P2Tel

Muara Sipongi

Saluran fisik interlokal dari Sibolga ke selatan mutunya jelek. Suatu ketika saya minta kepada petugas saluran untuk tiap sekali seminggu turun kelapangan menyolder sambungan yg blm disolder. Utk memonitor pekerjaan tsb sekali sebulan saya kelapangan sampai perbatasan Rao di Sumbar.

 

Saya selalu menginap di Muara sipongi di mess pemda. Di mess ini pelayannya saya panggil paman. Namanya mess, handuk, sabun, odol, sikat gigi, sandal tidak tersedia. Karena gak mau repot maka alat2 itu saya titipkan paman utk disimpan sesudah dicuci sehingga setiap saya datang siap utk digunakan.

 

Biasanya sesudah dicuci/ dijemur alat2 tsb dibungkus dikresek plastik lalu disimpan dilemari kaca dekat dapur. Sekedar uang rokok saya berikan kpd ybs. Hal ini berlangsung selama 5 bulan. Suatu saat saya mutasi ke Surabaya, Sibolga saya tinggalkan dengan penuh rasa haru.
Tiga tahun saya di Surabaya kemudian mutasi ke Jakarta. Sesudah bertugas di Jakarta selama setahun saya cuti, saya rindu kembali melihat Sibolga, kebetulan ada tetangga orang Sibolga juga sepakat utk pergi ke Medan lewat Sibolga jalan darat. Kebetulan teman ini sdh sering jalan darat bawa mobil.

 

Waktu itu kami sengaja rental mobil dan kami jalan santai sambil nginap diperjalanan. Hari ke-3 siang hari kami sampai di Muara Sipongi, saya ingin nostalgia utk singgah di mess tsb sekalian minum kopi.
Saya cari si paman keebetulan katanya pulang kekampungnya.
Yang bikin saya terharu ketika saya menuju dapur maka bungkusan handuk saya dulu dan benda2 lainnya masih ada. Saya buka bungkusannya sabun dan odol sdh mengeras, handuk agak lapuk, sandal sudah meleot maklum telah 4 thn.
Saya minta kepada pelayan yang ada supaya alat2 itu dibuang saja. Rupanya si paman adalah orang yg taat sama ajaran neneknya bahwa barang orang gak bisa diacak-acak tanpa ijin orangnya. Sederhana ceritanya tapi lucu . (Santos Kacaribu)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version