Liputan6.com, London–Siapa sih yang tidak pernah stres? Dalam kehidupan sehari-hari stres merupakan hal yang umum. Entah karena tekanan pekerjaan hingga kondisi perekonomian. Ada baiknya mengontrol stres yang menimpa. Berdasar studi dari Kanada, seseorang dengan stres kronis risikonya terkena demensia meningkat.
Demensia merupakan kondisi ketika kemampuan otak seseorang mengalami kemunduran. Pada saat seseorang alami stres kronis menyebabkan kerusakan sel-sel saraf di otak. Jika stres terjadi secara berkepanjangan akibatnya sel-sel saraf alami degenerasi dan gangguan fungsi hipokampus, ini adalah bagian otak terkait dengan ingatan.
Stres kronis juga memengaruhi kondisi prefrontal cortex (PFC), bagian otak yang memengaruhi perilaku. “Hal itu meningkatkan risiko gangguan neuro-psychiatric termasuk depresi dan demensia,” kata peneliti dari University of Toronto, dokter Lindah Mah seperti dikutip laman The Sun, Minggu (24/1/16).
Hal ini diketahui dengan menganalisis data beberapa studi sebelumnya di lab. hewan. Mereka menemukan aktivitas otak tidak biasa ketika subjek penelitian alami stres kronis. Menurut dokter Mah, perlu ada studi yang menentukan aktivitas lain apa yang mampu mengurangi stres. Bisa jadi olahraga atau terapi perilaku kognitif. (By Benedikta Desideria; http://health.liputan6.com/read/2419456/sering-stres-bisa-pertinggi-risiko-demensia)-FatchurRE
———–
Sajian lainnya :
- Mengenal Sleep apnea
- Safe your eyes
———
Mengenal Sleep apnea
Tgl 18/1/16, Panji Hilmansyah (31 th), putra sulung Menteri Susi P wafat tatkala tidur di rumahnya. Keluarga menduga penyebab kematian almarhum adalah gagal jantung. Dugaan yang masuk akal, karena gagal jantung adalah salah satu penyebab kematian mendadak yang sering terjadi.
Ada hal2 yang tidak mendukung dugaan itu. Almarhum dikenal sehat, kondisi fisik baik, muda, dan tidak memiliki riwayat dan gejala penyakit jantung, seperti lemas dan mudah capek. Gejala penyakit jantung mudah dideteksi. Apalagi profesi almarhum pilot yang tentu melakukan test kesehatan secara teratur.
Ada satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian mendadak tatkala tidur. Namanya Sleep apnea (SA). Karena jarang terjadi, maka namanya tidak setenar gagal jantung. SA ditandai oleh terhenti nafas (apnea) saat tidur,1 yang dapat berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit.
SA masuk kelompok penyakit perilaku psikologis tidak normal (abnormal psychological behavior) terjadi selama tidur. Ketika pernapasan berhenti, maka kadar oksigen turun dan CO2 menumpuk dalam darah. Keadaan ini dimonitor chemoreceptors otak. Selanjutnya otak memberi signal agar orang itu bangun dari tidurnya untuk menghirup udara. Setelah bernapas, kadar oksigen kembali normal dan orang itu meneruskan tidurnya.
SA dapat di diagnosis dgn alat yang disebut polysomnography. Ada 3 macam SA: central SA (CSA), obstructive (OSA) dan campuran keduanya. CSA terjadi karena adanya gangguan pusat control pernafasan di otak selama tidur. OSA disebabkan oleh blokade jalan nafas, sering terjadi pada orang yang tidur mendengkur.
National Institutes of Health, melaporkan sebanyak 12 juta orang Amerika menderita OSA. Sayangnya SA ini jarang diketahui karena tidak dilaporkan, bahkan penderita tidak menyadari bahwa dirinya memiliki SA. Saat bangun, penderita SA jarang mengalami gangguan nafas.
Gejala SA justru diketahui orang lain, yang menyaksikan gejala tsb ketika penderita tidur. SA dapat terjadi pada siapa saja tidak tergantung pada umur, jenis kelamin, dan ras. Namun factor resiko terjadinya SA biasanya adalah pria, gemuk, memiliki leher besar, tonsil dan lidah besar, riwayat alergi, gangguan sinus, gangguan septum hidung yang menyebabkan obstruksi jalan nafas. Diabetes, merokok dan alcohol juga termasuk factor resiko.
OSA adalah penyakit gangguan pernafasan paling banyak dikala tidur. Selama tidur terjadi relaksasi otot tubuh. Pada saat itu, otot tenggorokan sebagai saluran napas yamg terdiri dari jaringan lunak dapat menghambat pernapasan. SA yang terjadi pada orang yang mengalami infeksi saluran pernapasan, biasanya bersifat ringan.
Tapi apnea obstruktif yang terjadi kronis, bisa jadi berat karena menyebabkan penurunan kadar oksigen darah (hipoksemia). Seseorang dgn tonus otot jalan nafas turun (misalnya karena kegemukan), dan gangguan structural lainnya dapat menyempitkan jalan nafas. Orang ini memiliki factor resiko terjadinya OSA. Orang tua lebih mudah terkena OSA dari pada orang muda, pria lebih sering OSA dibanding wanita atau anak.
Gejala umum OSA adalah mendengkur keras, tidur gelisah, dan kantuk pada siang hari. Mendengkur adalah suara udara yang mengalami turbulensi, yang bergerak melalui bagian belakang mulut, hidung, dan tenggorokan.
Meskipun tidak semua orang mendengkur mengalami kesulitan bernapas, namun bila mendengkur dikombinasi dgn kondisi lain seperti kelebihan berat badan dan obesitas, hal itu sangat prediktif untuk terjadinya OSA. CSA lebih banyak terjadi pada pria tua lebih dari 65 tahun, memiliki gangguan jantung, stroke atau tumor otak. Tekanan darah tinggi juga sangat umum pada orang dengan CSA.
Terhentinya nafas yang kerap terjadi, akan diikuti oleh penurunan oksigenasi otak berkelanjutan, yang pada akhirnya merusak pusat control pernafasan otak, dan diakhiri oleh kematian.
Pada kondisi ini, chemoreceptors otak tidak mampu lagi membangunkan penderita sebagaimana yang terjadi pada SA ringan. Seandainya kematian almarhum karena SA, maka penyebab yang paling mungkin adalah OSA, bukan CSA. Ini lebih cocok dgn usia dan riwayat kesehatan almarhum.
Dan penting diingat bahwa kematian karena gagal jantung bisa terjadi di sembarang waktu, sedang meninggal akibat SA hanya terjadi dikala tidur. (Dr. Moh Hasan Machfoed* Dosen Neurologi; FK Unair /RS; http://puanpertiwi.com/index.php/health-life/info-medis/4296-hani-dan-informasi-tambahan-kasus-mirna)-FatchurR
———–
Safe your eyes
Perhatian bagi yg suka membaca ditempat gelap. Menggunakan PONSEL, dalam Kegelapan Akan Menyesal seumur hidup; Setelah mendapat penyakit MAKULA, itu berarti sudah menderita kanker mata, Hanya menunggu buta, karena obat modern tidak bisa mengobatinya, Apalagi menyembuhkan.
Baru2 ini, makin banyak pasien (30~40 tahun) berobat ke dokter, karena sebelum tidur dan setelah lampu dimatikan, masih gunakan ponsel. Profesor Li Li direktur RS of Ophthalmology mengatakan “Sinar menyilaukan yang kuat dari ponsel, bila menyinari mata lebih dari 30 menit, menyebabkan penyakit mata degenerasi makula, ini akan menyebabkan kerusakan yang cepat dari pandangan mata,
Khususnya penyakit MAKULA yang tak dapat disembuhkan.”Setelah lampu mati layar ponsel terlihat sangat terang dalam kegelapan, Melihat dari jarak dekat, energi tinggi menyinari mata langsung, akan merusak makula mata.
Profesor Li Li mengatakan bahwa gejala degenerasi makula kebanyakan adalah orangtua, Namun baru~baru ini ada kecenderungan penderita adalah pasien yang lebih muda. Di antaranya peningkatan pasien pada usia 20~40 tahun bertambah 3 kali lipat, sebagian besar adalah pengguna berat PONSEL PINTAR / IPAD.
Setelah lampu dimatikan, apakah PONSEL atau IPAD.Tidak hanya DEGENARASI MAKULA, pada awal akan muncul gejala dini mata kering, yang lebih serius adalah katarak muncul duluan, Bahkan kehilangan penglihatan dan menjadi buta. Gejala awal penyakit, harus diobati dengan laser atau suntikan steroid, baru memiliki kesempatan untuk sembuh.
Hati hati dgn *Mata* krn **Jendela Dunia** (Ngreni; Sumber dari Aqil Bafaqih al Aqnany; https://www.facebook.com/agilbafaqihaqdany/posts/1651253368476244)-FatchurR