyek FUNDWI/PBB sebaik-baiknya-BERSAMBUNG- (Rizal Chan; Dikutip dari buku “Tokoh Sejarah Perjuangan dan Pembangunan Pos-Tel di Indonesia”, Depparpostel, Ditjen Postel, 27/9/1985)-fr

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version