P2Tel

Mengisi Masa Pensiun(1/2)-Mengelola rumah baca

Ketika berbincang dengan Ajip Rosidi; budayawan Sunda (2003), menurutnya untuk melawan pikun salah satunya dengan rajin membaca dan menulis. Pendapat itu ada benarnya, maka saya mengumpulkan kembali buku2 yang dibeli sejak saya bergaji dari PT Telkom.

Lumayan banyak dari buku teknik (telekomunikasi), sejarah, biografi, budaya sampai ke fiksi, di-hitung2 ± tiga ribu judul. Selama bekerja di PT Telkom, hampir 3/4 masa kerja, saya dinas di luar Jawa, dari Sumatra sampai Papua, pertama kali ditempatkan di Pontianak.

Karena bahasa kedua saya Sunda (bahasa ibu), dari sekian buku yang ada, hampir setengahnya berbahasa Sunda. Ini karena selama saya dinas di luar Jawa, kadang ada kerinduan pada bahasa ibu.

Jalan satu2nya, membaca buku atau majalah berbahasa Sunda. Dibeli saat cuti, pesan pada saudara atau teman yang di Bandung. Yang merepotkan saat dimutasi (di-hitung2 saya pernah 11x mutasi), membawa buku paling berat dan paling berbiaya tinggi, itulah resikonya.

Pada bulan Januari 2004 saya memberanikan diri membuat papan nama di depan rumah berbunyi Rumah Baca Buku Sunda dengan modal tiga ribu buku itu dan mempublikasikannya lewat mailing list.

Embel2 Buku Sunda itu nampaknya jadi daya tarik, kata seorang jurnalis itu eksotis walau saya tidak mengerti letak eksotisnya. Publikasi pertama di media masa cetak yaitu di majalah Matabaca Mei 2005 berjudul Membuka Rumah Baca Untuk Masa Pensiun ditulis oleh jurnalis lepas.

Tentu ini membanggakan keluarga karena masuk media cetak hal baik, bukan karena hal jelek, karena korupsi misalnya. Tulisan berjudul Membuka Rumah Baca Untuk Masa Pensiun, rasanya mengena buat saya yang akan MPP sebagai pengisi waktu.

Konsep Rumah Baca berbeda dengan Taman Bacaan atau perpustakaan, konsep Rumah Baca pada dasarnya menyediakan bacaan untuk dibaca di tempat bukan untuk dipinjam dan tidak dipungut biaya apapun.

Keuntungan bagi saya bisa berbagi ilmu, berdialog, berbagi kegembiraan bagi orang lain dan menjalin silaturahim. Itu kegiatan saya saat pensiun, kegiatan ini bukan melulu diisi hal2 berbau mencari uang. Saya MPP Juni 2005, karena saya mengambil MPP dua tahun dan pensiun pada bulan Juni 2007.

Menurut saya, membaca (buku, koran, majalah dll) rasanya kurang lengkap bila tidak disertai menulis, maka selama MPP saya belajar menulis dengan cara membaca tulisan orang lain terutama artikel yang ada di media cetak.

Hasilnya tulisan pertama saya dimuat di Kompas Jabar pada tanggal 10 Maret 2006. Itu juga kegembiraan atau kepuasan yang tidak bisa dibandingkan dengan kegembiraan atau kepuasan lain.

Koleksi buku yang ada di Rumah Baca Buku Sunda, bukan hanya berbahasa Sunda, ada juga buku bahasa lainnya seperti Indonesia, Belanda, Inggris, Perancis tetapi diusahakan memuat tentang Sunda.

Jumlah koleksi buku tahun 2015, sekitar 8.000 buku, itu katanya karena saya tidak pernah menghitung sendiri. Yang pernah menghitung itu seorang mahasiswa yang berkunjung untuk keperluan penelitian. Yang bersangkutan sedang menimba ilmu tentang perpustakaan.

Koleksi itu terdiri dari sastra Sunda, agama, bacaan anak2, sejarah, biografi, tentang kota Bandung dan tentang Jawa Barat, kebudayaan Sunda termasuk kearifan lokal dan teori-teori kebudayaan. Buku tertua yang ada adalah Kamus Sunda-Inggris karya Jonathan Rigg yang terbit tahun 1862.

Sedang pengunjung terdiri dari masyarakat umum, pelajar dan mahasiswa. Agak meleset dari dugaan semula, pengunjung umum awalnya diharapkan anak muda tetapi nyatanya lebih banyak orang tua yang nampaknya ingin bernostalgia dengan bacaan semasa kecil.

Pelajar dan mahasiswa mengunjungi rumah baca karena tugas dari guru atau dari dosen disamping mencari buku referensi terutama mahasiswa pasca sarjana. Bersambung………… (Margawangi Akhir April 2015; Oleh : MAMAT SASMITA / NIK : 510582)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version