P2Tel

Sejarah alquran(1)

013b Sampai dengan mushaf yang disalin jaman Khalifah Ustman, para sahabat tidak meletakan tanda bacaan apapun, baik titik atau syakal. Meski demikian, Qur’an terjaga baik karena sifat2 kemampuan bahasa orang2 Arab yang sudah tertanam dengan baik. Orang2 Badui waktu itu memiliki kemampuan berbicara dengan baik, memahami kefasihan Al-Qur’an serta retorika khutbah-khutbah.

Namun, ketika Islam sudah menyebar jauh keluar jazirah Arab, sekitar 20 tahun sesudah mushaf Ustman ditetapkan sebagai pedoman, mulailah timbul kerusakan-kerusakan bacaan bahasa Arab, bahkan juga pada kalangan orang yang fasih bahasa Arab.

Dalam sejarah, ada seorang yang diyakini peletak dasar2 nahu (atau nahwu, kajian tentang ucapan baris-baris terakhir kara-kata bahasa Arab), seorang ahli bahasa Arab yang tinggal di Basra, bernama Abul Aswad Ad-Duali (wafat tahun 69 H/688 M). Beliau belajar dari Ali bin Abi Thalib. Banyak orang-orang
terkemuka belajar bahasa dan sastra Arab kepada beliau.

Gubernur Basra saat itu, Ziad bin Sumayyah, kemudian meminta kepada Aswad Ad-Duali untuk berbuat sesuatu, “Daerah yang makin luas ini telah merusak bahasa dan lidah orang orang Arab. Sebaiknya Anda menciptakan sesuatu yang dapat menjaga dan mengatur bahasa mereka sehingga mampu membaca kitab Al Qur’an dengan baik”.

Pada awalnya Abu Aswad menolak perintah ini. Kemudian Ziad yang pintar, meminta seseorang menghadang langkah Aswad, dan membaca dengan keras petikan dari ayat, seolah-olah tidak sengaja agar terdengar oleh sang ahli bahasa itu, “Bariiuminal musyrikiina wa rasulihi”, bukan “wa rasuluhu” yang artinya menjadi Allah berlepas dari kaum musyrikin dan (juga) dari Rasul-Nya.

Aswad terkejut mendengar itu, “Allahu Akbar ! Bagaimana Ia (Allah) berlepas diri dari Rasulnya?”. Ia kemudian berkata, Aku bersedia memenuhi permintaan Anda, aku akan mulai mengurai bacaan Al Qur’an. Bawalah kepadaku seorang penulis. Zad mengirimkan 30 orang penulis handal dan Aswad memilih seorang dari mereka dari kabilah Abdul Qais.

 

“Ambilah lembaran mushaf serta zat pewarna. Kalau kau melihat mulutku terbuka ( suara a) tandai diatasnya. Kalau mulutku agak tertutup (suara i) tandai dibawahnya. Kalau bibirku mencuat kedepan ( suara u) tandai letakan tanda di tengah huruf. Bila suara dengung (ghunnah) berikan dua tanda.

Dengan teliti lembar demi lembar dibaca kembali dan diperiksa pekerjaan itu akhirnya selesai juga. Penduduk Madinah kemudian menyempurnakan pekerjaan besar Aswad dengan huruf syaddah,
berbentuk melengkung diatas dan tanda-tanda baca yang lain. Semua kemudian mengikuti bacaan Aswad.

Kita bisa belajar sejarah (tarikh Al Qur’an) bila mengunjungi museum-museum di Madinah, Irak maupun Istambul. Konon salah satu mushaf Ustman pada saat PD II ditemukan di museum Leningrad, kemudian dipindahkan ke London. Wallahu a’lam bish sawab. (Sadhono Hadi; Sumber: Ensiklopedia Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve; Tarikh AlQur’an, Abu Abdullah Az Zanjani)— Bersambung ……………..

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version