P2Tel

Samurai merah putih

Pengantar: Kisah dibawah ini, kisah Shigeru Ono(95), bekas prajurit Jepang dan sekaligus pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Bacalah pesan Shigeru Ono di-paragrah terakhir dari kisah ini. Harapan dan sekaligus ajakan yg bermakna. Semoga harapan-nya menjadi kenyataan. (ThW).

Kompas, Selasa, 29 Oktober 2013; Veteran ’45; Rahmat Ono, ”Samurai Merah Putih Terakhir”

Seorang kakek tunanetra bertangan satu dengan susah payah mengenakan seragam veteran dengan bintang gerilya yang nyaris putus tergantung di dada. Dia adalah Rahmat Shigeru Ono (95), bekas prajurit Jepang sekaligus pejuang kemerdekaan RI.

 

Kini, Rahmat Ono jadi ”Samurai Merah Putih Terakhir” dari sekitar seribu bekas tentara Jepang yang jadi pejuang kemerdekaan 1945. ”Minggu lalu teman saya meninggal dan dimakamkan di Makam Pahlawan Kalibata,” katanya merujuk pada Letnan Muda Umar Hartono alias Eiji Miyahara, bekas anggota Resimen Tirtayasa, Divisi Siliwangi, yang wafat 15/10/13 pada usia 93 tahun.

 

Rahmat Ono, kelahiran Hokkaido, Jepang, adalah bekas anggota Pasukan Gerilja Istimewa (PGI), salah satu pasukan elite RI dalam perang kemerdekaan (1945-1949) yang bermarkas di Wlingi, Blitar, Jatim. Pasukan ini dipimpin Tomegoro Yoshizumi alias Bung Arif dan wakilnya, Tatsuo Ichiki alias Abdul Rachman.

 

Salah seorang sesepuh TNI AL, Laksamana Madya (Purn) Rahmat Sumengkar, menceritakan, markas PGI tersembunyi di sebuah lembah. Ada sumber air, goa, dan rumah-rumah pohon yang tersembunyi dengan baik. PGI pernah mengubrak-abrik acara perayaan Hari Wilhelmina atau Hari Lahir Sri Ratu.

 

PGI akhirnya hancur ketika lokasi markas mereka diketahui. Rahmat Ono mengisahkan, hari naas itu terjadi pada 3 Januari 1949. Abdul Rachman gugur hari itu. Rahmat Ono, yang kini tinggal di Kota Batu, Jatim, mengaku membantu Indonesia dalam perang kemerdekaan karena terbeban janji Jepang untuk memerdekakan Indonesia.

 

Sejarawan dari Yayasan Nabil, Didi Kwartanada, menceritakan, para desertir tentara Jepang memiliki beragam motivasi untuk berjuang di pihak Indonesia. ”Ada yang takut menghadapi pengadilan militer Sekutu. Ada juga yang malu untuk pulang sebagai tentara kalah perang, apalagi negaranya juga hancur hingga mereka tak tahu bagaimana kehidupan di Jepang setelah kalah perang.

 

Mereka juga resah menghadapi kenyataan adanya tentara Sekutu sebagai tentara pendudukan di Jepang,” ujar Didi. Keberadaan orang-orang Jepang dalam perjuangan Republik Indonesia ini tidak sendirian. Banyak pula orang Taiwan, Filipina, India, Pakistan, hingga Pasifik Selatan yang terlibat dalam pasukan Indonesia.

 

Saat ditanya harapannya terhadap Indonesia, Rahmat Ono dengan suara bergetar menahan marah menjawab, ”Dulu kami berjuang tidak menghitung untung-rugi, semua buat Indonesia. Indonesia bisa maju kalau tak ada korupsi. Saya sebentar lagi mati, tolong perjuangan kami dihargai dengan melawan korupsi.” (Iwan Santosa)

 

Setelah berakhirnya masa perang(1949), kehidupan Ono berjalan tidak menentu. Status kewarganegaraan Jepang-nya dicabut. Kewarganegaraan Indonesia(WNI) tidak otomatis dimilikinya. Dia menjadi stateless(!). Th1951 dia mengajukan kewarganegaraan Indonesia, tak kunjung dikabulkan.

 

Kerja serabutan, hidup sulit. Sampe pertengahan 1950-an tidak ada tanggapan dari Pemerintah RI. Namun, pada tahun 1958 – Presiden Soekarno menganugerahkan kepadanya Bintang Veteran dan Bintang Gerilya kepada Shigeru Ono, yang menjadikannya sbg pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.

 

Dalam Memoarnya, dia berkata, “Saya hampir tak punya apa-apa. Tidak punya rumah, pekerjaan, dan kewarganegaraan. Hanya petani Indonesia saja yang memberi kami makan, pakaian, dan tempat bernaung”, kenang Shigeru Ono pada masa awal kemerdekaan dulu.

 

Semoga bermakna. Catatan :  2(dua) foto Shigeru Ono (95). (ThW)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version