P2Tel

Mencegah pesawat tabrakan diudara

KOMPAS.com-Beberapa waktu lalu, beredar pesan berantai di berbagai Medsos, pesan instan mobile, cerita tentang dua pesawat dari maskapai GIA dan Lion Air yang nyaris bertabrakan di wilayah udara bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali.

Pesan berantai itu berisi ketakutan seseorang yang berada di dalam pesawat, yang menurut pengakuannya ada pesawat lain yang terbang berdekatan dengan pesawat yang ditumpanginya. Walau sudah ada penjelasan resmi dari kedua maskapai dan regulator soal insiden tersebut, bahwa tidak ada kejadian itu

Seberapa besar kemungkinan pesawat bertabrakan di udara? Meski mungkin terjadi, sesungguhnya kemungkinannya sangat kecil. Kemajuan teknologi dan standar prosedur keamanan yang dibuat telah membantu meminimalisir kejadian tersebut.

Situs Aviation-Safety.net mencatat setidaknya ada 318 kejadian mid-air collision (bertabrakan di udara) dan ribuan kali insiden “near miss” sejak tahun 1922 hingga 2015, baik untuk penerbangan sipil maupun militer.

Untuk penerbangan sipil, setidaknya ada 50-an kasus mid-air collision yang menarik perhatian, dua di antaranya adalah yang dialami oleh Trans World Airline (TWA) Penerbangan 553 di Pittsburgh, AS pada tahun 1967, dan British Airways (BA) Penerbangan 476 di Zagreb pada tahun 1976.

Namun sekali lagi, berkat kemajuan teknologi, serta pelajaran yang bisa dipetik dari hasil investigasi kejadian-kejadian serupa sebelumnya, penerbangan sipil telah memiliki standar prosedur keamanan yang tinggi. Selama itu bisa dijalankan dengan baik, maka tragedi mid-air collision bisa dihindari.

Jarak dan beda ketinggian
Apa yang bisa dipantau atas pesan berantai itu? Salah satunya dari layanan seperti FlightRadar. Ada satu hal penting perlu diperhatikan. Operasional penerbangan udara tidak hanya dilihat dalam 2 dimensi, seperti dari layar radar, tapi perlu secara 3 dimensi. Di layar radar bisa saja dua titik pesawat berada di posisi yang berdekatan (merging), namun keduanya sesungguhnya memiliki ketinggian yang berbeda.

Untuk mendapatkan gambaran bagaimana lalu-lintas penerbangan itu dijalankan, kita perlu mengetahui prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh badan penerbangan sipil dunia (ICAO), yang menjadi standar petugas pengendali udara (air traffic controller/ATC) di seluruh dunia.

Standar ICAO menyebut bahwa untuk penerbangan IFR (instrument flight rules) ke arah timur (heading 360 – 179 derajat) menggunakan ketinggian ganjil, seperti FL 290 (Flight Level/ketinggian jelajah 29.000 kaki), FL310, FL,330, FL350, FL370, FL390, dan FL410.

Sementara untuk penerbangan ke arah barat (heading 180 – 359 derajat), mengunakan ketinggian genap, seperti FL300,FL320, FL340, FL360, FL380, atau FL400.

 

Dengan menggunakan ketinggian model genap-ganjil ini, maka dua penerbangan di airways yang sama tidak akan bertabrakan di udara, keduanya terpisah jarak 1.000 kaki (305 meter).

Meski di ketinggian dan airways yang sama, ICAO menetapkan 2 pesawat harus berjarak 5 nautical mile (mil laut) atau 9,2 km. Aturan ini dibuat salah satunya untuk mengeliminir kecelakaan yang diakibatkan oleh wake turbulence, gangguan aliran udara yang disebabkan oleh traffic (pesawat di depannya).

Teknologi anti-tabrakan
Selain dijaga dari sisi regulasi, teknologi yang diintegrasikan di pesawat-pesawat saat ini juga membantu mendeteksi lalu-lintas pesawat yang ada di sekitarnya. Teknologi itu diberi nama Traffic Collision Avoiding System (TCAS).

TCAS bekerja dengan memancarkan sinyal radio dengan jarak tertentu. Jika sinyal itu bersinggungan dengan sinyal yang berasal dari pesawat lain, maka akan muncul peringatan di kokpit masing-masing pesawat.

Peringatan ini dibagi lagi menjadi dua tahap, yaitu TA (traffic advisory) dan RA (resolution advisory). Peringatan TA akan muncul jika jarak antar pesawat mencapai 3,3 mil laut, atau sekitar 6 kilometer, dan beda ketinggian 850 kaki atau sekitar 250 meter, ke atas dan bawah.

 

Komputer TCAS akan berbunyi “traffic traffic..” untuk memperingatkan bahwa ada pesawat lain di sekitarnya. Layar di kokpit juga akan menunjukan posisi pesawat yang dimaksud berikut informasi ketinggiannya.

Di posisi seperti itu, kedua pesawat masih memiliki waktu sekitar 40 detik untuk bereaksi (jika posisi saling berhadap-hadapan, namun tidak semua kasus selalu berhadapan). Namun di tahap TA ini, menurut ICAO, evasive manuver (manuver untuk menghindar) tidak disarankan.

Bisa saja karena melakukan manuver untuk menghindar itu pilot justru membahayakan penerbangan, karena traffic bisa berasal dari mana saja. Sementara RA (resolution advisory) muncul jika jarak kedua pesawat berada 2,1 nautical miles, atau sekitar 4 kilometer.

Di jarak seperti itu, sistem TCAS akan memperingatkan satu pesawat untuk climb (menanjak) dan pesawat lain untuk descend (menurunkan ketinggian) untuk menghindari tabrakan. Pilot masih memiliki waktu sekitar 25 detik utnuk bereaksi melakukan tindakan yang diperlukan.

Yang perlu diingat, belum tentu jika TCAS menyala, pasti akan terjadi tabrakan. Sebab bisa saja sebuah pesawat berada sejajar dengan pesawat lain dengan arah yang sama pula, hanya jaraknya saja yang berdekatan.

Kembali ke pesan berantai yang disinggung di awal tulisan ini, pesan yang beredar viral tersebut sempat membuat resah akan kondisi keamanan penerbangan di Indonesia. Tidak diketahui juga siapa yang menulis pesan itu pertama kali, dan kapasitasnya sebagai apa.

Tulisan ini tidak membenarkan atau menyangkal pesan berantai itu, sekadar memberi gambaran bagaimana operasional penerbangan itu dilakukan. (Wicak Hidayat; http://tekno.kompas.com/read/2016/02/12/19520027/Bagaimana.Mencegah.Pesawat.Tabrakan.di.Udara.?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version