// Di kisah sebelumnya Pak Johar yang sudah terbang sebentar menuju Makassar, namun pesawatnya turun kembali ke Bandara Juanda Surabaya akibat ada baling2 yang berhenti berputar //
Semua penumpang kemudian menuju “counter” maskapai itu. Oleh petugas, semua penumpang transit akan mendapatkan penginapan, sementara penumpang yang membeli tiket di Surabaya tidak mendapatkannya. Penumpang akan naik pesawat esok harinya pada jam yang sama ke Makassar.
Pak Johar langsung lemas, sebab di kantongnya tinggal sedikit uang. Kalau jaman sekarang katakanlah 200 ribu rupiah yang dia persiapkan untuk naik taksi nantinya di Makassar dan sedikit cadangan. Mau tidur di bandara, tidak mungkin sebab saat itu belum seramai sekarang, kalau malam bandara tutup. Tidur di hotel? Mana cukup uangnya.
Dalam kebingungan itu dia memutuskan untuk ke kota Surabaya dan meuju kantor diSurabaya. Di sana dia akan mencari teman yang bekerja di Surabaya ataunkem kantor untuk meminjam uang guna menginap di hotel, makan, naik taksi ke bandara kembali, dsb.
Karana uang terbatas, dia tidak berani naik taksi ke kota, maka di lalu berjalan menuju terminal bus yang waktu itu ada di dekat bandara. Ketika berjalan itu ada angkot yang khusus ke bandara (waktu itu masih ada) berhenti di dekatnya dan sopirnya bertanya.
“ Mau ke mana Mas?”
“ Ke terminal bus kota”
“ Mau ke Surabaya?”
“ Ya”
“ Naik ini saja sampai Waru, kalau bus kota nunggunya lama. Nanti di Waru banyak kendaraan ke Surabaya”, katanya.
Pak Johar naik angkot itu ke Waru, Sidoarjo. Begitu naik di angkot, Pak Sopir tanya dan terjadi dialog.
“ Mas mau ke Surabaya tujuannya apa?”
“ Ya mencari hotel untuk menginap semalam”.
“ Mas kan yang pesawatnya kembali lagi tadi ya?”
“ Ya”
“ Kalau mau, di depan situ ada penginapan murah. Daripada ke Surabaya jauh dan mahal hotelnya”.
“ Di depan mana?”
“ Di depan situ, nanti saya antar ke sana”
“ Berapa tarifnya sehari?”
“ Lima puluh ribu rupiah?”
“ Hah, kok murah?”
“ Iya itu kan rumah biasa saja”.
Pak Johar berfikir sebentar. Ini ada penginapan murah, tapi jangan2 kotor dan banyak kejahatan. Tapi tidak ada salahnya dilihat saja dulu. “ Begini saja, bisa saya diantar ke sana dan ditunggu? Kalau saya tidak cocok, saya naik angkot ini lagi ke Waru”
“ Boleh, boleh”
Kemudian sekitar 2 Km dari bandara, angkot berbelok ke perumahan berjejer yang kebanyakan berupa toko dan warung. Pak Johar dibawa ke salah satu rumah dan diperkenalkan ke pemiliknya. Ternyata itu rumah penduduk dan ada kamar2 disewakan permalam. Rumah itu target pasarnya penumpang pesawat yang harus menginap berbiaya ekonomis. Apalagi kalau sekeluarga beberapa orang misalnya.
Untuk diketahui saat itu belum ada penjualan tike “on-line”, agen tiket juga tidak ada si semua kota apalagi kota kecil. Jadi terkadang orang beli tiket di Surabaya dan tidak mendapat penerbangan hari itu. Mungkin bisa beberapa hari baru bisa terbang, apalagi kalau tujuannya kota kecil yang tidak ada penerbangan setiap hari.
“ Ini Mas kamar yang masih belum penuh”, kata si pemilik rumah di sebuah kamar berisi tempat tidur besar dan tingkat.
“ Kamar ini isinya empat orang dan per-orang 50 ribu rupiah”.
Pak Johar berfikir sejenak. Lumayan bersih sih tempatnya dan kalau menginap di sini segera bisa istirahat, sebab dia semalaman ada di bus malam, dari kampungnya di Jawa Tengah. Tapi tidur berdua dengan orang belum dikenal seranjang ya tidak enak juga.
“ Begini saja, saya tidur di atas sini sendirian dan saya bayar 100 ribu”, kata Pak Johar. Pemilik rumah setuju. Maka Pak Johar pergi ke tukang angkot dan membayar 10 ribu rupiah. Tak lupa dia minta besok paginya dijemput ke bandara (kalau naik taksi jelas uangnya tidak cukup). Sang sopir setuju.
Pak Johar berhitung, kamar 100 ribu, angkot 10 ribu dan esoknya lagi 10 ribu. Tinggal 80.000 rupiah. Harus ekstra hati2 mengatur uang. Pak Johar lalu istirahat. Siangnya dia makan soto dan minum kopi di warung sebelah rumah itu dan harganya murah, 15 ribu. Malam dia makan di situ lagi, dan menunya soto lagi. Dia tidak berani mencoba menu lain atau ke warung lain, takut harganya mahal.
Singkat cerita, esoknya Pak Johar terbang ke Makassar dengan selamat. Hanya saja begitu mendarat di Makassar uangnya sama sekali habis. Termasuk naik angkotpun tidak cukup untuk menuju sampai rumah kosnya. Dia lalu naik taksi bandara dengan syarat dibayar di rumah. Sopir taksi setuju. Dia ingat, menyimpan uang 100 ribu di lemari pakaiannya.
Sesampai di rumah, dia mencari selembar uang 100 ribu, namun lemari sudah diobrak abrik, uang tidak ketemu2. PakJohar lalu minta tolong ke pemilik rumah, untuk meminjam uang 100 ribu. Ternyata dia tidak punya. Terpaksa Pak Johar meng-aduk2 lemari pakaian untuk menemukan selembar uang 100 ribu itu. Akhirnya dapat. Uang itu di tengah lipatan baju.
Dia sengaja menyimpan uang seperti itu, sebab uang itu sebagai uang cadangan kalau ada kejadian darurat seperti yang dialaminya itu. Pak Johar menjadi lega. Plong perasaannya, setelah pesawatnya gagal terbang, dompet isinya mepet dan terakhir sulit menemukan uang sedikit, yang sembunyi dengan teliti . . . . . KBY. Kok bisa ya ? ( T a m a t; Widartoks 2015)-FR