Aku membencinya… dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan. Dia bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah… untuk menopang keluarga. Ini terjadi ketika aku duduk di SD dan ibuku datang. Aku dipermalukan. Kenapa ia tega melakukan ini padaku? Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu dengannya.
Keesokan harinya di sekolah. “Ibumu bermata satu?, eee ejek teman. Aku berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini. Aku katakan pada ibuku, “Ma… kenapa engkau hanya memiliki satu mata? Kalau engkau hanya ingin aku jadi bahan ejekan orang2, kenapa engkau tidak segera mati saja ?
Ibuku diam tak bereaksi. Aku merasa tidak enak, namun di saat yang sama, aku rasa aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini. Mungkin ini karena ibuku tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku telah sangat melukai perasaannya.
Malam it, Aku terjaga dan bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum. Ibuku sedang menangis di sana terisak-isak, mungkin karena khawatir akan membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian pergi meninggalkannya.
Setelah aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak enak dan tertekan. Walau demikian, aku benci ibuku yang menangis dengan satu mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses.
Aku tekun belajar. Aku tinggalkan ibuku dan lanjut studiku ke Singapore. Aku menikah. Aku beli rumahku dengan jerih payahku. Akupun mendapat anak2. Sekarang bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibuku.
Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, ketika…
Apa ?! Siapa ini?. Ini adalah ibuku… Masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang bermata satu.
Aku bertanya padanya, “Siapa kamu?. Aku tidak mengenalmu? Kukatakan se-olah2 itu benar. Aku memakinya, “Berani sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku!
KELUAR DARI SINI !, SEKARANG JUGA!!!?.
Ibuku hanya menjawab, “Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat ?”
Kemudian ia berlalu dan hilang dari pandanganku. Oh syukurlah… Dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada diriku kalau aku tidak akan khawatir atau memikirkannya lagi. Dan akupun menjadi merasa lebih lega…
Suatu hari, sebuah undangan menghadiri reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku di Singapore. Jadi, aku berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan dinas. Setelah menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua, dulu merupakan rumahku.
Hanya sekedar ingin tahu saja. Di sana, aku mendapati ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tapi aku tidak melihatnya mengeluarkan air mata. Ia memegang selembar surat ditangannya. Sebuah surat untukku.
“Anakku… Aku rasa hidupku cukup sudah kini… Dan… aku tidak akan pergi ke Singapore lagi…
Tapi apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu…
Dan aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni sekolah . Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolahan. Demi engkau. Dan aku sangat menyesal karena aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah sangat memalukan dirimu.
Kau tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan, dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu…
Aku sangat bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah merasa marah dengan apa yang kau pernah kau lakukan… Beberapa kali engkau memarahiku. Aku berkata pada diriku, ‘Ini karena ia mencintaiku …’
Kadang kita tidak mengerti seberapa besar pengorbanan ibu (ortu) kita selama kita hidup. Karena itu hargai dan hormatilah ibu (ortu) kita selama mereka hidup. Jangan sampai kita menyesal saat mereka wafat, kita belum sempat membalas pengorbanan mereka. Dan selalu bawa mereka di dalam doa-doa kita. (source: http://www.klinikrohani.com/2008/01/ibu-bermata-satu-ibuku-hanya-memiliki.html dan http://giajemursarisurabaya.blogspot.com/)-FR