Empat tahun lalu, kecelakaan merenggut orang yang kukasihi, sering aku melamunkan keadaan istriku di alam surga, baik sajakah? Dia pasti sedih karena meninggalkan suami yang tidak bisa mengurus rumah dan anak kecil. Aku tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani-rohani anakku.
Pada suatu hari, ada urusan penting, aku harus segera ke kantor, anakku masih tidur. Aku menyediakan makannya. Karena ada sisa nasi, aku menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anakku yang masih mengantuk, aku bergegas berangkat kerja. Peran ganda ini menguras membuat energiku.
Suatu ketika aku pulang kantor kelelahan. Sekilas aku cium anakku, langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Ketika merebahkan badan, ada yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat. Aku buka selimut dan di sanalah ‘masalah’nya. Mangkuk pecah, mie instan berantakan di seprei-selimut
Aku marah dan mengambil gantungan pakaian, langsung menghujani anakku yang gembira bermain, dengan pukulan. Dia menangis, tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat: “Ayah, tadi aku lapar dan tidak ada sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie.
Aku ingat, ayah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa. Aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas memasak mie.
Satu untuk ayah dan yang satu saya . Karena aku takut mie’nya jadi dingin, aku menyimpan di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa mengingatkan ayah karena aku sedang bermain … aku minta maaf,ayah … “
Seketika, air mata mengalir di pipiku, tapi, aku tidak ingin anakku melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangisku.
Selanjutnya kupeluk anakku erat dan memberi obat padanya atas luka pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya tidur. Kubersihkan tumpahan mie. Ketika semua selesai, tengah malam, aku melewati kamar anak, dan anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit, tapi karena melihat foto ibu yang dikasihinya.
Setahun sejak itu, aku coba, dalam periode ini, memusatkan perhatian dengan memberinya kasih
sayang serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tak terasa, anakku umur 7 tahun, dan akan lulus TK. Untung, insiden sebelumnya tidak meninggalkan kenangan buruk dan dia tumbuh dewasa dengan bahagia. Namun… belum lama, aku memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal
Guru TK memberitahu, anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, kucari disekitar rumah. Akhirnya menemukan dia di toko alat tulis, bermain komputer game. Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya pukulan. Dia diam lalu mengatakan, “Aku minta maaf, ayah“.
Setelah kuselidiki, ia absen dari acara “pertunjukan bakat” yang diadakan sekolah, karena yg diundang siswa dengan ibunya. Dan itu alasan absennya karena tidak punya ibu……
Beberapa hari setelah penghukuman pukulan rotan, anakku memberitahu, disekolahnya diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya berlatih menulis, aku yakin , jika istriku ada dan melihatnya ia akan bangga, tentu saya bangga juga
Waktu berlalu satu tahun lewat. Anakku bermasalah lagi. Ketika aku menyelesaikan pekerjaan di hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos sedang sibuk, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus.
Mereka menelponku, dan marah memberitahu anakku mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walau aku berjanji tidak memukul lagi, tetapi aku tidak bisa menahan diri. Aku merasa anak ini keterlaluan. Seperti sebelumnya, dia minta maaf : “Maaf, ayah”. Tidak ada satu kata pun menjelaskan alasannya.
Setelah itu saya ke kantor pos mengambil surat tanpa alamat itu lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah aku mendorong anakku ke sudut menanyakan, perbuatan konyol apa ini? Apa yang ada dikepalanya? Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : “Surat-surat itu untuk ibu…..”.
Tiba-tiba mataku berkaca-kaca, tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: “Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat, pada waktu yg sama?”
Jawaban anakku itu :
“Aku menulis surat buat ibu dalam waktu lama, tapi tiap kali aku mau menjangkau kotak pos, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan suratku. Baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku kirimkan sekaligus”. Setelah mendengarnya, aku kehilangan kata-kata, aku bingung, tak tahu apa yang harus aku lakukan, dan yang harus aku katakan …
Aku bilang pada anakku, “Nak, ibu sudah di surga, jadi jika kamu menulis sesuatu untuk ibu, cukup membakar surat itu maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa tidur nyenyak.
Aku berjanji membakar surat atas namanya, jadi saya bawa surat-surat itu ke luar, tapi…. aku jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu. Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur.
‘Ibu sayang’, Aku merindukanmu. Hari ini, ada acara ‘Pertunjukan Bakat’ di sekolah, dan mengundang semua ibu di pertunjukan ini. Tapi kamu tidak ada, jadi aku tidak ingin menghadirinya. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah menangis dan merindukanmu lagi.
Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan main game di salah satu toko. Ayah keliling mencariku, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.
Ibu, tiap hari aku lihat ayah merindukanmu, tiap kali dia teringatmu, ia sedih, sering bersembunyi dan menangis di kamar. Aku pikir kita berdua sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua,. Tapi bu, aku mulai melupakan wajahmu.
Bisakah ibu muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajahmu dan ingat kamu? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang itu dalam mimpimu. Tapi ibu, mengapa engkau tak pernah muncul?
Setelah membaca surat itu, tangisku tidak berhenti karena aku tidak bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan sejak ditinggal istriku . Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri / pasangan yang baik, yang penuh kasih pada anak-anakmu, berterima-kasihlah setiap hari padanya.
Dia rela menghabiskan sisa umurnya menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anakmu. Hargai keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Karena jika engkau kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikannya. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. (AW; http://www.beritaunik.net/renungan/dia-yang-takkan-pernah-tergantikan.html)-FatchurR