P2Tel

Supaya produk lokal bernilai tambah

Untuk memenangi kompetisi, perangkat mobile tidak hanya menawarkan produk saja. Vendor lokal harus kreatif menawarkan diferensiasi terhadap produknya agar menarik perhatian konsumen, salah satunya adalah mengembangkan ekosistem.

Banyak perangkat mobile yang sempat populer dan lalu tenggelam. Salah satu faktornya adalah mereka tidak memiliki ekosistem sebagai pengikat agar konsumen tetap setia. Akibatnya satu-persatu vendor lokal hilang ditelah jaman.

Keberhasilan sistem operasi Apple dan Android mengembangkan sistem operasi bergerak tidak lepas dari keberhasilan membangun ekosistem. Apple tidak hanya mengembangkan perangkat (device) saja tapi juga mengembangkan konten, aplikasi, dan jaringan. Sementara Android dipakai banyak merek karena keunggulan pada variasi aplikasinya.

Blackberry juga memiliki pengikat bukan hanya pada aplikasi dan konten game. Pesan instan Blackberry Messenger (BBM) merupakan pengikat. Pengguna akan berpikir ulang unuk mengganti perangkat ini karena harus kehilangan kontak teman atau rekan bisnisnya.

Mengaca pada pengalaman vendor internasional yang telah berhasil dalam mengembangkan ekosistem vendor lokal juga tidak mau kalah. Untuk mendukung keberadaan produk handset Android-nya, SPC Mobile yang ada di pasaran meluncurkan SPC Store sebagai ekosistem aplikasi bergerak.

GM SPC Mobile, Raymond Tedjokusumo, mengatakan persaingan bisnis ponsel pintar dan tablet lokal yang murah tengah sengit. SPC Mobile perlu mengembangkan daya tarik agar bisa berkompetisi dengan pesaing yang mengembangkan ekosistem dan menawarkan toko aplikasi SPC Store. “SPC Store juga dapat menjadi wadah kreativitas para developer lokal untuk membuat konten yang lebih berkualitas,” ujarnya (24/7).

SPC Store tidak main-main mengembangkan toko aplikasi SPC Store. Bekerjasama dengan Maxitech dari China perusahaan ini mengelontorkan uang 1 juta dolar atau sekitar 10 miliar yang dimulai 3 bulan lalu dan dibangun berkat kerja sama antara SPC Mobile-Maxitech. Investasi pembuatan platfrom ini mencapai 1 juta dolar AS, setara 10 miliar rupiah.

Raymond menguraikan untuk berkompetisi di pasar lokal yang dihuni banyak pemain SPC Mobile memiliki 3 senjata. SPC akan mengembangkan inovasi, menawarkan kualitas perangkat smartphone atau tablet dan selanjutnya layanan purna jual yang dapat memudahkan pengguna dalam service.

SPC Store berisi konten edukasi, hiburan, permainan, religi, dll. Bukan hanya hiburan, juga ekspansi ke kegiatan sehari-hari : Pembayaran listrik, belanja online, dan lain-lain. Sampai kini SPC Store memiliki 156 aplikasi lokal dari 50 developer lokal. Jumlah ini diharapkan terus tumbuh jadi 500-1000 aplikasi pada 2014 nanti dan setengahnya merupakan aplikasi berbayar.

Business Development Director Maxitech Leonard Tan akan mempromosikan aplikasi dan konten yang ada di SPC Store. Pengembang dijamin dapat memasarkan produk dan mendapat penghasilan karena SPC menawarkan bagi hasil 80 untuk pengembang dan 20% untuk SPC mobile tergantung kesepakatan.

“Kalau di toko aplikasi mobile umumnya, para pengembang diharuskan memiliki hits (jumlah unduh) tertentu, maka baru di pajang (show-case) di SPC Store semua palikasi dan konten kami dan promosikan,” janji Leonard.

SPC Store saat ini tersedia di varian Ultradroid SPC Mobile seperti S1 Link, S5 Maxx, dan S7 Neo. Saat ini produk-produk SPC Mobile telah terdistribusi di sebagian besar kota-kota besar di Indonesia hingga ke tingkat kabupaten dan kota. Untuk layanan purna jual SPC telah memiliki 9 garai service center di 8 kota yaitu Jakarta, Bandung, Garut, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Medan, dan Cibinong.

Kembangkan Jaringan
Bukan hanya meluncurkan aplikasi SPC Mobile juga meluncurkan smartphone dan phablet terbaru yakni SPC Ultradroid S1 Link, S5 Maxx, S7 Neo, dan tablet P5 Opera . Produk dengan harga 500 ribu rupiah hingga 1,6 juta rupiah untuk membidik middle-end dan low-end.

Merek lokal yang kini tengah gencara dalam membangun toko aplikasi adalah SpeedUp. SpeedUp kini sedang membangun ekosistem digital dengan konsep CDNA yaitu Content, Device, Network, dan Application.

VP Product and Marketing SpeedUp SpeedUp Rahmad Widjaja Sakti menuturkan SpeedUp tidak hanya jualan produk handset saja. SpeedUp ingin mengembangkan ekosistem agar binisnya awet. “App Store berisi aplikasi dan konten berguna dalam menarik dan mengikat konsumen,” ujarnya.

SpeedUp dengan merintis toko aplikasi dengan nama Studio9. Apps tore ini menawarkan bermacam aplikasi dan konten berupa game, music, media, dan lainnya secara eksklusif atau hanya diakses dengan perangkat SpeedUp saja. Untuk kontennya berisi informasi kesehatan kesehatan, pendidikan, dan aplikasi untuk anak dengen bekerjasama dengan media.

Kini jumlah aplikasi lokal telah mencapai 10 persen dari 850.000 aplikasi yang ditawarkan oleh SpeedUp Studio. SpeedUp bekerjasama dengan para pengembang aplikasi lokal dengan berbagi pendapatan. Pengembang akan mendapatkan 70 persen dari pendapatan sedangkan SpeedUp mendapatkan 70 persen. “Keuntungan didapat dari download (unduh) aplikasi dan konten yang sekarang pembayarannya dengan potong pulsa,” ujar Rahmad.

Pembayaran dengan kartu kredit atau uang elektronik yang dikembangkan operator seluler dan juga penyedia layanan pembayaran (payment geteway) saat ini belum tersedia. Bagi SpeedUp potong pulsa lebih pratis apalagi sekarang ini pemilik kartu kredit masih sangat kecil.

Hingga kini SpeedUp sudah memiliki 30 mitra pengembang aplikasi yang menjadi mengisi konten untuk Studio9. Pola bagi pendapatan (sharing profit) yang antara pihak SpeedUp dan pengembang diberlakukan layaknya sistem yang dipakai oleh Apple dan Android.

Rahmad menjelaskan pengembangan SpeedUp Studio bukan hanya untuk konsumen lokal. SpeedUp dengan Studio9 bertekad untuk menembus pasar luar negeri dengan turut pameran pada ajang pameran komputer Asia-Pasifik di COMPUTEX 2013 4-8 Juni di Taipei, Taiwan.

Pada pameran luar negeri ini SpeedUp memamerkan SpeeUp Pad 7,85 inci terbaru berbasis Jelly Bean untuk menjangkau pasar internasional. Lewat ajang ini Diharapkan membawa pengalaman baru kepada para konsumen, pengembang aplikasi, dan juga distributor asing. “Dan yang paling penting, kami bangga menjadikan SpeedUp sebagai produk dan layanan asal Indonesia yang mampu berkompetisi di ajang internasional,” kata Rahmad.

Untuk mengembangkan ekosistem digital SpeedUp bekerja sama dengan Intel. Kepada para pengembang Intel selama ini menyediakan peralatan dan dana. “Pengembangan ekosistem tidak dapat dilakukan sendiri tapi harus bersama-sama,”ujar Software and Service Intel First Man Marpaung. (hay/E-6)-FR
——

Platform Android dan BB Masih Jadi Primadona
Lembaga riset Gartner menyebutkan, pada 2015 koneksi data bergerak akan mencapai 7,4 koneksi di seluruh dunia. Dari koneksi ini diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sebanyak 552 miliar dollar AS.

Lembaga riset Frost & Sullivan menyebutkan, di Indonesia, pada 2011 lalu, baru tercatat 67 juta pengguna yang terkoneksi dengan mobile data. Diperkirakan pada 2016 jumlah pelanggan data bergerak mencapai 167 juta.

Koneksi bergerak tentu akan didukung dengan perangkat. Dengan dukungan perangkat yang semakin banyak, diperkirakan pada 2014 akan ada 70 miliar unduh aplikasi dari toko aplikasi (app store) setiap tahunnya. Angka ini menjelaskan bisnis aplikasi dan konten ke depannya sangat menarik untuk digeluti.

Menurut data Informa Telecoms & Media, Indonesia merupakan pasar yang cerah untuk aplikasi dan konten. Negeri ini masuk dalam 15 negera yang mendorong pertumbuhan layanan data dan value added service (VAS) di dunia. Pada 2015, diprediksi oleh Frost & Sullivan nilai bisnis digital konten mencapai 780 juta dollar, sementara ekosistem sekitar 378 juta dollar.

Menurut pengamat telematika Teguh Prasetya, angka-angka dari lembaga riset ini menjadi pedoman pengembangan ekosistem aplikasi dan mobile VAS bagi operator. Pada vendor harus mengembangkan aplikasi agar pengguna menjadi setia.

Teguh Prasetya mengatakan layanan pengikat BBM pada ponsel pintar BlackBerry sampai saat ini menjadi sarana ampuh dalam menjaring pengguna produk ini. Layanan BBM berhasil membuat orang setia kepada produk ponsel ini karena jika meninggalkan akan kehilangan banyak kontak dengan orang lain. “BlackBerry dengan BBM-nya menciptakan snowball effect karena jumlah penggunanya terus bertambah,” ujar Teguh.

Pengamat gadget dari Telkom, M Yogie P, mengatakan para vendor, terutama vendor lokal, perlu membangun toko aplikasi sebagai bagian dari pengembangan ekosistem. Pasalnya, dari segi perangkat, mereka kini hampir sama karena menggunakan prosesor yang sama dengan kekuatan yang sama. “Teknologi perangkat mobile sekarang secara berhadap-hadapan hampir sudah tidak ada bedanya sehingga memiliki kelebihan,” ujarnya.

Agar berbeda dengan para vendor lain, perlu mengembangkan ekosistem, baik jaringan, aplikasi, serta konten. Tujuannya untuk memberikan nilai tambah. Dengan demikian, ada kelebihan dibandingkan dengan merek lain dalam menyediakan layanan.

Yogie menjelaskan Apple dan Android bisa besar karena ekosistemnya yang berkualitas, berguna, dan beragam. Plaform Android kini dipakai oleh bermacam merek perangkat bergerak (mobile) karena memiliki aplikasi berkualitas dan berguna, baik gratis maupun berbayar. “Aplikasi dan konten dapat mengikat atau mem-bundling konsumen,” ujarnya.

Konsumen yang sudah menyukai konten atau aplikasi yang ada pada sebuah merek biasanya tidak akan beralih. Kalau perangkat menawarkan konten game yang sangat disukai, tentu tidak mudah bagi sesorang melepas produk dan diharapkan akan mencari produk sama yang lebih canggih di kemudian hari. (hay/E-6; http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/125427)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version