P2Tel

Sejahterakah menjadi Petani

Menjadi petani bukan pilihan hidup bagi sebagian besar orang kota, bagi dirinya dan untuk masadepan anak2, apakah selama ini pendapat itu benar, bisa iya bisa tidak. Dalam acara Kick Andy ditayangkan anak muda sarjana memilih jadi petani. Saat ini menjadi manusia yang langka. Pertanyaan yang perlu dijawab ” Sejahterakah menjadi Petani?”

 

Kalau mau jujur, pemberitaan dan ulasan tentang petani menurut saya kadang tidak proporsional dan akurat, karena tidak membedakan antara petani dengan buruh tani, sedang kenyataan halnya jauh berbeda, riilnya :

 

  1. Pemilik tanah yang merangkap penggarap (dibantu atau tidak dibantu buruh tani, ini adl petani sejati ;
  2. Pemilik tanah, yang menyewakan / menyerahakan garapannya pada orang lain, kadang dalam kondisi tertentu suka pingin disebut petani

3, Petani yang menyewa dan mengolah sendiri / dibantu buruh tani, ini juga petani sejati

 

  1. Buruh tani, awalnya hanya membantu, tapi dalam kenyataan semua beban kadang diserahkan padanya, dengan imbalan upah sesuai kesepakatan, sangat wajar diapun kepingin juga disebut petani.
    5, Bandar/Tengkulak/ yang mendistribusikan hasil pertanian, kadang diapun menyebut dirinya petani.

Dari kelima jenis tadi tentu yang ke 4 yang paling belum sejahtera, sementara yang lain rata2 cukup/ lebih dari cukup, tergantung kecerdikan dan ketekunannya dalam melakukan aktivitas.
Kita tahu dalam kehidupan ini semua tidak lepas dari kebutuhan hasil pertanian, kalau kita bisa menyikapinya dengan gigih; ilmu dan kesabaran, Insya Alloh porsi akan didapat. Saya dari dulu yakin bila kita geluti bidang pertanian ini dengan ilmu, kegigihan dan kesabaran, akan berujung keberhasilan.

 

Setelah saya melakukan demplot tanam padi menggunakan Pupuk Organik Kascing, ini mungkin bisa dijadikan contoh, apakah jadi petani itu fesible atau tidak, yuk kita bedah.
Cost produksi 1 ha berdasar jumpa pers BPS Statistik tahun 2014, sebesar Rp 12,7 Juta dengan ratio 73,84% dari nilai produksi Rp 17,2 juta, dengan komponen terbesar di upah 48,23%, bila menyimak data itu ya tentu saja sangat tidak menarik, bagaimana kenyataan dilapangan, sepertinya angka segitu menurut saya sepertinya jauh dari treatment dan inovasi yg sederhana, alias konvensional.

 

Mestinya jaman modern ini teknologi; trobosan dan inovasi wajib mewarnai. Hasil demplot yang saya lakukan hitungan per 1 ha adalah 10, 8 ton dijual dalam bentuk gabah basah Rp 5000/Kg akan dapat Rp 50,8 Juta, apalagi kalau dijual dalam bentuk beras, dgn harga 15 rb (krn Oganik, inipun sudah murah) dan penyusutan hanya 21 persen maka 10,8×79%x15rb= Rp 128,92 Juta.

 

Subhanalloh dengan omzet seperti itu apa kita nggak tertarik. So bila anak cucu kita berminat jadi petani, kenapa tidak kita dorong dan fasilitasi. Insya Alloh profesi petani mendapat tempat tersendiri di hadapan Alloh SWT. (Benyamin Haris)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version