Buah kurma identik daerah Arab yang kering dan panas. Tapi kerabat palem-paleman itu mulai bersahabat dengan iklim daerah tropis yang panas-lembap. Kehadirannya di Asia Tenggara dipelopori Thailand dan Malaysia dan kini sukses memerik buah. Rasa buahnya enak, manis sepat. Namun, varietas masih terbatas.
Diam2 pecinta kurma di tanah air mengabarkan di daerahnya kurma berbuah. Kesaksian itu datang dari Jakarta, Bekasi, Bogor, Indramayu, Bandung, Gresik, dan Banyuwangi. Contoh kurma berbuah tumbuh di samping rumah Syaiful Ichsan, di Bekasi Timur. Tinggi pohon 8—8 m. Buah muncul di sela2 tangkai daun.
Tandannya panjang tempat melekat lebih 100 tangkai buah sepanjang 30—40cm. Di tangkai buah itu bergelayut puluhan buah seukuran jempol tangan, berwarna kuning. Rasanya, manis-sepat, tanpa biji. Trubus memperkirakan dompolan buah itu berbobot 15–20 kg. Awal September, dari Indramayu, H. Urip sedang panen kurma.
Jumlah tandan lebih spektakuler, 6-10 tangkai berbobot 10-20 kg atau lebih 100 kg. H. Urip membandrol Rp300.000/kg. Kedua pohon kurma yang ditanam dari biji itu berbuah setelah berumur sekitar 15 tahun . Itu pun karena merupakan kurma betina. Sedangkan kurma jantan tidak akan pernah berbuah.
Sebagai anggota palem-paleman, kurma memang tidak mengenal musim berbuah. Buah belum panen, muncul lagi buah baru yang akan dipanen 6—7 bulan kemudian. Begitu seterusnya sehingga bisa disebut, kurma tanpa musim.
Yang menarik, kurma dapat berbuah, meski tanpa pohon jantan. Hanya kualitas buah tidak seprima bila buahnya merupakan hasil pernyerbukan bunga kurma jantan. Ia tidak memiliki biji sehingga tidak dapat diperbanyak dari biji. Ia dapat diperbanyak dengan memisahkan anak yang tumbuh merumpun di pangkal batang.
Saat ini, muncul varietas baru yang dapat berbuah dalam waktu cepat, 5—7 tahun dari biji. Sayangnya, untuk mengetahui jenis kelamin jantan atau betina tetap harus menunggu hingga muncul malai buah, meski Syaiful Ichsan menyebutkan, bila memunculkan anakan berarti itu betina.
Namun, hal itu tidak berlaku di Thailand, karena pohon jantan pun hasilkan anakan. Ini yang menjadi kendala budidaya dari biji, yaitu ketidakpastian jenis kelamin pohon yang ditanam dari biji. Menurut Syaiful, persentasi jantan bibit dari biji mencapai 70—75%. Betina hanya 25–30%.
Cara paling aman ialah beli bibit kultur jaringan. Namun, harganya tinggi, lebih dari Rp1-juta ukuran 50Cm. Itupun harus didatangkan dari negara penghasil, yaitu Inggris dan India. Bibit ini berbuah 2—4 tahun. Makanya, pekebun Thailand memilih perbanyakan dari biji, meski banyak risiko dihadapi. (Agus Suryono; sumber dari Syah Angkasa; http://www.trubus-online.co.id/oleh-oleh-haji-produk-lokal/)-FR