Nasib Bang Bokir (hanya cerita fiktif). Bang Bokir perjaka tua yang diceritakan kemarin hutangnya sdh banyak. Ayahnya (pensiunan mandor kawat) mau membantu ngelunasin tapi MP nya sangat tdk memadai. Dulu ayahnya sewaktu pensiun dapat THT lalu dia mendirikan Wartel utk nambah2, katanya.
Nama wartelna diberi nama “SEMUR” maksudnya sebenarnya singkatan : semua umur, agar pelanggan semakin banyak, pikirnya. Dia juga membuat pembukuan yang rapi niru2 dikantor waktu dia masih aktif. Kalau dulu dia mengenal Tel 64a maka sekarang dibuatnya Bok 64a (Bok singkatan Bokir).
Demikian juga dibuatnya Bok 69, Bok 62 dsb. Sayang wartelnya lama-lama tdk menghasilkan lagi krn dikampungnya sdh banyak yang menggunakan HP. Justru terpengaruh nama “Semur” tsb tamu yg datang lebih banyak yang nyariin gudeg ketimbang mau bicara lewat wartel.
Krn tekanan ekonomi maka Bang Bokir berniat utk jadi TKI ke negeri jiran.Ibunya sebenarnya kurang setuju berpisah dgn Bokir anak kesayangannya. Ibunya teringat waktu Bokir bayi dan masih digendong dulu, ibunya sering menimang dgn lagu: Jampe jampe harupat , geura gede geura lumpat . Masya sesudah anak saya dewasa saya hrs berpisah, katanya sambil meneteskan air mata.
Tapi Bokir berjanji tetap akan menelepon dari jauh, dan mengatur cara agar bertelepon tdk bayar.Dgn sering bertelepon merupakan obat rindu , katanya. Caranya ialah telepon kalau berdering tdk usah diangkat jadi tdk akan berbayar katanya. Kalau saya menelepon jam 7.30 artinya pada hari itu saya ditimpa kerugian, kalau saya nelepon jam 8.oo tandanya hari itu saya ada rezeki katanya, tapi dua2nya gak usah disahuti , deringan telepon hanya sebagai kode saja.,katanya.
Kesepakatan mengenai dering telepon (semacam miscall) disepakati dan bahkan dibuat secara tertulis rangkap 2 (hanya tdk diberi meterai ) dan ditanda tangani bersama, disaksikan dgn tanda cap jempol engkongnya. Demikian pada hari “H” bang Bokir berangkat kenegeri jiran dengan membawa sedikit uang sebagai perbekalan . Air mata ibunya bercucuran tak terbendung.
Sampai di negeri jiran maka Bokir mendapat pekerjaan “penyadapan getah karet”, dia sendiri kurang paham karena dikiranya sama dgn penyadapan sambungan telepon, lalu diapun minta ditraining selama seminggu.
Hari pertama dia disana rupanya dia dikompas petugas hingga dia terpaksa menyogok, ingat janjinya sama ortu maka diapun nelpon pada jam 7.30 tanda hari itu dia mendapat sial. Gak sadar bahwa perbedaan waktu dgn negara jiran ada 30 menit sehingga waktu itu sdh pukul 8 waktu ditempat asalnya.
Demikian orang tuanya menganggap si Bokir dapat rezeki. Demikian juga besoknya si Bokir harus mengeluarkan duit krn ditangkap petugas imigrasi. Dia pun mengadakan call kekampungnya jam 7.30 (jam 8 00 setempat) sehingga orang tuanya pun sangat senang.
Demikianlah nasibnya selalu kurang beruntung. Suatu ketika dia didenda karena gak sengaja mecahin gelas. Beberapa kali telepon dirumahnya berdering setiap jam 8 setempat.Tadinya sih ayahnya mau nyahutin teleponnya utk mengetahui brp total rezeki anaknya sekarang, tapi ingat akan kesepakatan tertulis bhw tdk boleh disahut maka diapun mengurungkan niatnya.
Ayahnya bilang sama ibunya:” Dulu waktu si Bokir berangkat ibu sedih, kini ibu tentu senang krn anak kita selalu dpt rezeki” Ortunya gak tau bahwa si Bokir selama setengah bulan diperantauan sdh kurus dan pucat kurang vitamin apalagi uangnya yang dibawa dulu sdh semakin ludes sedang gaji dari majikannya belum diterima. (Santos Kacaribu)-FR