005 Saat itu tahun ke lima setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul. Da’wah tentang ke-Tauhid-an sudah dilakukan oleh Nabi secara terbuka dan terang-terangan. Dari hari ke hari makin banyak orang yang bertaubat dari kekafiran dan masuk Islam.
Kaum miskin, budak dan golongan yang teraniaya yang masuk Islam tidak bisa dicegah atau diancam. Mereka datang menemui Rasul dan menyatakan taat kepada Allah dan kepada Rasul. Nabi juga banyak menerima pernyataan taubat dari kaum bangsawan dari suku Quraisy.
Namun seiring dengan gelombang orang yang bertaubat dan masuk Islam, siksaan dan cercaan yang dialami oleh mereka menjadi-jadi. Yang paling menderita adalah kaum yang tidak memiliki pelindung. Mereka menjadi bulan-bulanan kaum Quraisy penguasa kota Mekah, bahkan korban jiwa sudah mulai jatuh.
Nabi merasa sedih. Beliau tidak kuasa untuk menyelamatkan mereka. Beliau kemudian menganjurkan umatnya yang tidak memiliki pelindung untuk hijrah ke Abissinia, negeri kaum Kristen, yang terletak di belahan timur benua Afrika. Raja mereka adalah seorang yang jujur, Raja Nejasyi. Rombongan
pertama, sebanyak 16 orang diam-diam berjalan ke tepi laut Merah.
Diantara rombongan ada Othman. Kemudian mereka menyewa sebuah Feluk, kapal kecil langsung menuju ke Abissinia dan diterima dengan baik oleh Raja. Mereka membentuk sebuah komunitas muslim dan berlaku baik, senang menolong dan lembut, sehingga disukai oleh penduduk asli. Rombongan berikutnya lebih banyak lagi, 83 laki-laki dan 18 perempuan, bergabung dengan rombongan pertama.
Beberapa tokoh diantara pengungsi itu adalah Othman bin Affan bersama istrinya Rokejja, Ummu Habiba putri dedengkot Quraisy, Abu Sofyan dan sepupu Nabi Ja’far bin Abi Thalib. Saudara laki-laki Ali bin Abi Thalib ini adalah salah satu sahabat kesayangan Nabi, sehingga kelak saat Nabi bertemu kembali
dengannya di Madinah, Nabi sangat gembira sehingga sulit membedakan mana yang lebih bahagia,
menang perang besar atau bertemu kembali dengan sepupunya itu setelah berpisah lebih dari enam tahun. Peristiwa hijrah ke Abissinia, suatu negeri yang jauh di seberang lautan oleh Nabi juga disamakan seperti perjuangan kaum yang teraniaya, sehingga kelak mendapat bagian harta rampasan perang.
Sementara itu kaum Quraisy sangat berang kehilangan sebuah rombongan besar dari orang-orang yang biasa mereka tindas untuk melampiaskan kejengkelan mereka kepada Rasul. Merekapun khawatir, kepergian mereka akan memperkuat posisi orang muslim di Abissinia, sehingga kelak menjadi sebuah kekuatan yang bisa membantu Nabi.
Kaum Quraisy kemudian berunding dan sepakat mengutus dua orang ahli strategi, jago diplomasi, yang mahir bersilat lidah, yakni Amir bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah untuk berangkat menyusul mereka dan membujuk Raja Najasyi untuk mengembalikan para pengungsi ini ke Mekah. Untuk melunakan hati sang Raja, mereka dibekali dengan harta-harta yang sangat berharga sebagai buah tangan dari Arab.
Sejarah mencatat adu diplomasi antara utusan Quraisy dan wakil pengungsi yang jauh dari jangkauan tuntunan Nabi ini sebagai kejadian istimewa. Dengan menyarankan mereka hijrah ke Abissina
ini, menunjukan pandangan Nabi yang jauh kedepan.
Diantara pengungsi ada yang kemudian beralih menjadi pemeluk Nasrani, namun para pengungsi ini menjadi utusan pertama dari Islam yang menyiarkan tentang keindahan ajaran Nabi Muhammad SAW ke dunia di luar jazirah Arab. (Sadhono Hadi)-FR
Bersambung…………….