Seorang istri membuat kejutan pada suaminya. Ternyata sebagai istri dia tidak bahagia. Suami dengan sabar mendengar keluhannya. “Istri tetangga tiap sebentar ganti baju, sedang pakaianku itu2 saja dan lusuh semua. Temanku punya sepatu berganti tiap hari kerja, sedang sepatuku ketinggalan mode dan hanya satu2nya,” keluh si istri.
Dia melanjutkan lagi, “Harusnya kita punya 3 panci, jika punya satu susah memasaknya” Lain waktu, dia berkeluh kesah, “Tidak mungkin lagi kita mengandalkan sepeda motor tua. Anak kita sudah dua, susah kalau pergi ke mana-mana. Sudah saatnya kita punya mobil!”
Berikutnya keluhan lain, “Capek mengurusi 2 anak, saatnya rumah ini memiliki pembantu.” Suami menanggapi, “Baiklah, aku akan mengabulkan semua keinginanmu. Kita beli baju dan sepatu baru. Peralatan memasak akan ditambah. Pembantu akan didatangkan menggantikan kesibukanmu. Kita pun akan pergi ke showroom mobil untuk memilih yang paling kita sukai.”
Istrinya pun kaget, “Kok, langsung semuanya dikabulkan? Uangnya dari mana?”
Suami, “Tak usah dipikirkan, itu urusanku. Penuhi satu syarat, niscaya keinginan2mu akan diwujudkan.”
“Boleh, sebutkan syarat itu. Jika syaratnya kau ingin menikah lagi, aku tidak mau!” tukas istrinya sewot.
“Syaratnya, cobalah kau ingat satu per satu nikmat yang telah diberikan Allah dan syukurilah nikmat itu,” ujar suaminya seraya tersenyum. Sesuai dengan kesepakatan, si istri pun mulai menghitung nikmat Allah satu per satu lalu mensyukurinya. Ternyata dia menemukan banyak keajaiban:
Saat anak2 tidur, dipandanginya wajah bocah2 cilik itu. Rasa haru masuk ke rongga hatinya, dia sadar besar makna kehadiran mereka. Anak2 itu yang membuat hidupnya sebagai ibu jadi indah dan penuh warna. Dia bersyukur mendapat buah hati lucu, saat sahabat2nya kesepian tanpa anak di rumah megah.
Dialihkannya pandangan ke arah suami yang terlelap. Pria itu amat baik, sabar, dan tegar. Tidak ada keluhan selama berumah tangga. Wanita itu bersyukur karena lebih beruntung dibanding istri lain yang jadi sasaran kekerasan suaminya. Di antara teman2nya banyak yang melajang di usia senja.
Dibukanya lemari pakaian. Di sana berjajar beberapa pakaian yang dibelikan suaminya dengan uang hasil kerja kerasnya. Wanita itu ingat betapa sabar suami mendampinginya seharian di pasar memilihkan pakaian terbaik baginya. Dia bersyukur pakaiannya lebih baik dari busana temannya yang tak punya pilihan.
Kaki pun dilangkahkan ke dapur. Di sana perabotan rapi, meski bukan barang mahal, tapi lengkap. Dia bersyukur sampai detik ini anak2 dan suaminya tidak suka makan atau jajan di luar. Seluruh anggota keluarga suka masakannya. Kalau teringat itu, semangat hidupnya me-nyala2, hilang rasa capeknya. Dia pun tak mau kasih sayang keluarga beralih kepada pembantu.
Di dapur pula dia mendapati sepeda motor, kendaraan kebanggaan mereka. Kendaraan itu baru lunas kreditnya, setelah lama dicicil suaminya. Kendaraan itu diperoleh dengan uang halal sehingga terasa nikmat saat memakainya. Dia bersyukur tak ada rasa waswas ketika mengendarainya, tidak seperti tetangga yang mobilnya ikut disita aparat karena diperoleh dengan korupsi.
Esok harinya dia menemui suaminya. Dia tak merasa perlu dibelikan benda2 yang dituntutnya tempo hari. Cukup beli yang penting dan dibutuhkan. Mengapa? Karena dia telah menemukan kebahagiaan itu ada dalam rasa syukur. Kebahagiaan terhampar dalam keluarga sederhananya. Istri itu tak mau kehilangan kebahagiaan yang tengah dinikmatinya hanya karena terlalu banyak menuntut.
Kebahagiaan tidak bisa kita dapatkan dengan banyak menuntut, melainkan mengurangi tuntutan. Kebahagiaan juga tidak identik dengan banyaknya harta benda, kendati banyaknya kekayaan juga salah satu faktor kebahagiaan.
Keberadaan Keluarga yang saling menghargai penuh kasih sayang lebih membahagiakan dari yang lain. Kebahagiaan tidak kita capai dengan mewujudkan semua keinginan, tetapi dengan menikmati dan mensyukuri apa yang sudah kita miliki. (Suhirto M; http://rumah-yatim-indonesia.blogspot.com/2012/12/ketika-istri-mengeluh.html)-FR