“Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” — Lukas 16:13
Yesus tidak ingin menghukum bendahara yang curang, tetapi menunjuk pada langkahnya yang tepat, yaitu: mengubah perilakunya untuk mengasihi sesama lewat pengurangan beban hutang mereka (lihat Lukas 16:5-7). Hidup memang harus direncanakan.
Untuk itu, manusia lalu membuat rencana ke depan agar selama menjalani kehidupan di dunia bisa memberikan yang terbaik bagi Allah lewat keluarga, saudara seiman, dan sesama. Sayangnya, itu terpusat pada rencana duniawi semata (lihat 2Korintus 10:3).
Padahal, langkah yang harus kita buat bagi Allah lebih dari sekadar itu (lihat Lukas 9:23). Diri ini harus “berjuang untuk mempertahankan iman” (lihat Yudas 1:3); sampai pada Hari Penghakiman dan kekekalan nanti. Bapa Paus Fransiskus dalam homili Misa Jumat pagi 20 September 2013 mengingatkan:
”Uang bisa jadi berhala yang kamu sembah. Itulah sebabnya Yesus menegaskan: ‘Kamu tidak bisa mengabdi kepada dua tuan’ (lihat Lukas 16:13). Uang adalah akar segala kejahatan yang membuat seluruh otak kita dipenuhi kesombongan sehingga meninggalkan iman,” jelasnya.
“Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari (lihat Pengkotbah 1:3)?” “Paling-paling 100 tahun umur manusia” (lihat Sirakh 18:9). Bersyukurlah, diri ini sadar bahwa uang bukanlah kebaikan tertinggi (lihat Kebijaksanaan 5:8);
Sebab tugas utama kita adalah penyampaikan keselamatan dan kebenaran Tuhan (lihat 1Timotius 2:4). “Saya tidak pernah melihat ada prosesi jenazah dengan kendaraan yang membawa kekayaannya. Pakailah itu demi kemuliaan Allah,” ujar Bapa Suci.
Tuhan berkeinginan diri ini lebih dari sekadar penggoyang dan penggerak dunia (lihat Lukas 16:8); yang ditegaskan Bapa Paus Fransiskus: “Lawanlah dunia…! Kamu diutus menjadi pembawa kebenaran, keadilan, dan damai Tuhan dalam keluarga, masyarakat dan bangsa.” (lihat Lukas 16:10).
Sebagai anak-anak-Nya, Allah “mengaruniai kita kehidupan melalui Sabda Kebenaran, supaya dari antara ciptaan-Nya kita dapat menjadi semacam buah bungaran yang dipersembahkan kepada-Nya” (lihat Yakobus 1:18). Tuhan memberikannya karena Dia adalah “Kasih” (lihat 1Yohanes 4:16).
Roh Kudus akan menempatkan secara benar dan memampukan kita menjadi saksi-Nya dengan menjalankan ajaran kasih-Nya lewat pikiran, perkataan, dan perbuatan yang terus-menerus menambah kebaikan bagi sesama dan diri ini (lihat 1Timotius 2:7).
Dengan kata lain, melalui niat rohani, kita menerima anugerah yang diperlukan (lihat Yohanes 1:16). Tanpa kasih karunia Allah, diri ini hanya akan menjadi orang yang gagal karena berpeluang salah langkah (lihat 1Korintus 15:10). Perempuan Kanaan yang penuh percaya kepada Yesus membuat anaknya dibebaskan dari kuasa kegelapan (lihat Matius 15:27-28).
Hizkia, oleh penyesalan, memperoleh tambahan umur selama lima belas tahun (lihat Yesaya 38:2-5). Ahab, oleh pertobatan dengan menjalankan puasa, membuat Allah menunda hukuman bagi dirinya sekeluarga (lihat 1Raja-Raja 21:27-29).
Maria, oleh keyakinannya, berhasil mengetuk hati Yesus untuk mengubah air menjadi anggur (lihat Yohanes 2:3). Diri ini bukan sedang memaksa Allah.
Tetapi, bermodalkan iman, kita membuka diri sepenuhnya pada belas kasihan Allah melalui doa dan langkah kita.
Kita percaya Bapa-telah menganugerahkan kehidupan juga memberikan segala kebutuhan jasmani dan rohani bagi kehidupan ini. Dalam khotbah-Nya di bukit, Yesus mengajarkan agar kita penuh percaya, yakin, terjamin dan membiarkan diri berada dalam penyelenggaraan Bapa (lihat Matius 6:25-34).
Keyakinan ini membuat kita selalu mengucap syukur atas karunia pekerjaan yang telah diberikan-Nya dan memiliki semangat dalam menghadapi tantangan, kesusahan, dan kecemasan yang menekan hati (lihat Roma 12:12); bukan malah menciptakan diri menjadi orang yang lemah dan malas sehingga malah tidak mau bekerja (lihat 2Tesalonika 3:6-13).
Yesus membuktikan (lihat Ibrani 12:1); bahwa mereka yang mencari Kerajaan dan keadilan Allah akan diberi kelimpahan sesuai dengan janji-Nya (lihat Matius 13:12). Karena, segala sesuatu adalah milik Allah. Tetapi, mengapa masih ada orang yang kelaparan?
Penyebabnya, kita tidak mau ikut merasakan penderitaan dan kesusahan mereka. Sungguhkah diri ini tega membiarkan saudara-saudari yang miskin mati kelaparan di muka pintu rumah (lihat Lukas 16:20-22) atau seperti perumpamaan pengadilan terakhir (lihat Matius 25:40)?
Tentang hal ini, Bunda Teresa dari Kalkuta berkata: “Orang miskin yang meninggal kelaparan bukan disebabkan Allah tidak memeliharanya. Tetapi, itu terjadi karena -Anda dan saya — tidak memberi apa yang dibutuhkannya.” Untuk itu, Bapa Paus Fransiskus meminta agar kita semua pergi mencari dan melayani karena Yesus ada di dalam diri mereka (lihat Matius 25:35-36). Terpujilah Kristus. (Justinus Darmono)-FR