P2Tel

Berbahanya Boraks dan Formalin

Pengawet dalam makanan digolongkan bahan tambahan pangan. Pengawet digunakan sebagai salah satu upaya membuat makanan memiliki daya simpan lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan tersebut.

 

Sebagai tambahan pangan, jenis dan kadarnya diatur Permenkes RI No.22/Menkes/Per/IX/88 dan BPPOM RI : Peraturan Kepala BPPOM No.23/2013, Tentang Batasan Bahan Tambahan Pengawet dalam Makanan. Diantara jenis bahan pengawet tersebut yang lazim digunakan adalah asam benzoat, natrium metabisulfit, garam dapur, garam sulfat dan lain sebagainya yang termasuk dalam kategori bahan pengawet pangan, yang dalam batasan normal tidak berdampak terhadap kesehatan manusia.

 

Tapi, selain jenis pengawet itu, tidak jarang ditemui berbagai jenis makanan yang diawetkan dengan pengawet berbahaya yang bersifat toksik (racun) terhadap kesehatan. Menurut berbagai hasil penelitian kadar penggunaan pengawet ini ditengah-tengah masyarakat sudah berada diambang batas yang mengkuatirkan, diantaranya adalah penggunaan senyawa Formalin dan Boraks.

 

Formalin merupakan bahan kimia yang dilarang penggunaannya sebagai pengawet makanan, penggunaannya sama sekali tidak dibolehkan bahkan dalam kadar yang kecil sekalipun. Namun, formalin yang biasa digunakan sebagai pengawet mayat ini, akhir-akhir ini semakin sering digunakan terutama untuk jenis makanan basah seperti mie, ikan, tahu dan jajanan anak-anak disekolah.

 

Selain sebagai pengawet mayat, formalin juga digunakan sebagai disinfektan dan termasuk kepada golongan disinfektan kuat yang dapat membasmi bakteri pembusuk, kapang (cendawan) dan dapat mengeraskan jaringan tubuh. Keracunan akibat terpapar bahan kimia ini dapat dikenali dengan timbulnya gejala seperti mual, sukar menelan, sakit perut akut ya ng disertai dengan muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf dan gangguan peredaran darah.

 

Dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan akibat terakumulasinya senyawa formalin didalam tubuh diantaranya timbulnya penyakit ginjal, penyakit kanker, penyakit otak bahkan kematian. Makanan yang mengandung formalin secara visual memang sulit kita deteksi.

 

Akan tetapi beberapa ciri-ciri yang bisa kita amati diantaranya adalah makanan itu teksturnya lebih kenyal dan alot dibanding karakter bahan aslinya, terutama untuk mie basah sulit dipotong dengan sendok, selain aroma terigu juga tercium aroma menyengat seperti aroma obat walaupun sudah dibilas dengan air berkali-kali dan mie biasanya akan tahan di udara terbuka dalam waktu lama.

 

Begitu juga dengan tahu yang berformalin memiliki tekstur lebih kenyal (tidak padat dan tidak mudah hancur), berbau menyengat seperti bau obat serta tahan disimpan berhari-hari dalam suhu kamar (di udara terbuka). Sedangkan mie atau tahu yang tidak mengandung formalin teksturnya lebih lunak, lembut dan mudah dipotong, berbau anyir telur dan berbau terigu serta akan berjamur apabila disimpan dalam waktu lama.

 

Mengenali ikan dan ayam potong yang berformalin juga tidak mudah, oleh karena itu konsumen dituntut untuk lebih cerdas dalam memilih bahan makanan yang akan dikonsumsi. Ikan yang berformalin akan memiliki penampakan yang lebih cerah, kenyal dan bersih, tidak berbau selayaknya bau khas ikan dan juga tidak dihinggapi oleh lalat.

 

Sementara ayam yang telah diawetkan dengan formalin akan memiliki tekstur daging yang sangat kencang, warna kulit lebih pucat, daging berbau obat dan tidak dihinggapi lalat serta tidak membusuk dibiarkan lebih dari 2 hari diudara terbuka. Selain formalin, bahan pengawet non pangan lainnya yang sering disalahgunakan adalah boraks.

 

Boraks atau sering juga disebut Bleng merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa, dalam dunia pengobatan dan konsmetik borak digunakan sebagai bahan pembersih muka dan cairan obat kumur. Boraks bersifat akumulatif didalam tubuh dimana efek racunnya tidak langsung dirasakan akan tetapi susbtansi nya akan diserap dan tersimpan didalam usus, hati, ginjal, otak bahkan testis.

 

Dan pada ambang batas tertentu dimana tubuh tidak lagi mampu menetralisis keberadaannya, akan menimbulkan gejala penyakit yang cukup fatal mulai dari muntah-muntah, diare, sesak nafas, kram perut bagian atas, muntah darah dan sakit kepala yang hebat.

 

Penggunaan boraks didalam makanan selain sebagai zat pengawet juga bisa memperbaiki tekstur makanan tersebut, bakso yang mengandung boraks menjadi lebih kenyal dan tahan lama, kerupuk yang tambahkan dengan borak akan berefek lebih mengembang dan renyah, begitu juga dengan makanan lain seperti lontong, kecap dan mie basah teksturnya akan menjadi lebih baik, namun sangat sulit membedakan antara makanan yang sudah tercampur dengan borak dengan makanan yang tidak atau masih alami, harus melalui pengujian laboratorium.

 

Jika kita sedikit lebih kritis dan mau berupaya untuk menseleksi setiap makanan yang kita konsumsi khususnya kandungan boraks, sekarang bisa dilakukan dengan pengujian sederhana. Pengujian dengan cara ini sudah sering dipublikasikan baik dimedia sosial maupun dimedia cetak dan elektronik dimana cukup dengan menggunakan tusuk gigi dan kunyit kita bisa mendeteksi kandungan borak yang terdapat didalam bakso.

 

Metoda ini ditemukan siswa SMA 3 Semarang tahun lalu dan meraih medali emas pada sebuah ajang kompetisi inovasi anak International Exhibition for Young Inventors (IEYI). Cukup dengan menancapkan tusuk gigi pada kunyit terlebih dahulu, kemudian tusuk gigi tersebut ditancapkan pada bakso yang akan kita uji, setelah lima menit maka akan ketauan apakah ada atau tidak kandungan borak didalam bakso.

 

Bila dibagian bakso yang kena tusukan tadi muncul warna merah maka dapat di pastikan bahwa bakso tersebut mengandung bahan kimia boraks. Upaya untuk menjaga diri agar terhindar dari ulah nakal sebagian produsen bahan makanan yang ingin mendapatkan keuntungan yang besar semata, tanpa menghiraukan dampak kesehatan terhadap konsumen mestinya sudah menjadi keharusan dengan menjadi konsumen yang cerdas dan kristis.

 

Sebab dimulai dengan sikap itulah kita bisa meminimalisir dampak pemakaian bahan kimia berbahaya dan beracun didalam tubuh kita. Namun, kita juga mengharapkan pemerintah melalui instansi-instansi terkait seperti dinas kesehatan, BPPOM dan kepolisian bisa melakukan tindakan-tindakan strategis untuk melindungi masyarakat dari dampak penggunaan bahan pengawet berbahaya ini.

 

Perlu dilakukan inspeksi terhadap para produsen bahan makanan untuk memberikan edukasi atau bahkan sangsi yang tegas terhadap oknum yang telah melanggar peraturan penggunaan bahan pengawet pada pangan. (DRUL nfia; http://www.kompasiana.com/ayahqisthi/bahaya-boraks-dan-formalin_565c0f2cbc937371077c0e95)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version