P2Tel

Rapopo

Rapopo, ungkapan yang mengandung arti yang dalam. Pada satu sisi rapopo menunjukan, keikhlasan, menyerah, karena memang tidak mampu melawan, kekuatan yang jauh lebih besar. Tapi Rapopo, juga menunjukan kekokohan. Kekuatan diam. Tidak melawan, tapi menantang. Silahkan, aku rapopo.

India di lepas perang dunia pertama, secara pelahan tapi pasti muncul gerakan kebangsaan. Gerakan ini diilhami juga oleh apa yang dilakukan Mustap Kemal Pasha di Turki, yang berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Seluruh Timur Dekat dan Timur Jauh mulai bangkit.

Negara-negara seperti Mesir, Parsi juga Arab, bangkit muak dengan kerakusan Eropa, yang di motori oleh Inggris dan Perancis, yang se-enaknya saja membagi-bagi daerah protektorat jarahannya. Inggris dan Perancis, tentu saja tidak tinggal diam.

Jawaban mereka tegas dan kejam. Surat-surat kabar yang mengobarkan kebangsaan diberangus. Pemuka-pemuka di penjarakan atau dihukum mati. Pemikir-pemikir kaum cendikia yang bersuara lantang dibuang jauh sampai ke negeri jajahan di Afrika.

Seorang pemimpin besar India, Mahatma Gandhi, sadar bahwa tentara kolonial tidak mungkin dilawan dengan kekerasan. Bayonet mereka telah berlumuran puluhan ribu pejuang. Ratusan juta pound-sterling telah dikucurkan untuk membungkam para pembangkang.

Gandhi menjalankan prinsip Ahimsa. Tanpa kekerasan. Kediaman justru membuat pemerintah Inggris kalang kabut. Dibalik diam, ternyata tersimpan kekuatan yang dahsyat yang mampu meredam ratusan ribu sepatu lars yang terlatih di segala medan perang di pelosok dunia.

Akankah Rapopo mampu membungkam kekuatan intimidasi uang dan media? (Sadhono Hadi
Creator of Fundamen Top40; Visit http://fundamen40.blogspot.com dan http://rumahkudidesa.blogspot.com)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version