Betapa nikmatnya berlebaran di Indonesia. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, kita bisa menikmati suasana lebaran yang mengesankan. Mulai dari mengadakan takbiran keliling kampung, bebas shalat Idul Fitri di mana saja, hingga berburu makanan Lebaran dari satu rumah ke rumah lain.
Berburu tiket mudik, menjadi bagian dari ‘kemeriahan’ berlebaran. Tapi yang kuliah di luar, terutama di negeri yang Islamnya minoritas, suasana di atas sulit ditemui. Apalagi kalau hari raya di hari kerja. Rasanya nelangsa, harus kuliah di saat berhari raya. Berikut pengalaman teman kita.
Deni, mahasiswi Monash University asal Solok punya cerita unik. Idul Fitri lalu pas hari kuliah. Karena Australia bukan negara muslim, tak ada tanggal merah saat itu, artinya, kuliah jalan terus. “Di sini sepi” ujarnya. “Aku tidak bisa Tarawih di masjid, soalnya aku tinggal di Glennhuntly, di sini ngak ada masjid.
Tapi, di Monash University ada komunitas mahasiswa muslim Indonesia. Shalat Idul Fitri dilakukan Deni di Coburg City Hall, Melbourne. Di sana banyak orang Indonesia. Yang bukan dari Indonesia ikut shalat di sana. Yang menyenangkan tiap keluarga membawa potluck, (makanan dari rumah) dan semua berbagi.
Terasa sekali rasa kekeluargaan sesama Indonesia di sana. Makanan yang dibawa beragam, mulai dari lontong opor sampai sambal goreng hati. “Saat itu rasanya bahagia bisa menemukan masakan Indonesia,” tutur Deni yang sering makan telur dadar dicampur ikan tuna kaleng.
Merayakan Idul Fitri juga dirasakan Danil mahasiswa Nanyang Technology University, Singapura. Tak ada tanggal merah hari Idul Fitri. Untung Lebaran lalu jadwal kuliahnya bersahabat yaitu dimulai sore hari. Pagi hari raya, ia berangkat bersama teman muslim menuju kedutaan.
“Banyak teman muslim berbagai negara ikut salat Ied di kedutaan, dari Thailand, Pakistan dan lainnya. Saat itu semua sama, meski dari ras berbeda,” cerita Danil. Seusai shalat dan bersalaman, yang diburu tentu makanan. “Untuk mahasiswa yang biasa ngirit, ketemu makanan gratis itu anugerah,” ujar Danil,
“Apalagi selama ini jarang ketemu makanan Indonesia (ketupat atau rendang). Makan-makan seperti jadi ajang balas dendam, padahal teman-teman di komunitas muslim mengingatkan tidak makan berlebihan, sebab membahayakan kesehatan, tapi apa boleh buat, habis gak tahan,” kenang Danil.
Yang menggembirakan, malamnya ada acara makan lagi, diadakan NTUMS dan dihadiri mahasiswa muslim asing. Para mahasiswa bawa makanan khas dari negara masing-masing untuk dimakan bersama. Aneka rasa makanan luar negeri jadi kenikmatan tersendiri. Kegiatan ini mengurangi kesedihan Danil karena tak bisa berkumpul keluarga.
Berkumpul dengan keluarga, ternyata nikmat terbesar pada hari Idul Fitri. Nikmat itu terasa bila kita jauh dari keluarga dan tak bisa pulang. Tak penting jadinya baju baru atau duit lebaran yang akan didapat. Terjalinnya silaturahim jadi kebahagiaan terindah. (Laporan Mahreen; http://www.harianhaluan.com/index.php/kampus/8150-berlebaran-di-tengah-negara-tak-kenal-idul-fitri)-FatchurR