Semula karena ketidak tahuan gizi masyarakat. Takhayul-mitos-kebiasaan buruk ihwal makanan menjerumuskan kesehatan keluarga. Orang kecukupan memikul dampak buruk ketidakpahaman gizi serupa dengan yang dipikul orang miskin.
Orang bisa wafat kekurangan makan, bisa juga karena kelebihan makan. Harmoni dalam makan dan meja makan yang bijak, itu kunci hidup sehat. Soal gizi bangsa kita masih kedodoran. Dunia sepakat gizi menentukan nasib bangsa.
Di Indonesia, orang berkecukupan sakit sebab gizi berlebih. 4/5 rakyat terancam rawan gizi. Mayoritas lantaran mereka tak paham gizi. Selama ini kasus gizi kurang diberi makanan tambahan. Alokasi anggaran gizi buat proyek pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) belum memahamkan rakyat ikhwal gizi.
Makan bukan asal enak, tapi terjangkau dan bergizi. Menyuluh rakyat agar lebih pintar menghindar dari kejadian gizi salah, perlu diberi bobot lebih. Meningkatnya angka kanker dunia terkait dengan kelirunya memilih menu harian.
Hanya karena tak tahu 2 tahun pertama balita lebih butuh telur atau ikan, lahir “generasi kerupuk”. Generasi yang harus bersaing global tapi IQ sekian digit di bawah sebayanya di dunia karena tak lengkap gizi meja makan ibu sejak bayi.
Membuat pintar gizi lebih murah dan tepat ketimbang memboroskan anggaran buat 1-2x memberi susu-bubur kacang hijau. Solusi gizi nasional bukan memberi iklan, tapi mengajarkan masyarakat. (Sumber: Gayahidupsehat 552. http://www.yakestelkom.or.id)-Aguk