Saya dan mungkin Anda, baru tersadar. Baik juga untuk diketahui peninggalan arsitektur lawas tingkat dunia yang kita miliki dan dapat diacungkan sebagai nilai pariwisata, minimal untuk kita ketahui dan kagumi bersama. Dengan cerita ini, kiranya apabila kita melewatinya lain kali, kita akan melongok dengan lebih jeli.
Padahal sebagian dari generasi lawas PTT/PN Postel pernah menginjaknya. Bangsa besar seperti Italia, malah menempatkan Amphiteater yang umurnya 2000 tahun sebelum Masehi dengan bangga di tengah ibukota Roma, seraya yang paling baru di pinggiran. Ini yang namanya justru JAS MERAH, Jangan sekali-kali Melupakan Sejarah, bukan? (Salam, AphD)-FR
Berikut kutipannya :
Ternyata bukan hanya di Washington DC saja memiliki ikon White House melainkan di Bandung juga ada ialah Gedung Sate yang berwarna putih, kokoh dan angun. Gedung Sate di jalan Diponegoro (Wilhelmina Boulevard) sekarang ini merupakan gedung pemerintahan Jawa Barat sekaligus kantor Gubernur.
Sebutan nama Gedung Sate karena adanya simbol mirip tusuk sate di puncak bangunannya. Bukan tanpa alasan ada simbol tusuk sate di puncak Gedung Sate. Tusuk sate dan ENAM ornamen berbentuk mirip bunga melati di puncak Gedung Sate adalah lambang dari biaya pembangunan pemerintahan Hindia-Belanda menghabiskan ENAM juta Gulden. Kalau di kurs dalam nilai Rupiah kini ± 500 milyar.
Gedung Sate berdiri di atas lahan seluas sekitar 27 ribu meter persegi, luas bangunannya lebih dari 10 ribu meter persegi. Desain Gedung Sate merupakan karya arsitek Ir. J. Berger arsitek muda lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland.
Gedung Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat secara harmonis, sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai Gedung Sate. Peletakan batu pertama dilakukan pada 27 Juli 1920 oleh Johana Catherine Coops, putri sulung Wali Kota Bandung saat itu.
Tujuan didirikannya gedung itu adalah sebagai pusat pemerintahan; saat pemerintahan Hindia-Belanda menetapkan Kota Bandung sebagai ibu kota pemerintahan. Pada saat itu nama gedung ini lebih dikenal dengan nama GB atau GeBe singkatan dari Gouvernments Bedrijven.
Pemilihan Kota Bandung didasarkan pada pertimbangan iklim yang cocok karena Kota Bandung begitu sejuknya ditambah pemandangan alam yang indah. Konon, iklim Kota Bandung saat itu senyaman iklim Prancis Selatan di Musim panas.
Pembangunan Gedung Sate melibatkan sekitar 2.000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu yang didatangkan khusus dari Kanton – Tiongkok. Selebihnya adalah tukang batu, kuli aduk, dan peladen yang merupakan pekerja bangunan setempat.
Hingga kini Gedung Sate berdiri gagah di Jalan Diponegoro sekaligus jadi simbol yang identik dengan Kota Bandung. Bahkan seorang arsitek Belanda; D. Ruhl dalam bukunya ‘Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952’, menilai bahwa Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia.
Sedangkan seorang arsitek kenamaan Belanda Dr. H.P. Berlage (1923) menilai Gedung Sate merupakan sebuah karya besar (een groots werk).-(AphD)-FR