Di zaman dulu kala di sebuah desa hidup seorang guru bijak. Suatu hari dia pergi ke kota untuk suatu keperluan. Dia mampir di sebuah kedai yang cukup ramai. Pemilik kedai mempunyai 2 orang pembantu, seorang berparas cantik dan seorang wajahnya biasa saja. Sang guru memperhatikan bahwa pemilik kedai lebih menyayangi pembantu yang berwajah biasa.
Sebelum meninggalkan kedai, guru bertanya pada pemilik kedai mengapa dia lebih menyayangi pembantu yang berwajah biasa. Dengan berbisik pemilik kedai menjawab, “Pembantu yang cantik itu sadar, dia cantik dan bertingkah laku sebagai orang cantik. Itulah yang menyebabkan dia menjadi sombong.”
Pada kesempatan berikutnya sang guru bertemu dengan murid-muridnya, dia menceritakan pengalaman itu kepada mereka. Kemudian dia menambahkan, “Kalian perhatikan itu. Orang cantik/tampan dan tahu bahwa dia cantik/tampan, menjadi sombong.
Orang pandai dan tahu bahwa dia pandai, menjadi sombong. Orang kaya dan tahu bahwa dia kaya, menjadi sombong. Orang berkuasa, terampil, pandai bernyanyi, pandai olahraga, apa pun kelebihan dari orang lain akan menjadi sombong kalau dia mengetahui bahwa dia mempunyainya.
Oleh karena itu, kalau kalian diberkati Tuhan dengan suatu kelebihan, sadarlah bahwa ada orang lain yang memperoleh berkat lebih dari kalian. Sadarlah bahwa semuanya itu adalah berkat kemurahan Tuhan, itu adalah bakat yang dipinjamkan kepada kalian oleh Tuhan agar dapat kalian gunakan untuk kepentingan Tuhan.
Ingatlah bahwa setiap saat Tuhan dapat mengambil kembali berkat yang dipercayakan kepada kalian. Jadi janganlah kalian menjadi sombong, karena kalau kalian terlanjur menjadi sombong, sungguh sulit untuk mengubahnya.”
(B UtamaPrasetya; Sumber: Smart Morning Talk oleh Jansen Sinamo; Alexander Sindoro; Don’t learn safety by accident!)-FR