P2Tel

Gerhana Matahari

076 Dari Siti Khadijah, Nabi SAW memiliki dua orang putera yakni, Al Qasim dan Abdullah namun keduanya meninggal tatkala masih dalam buaian Dari Khadijah pula lahir 4 orang putri2 Nabi.
Dari istri2 yang lain Nabi tidak lagi memiliki putra putrid. Dari istri Maria, seorang yang semula sahaya hadiah dari Mesir, lahirlah Ibrahim.

Bagi seorang Arab, negeri yang pernah membolehkan mengubur hidup2 bayi perempuan, kelahiran anak laki2 merupakan kebahagiaan sekaligus kebanggaan. Nabi saat itu usianya 60 tahun dan putri yang masih hidup tinggalah Fatimah.

Rasulullah menyayangi Ibrahim yang diasuh ibunya Maria dan bibinya Sirin yang oleh Nabi ditempatkan diluar kota di tengah kebun kurma. Beliau sering mendatangi Ibrahim dan ikut menimangnya. Setelah kehilangan putera2 dan puteri2nya rasa sayang Nabi seakan semua tercurah hanya kepada putra satu-satunya itu. Ibrahim buah hati dan tempat beliau menaruh harapan.

Tetapi harapan dan kebahagiaan Nabi tidak berlangsung lama. Hanya beberapa bulan, Ibrahim sakit. Kelucuan dan keceriaannya hilang digantikan sorot mata sayu dipangkuan ibunya. Ibrahim beserta ibunya dan bibinya Sirin dipindahkan ke dekat kediaman Nabi. Sakit Ibrahim tidak berlangsung lama. Ketika dirasa Ibrahim sudah mendekati sakaratul maut, Nabi segera diberi tahu.

Nabi segera datang. Dengan rasa sedih yang begitu mendalam, Nabi berjalan sambil tangannya bergayut kepada Abdur Rahman bin Auf. Anak yang sedang menarik nafas terakhir dipangkuan ibunya diraihnya. Dengan tangan menggigil dipangkunya buah hatinya itu. Hatinya pilu dan serasa terserabut, Rasul berbisik, “Ibrahim, kami tidak bisa menolongmu dari kehendak Allah”

Air mata Nabi berderai, saat si kecil tersengal menarik nafas terakhir. Nabi membiarkan ibunya menjerit. Ketika Ibrahim sudah dipanggil oleh-Nya, masih dalam kesedihan mendalam, Nabi berkata,
“Mata boleh bercucuran, hati dapat merasa duka mendalam, tapi kami hanya berkata apa yang menjadi perkenan Allah, Oh Ibrahim, kami berduka kehilanganmu”

Tepat bersamaan dengan kematian Ibrahim, atas kehendak Allah SWT, terjadilah gerhana matahari. Kaum muslimin menganggap bahwa ini Mukjizat. Ada pula yang berpendapat kesedihan Nabi yang mendalam, menutup siang. Matahari ikut berduka. Semua didengar oleh Nabi.

Apakah Nabi memanfaatkan kesempatan itu? Apakah Nabi kemudian merasa terhibur dari kesedihannya yang mendalam? Apakah Nabi membiarkan kebodohan umatnya yang terpesona karena melihat kebesaran Rasul? Tidak! Pada jaman yang tahayul masih banyak dipercaya orang, Nabi besar Muhammad SAW tidak pernah ingkar dari kebenaran, beliau bersabda,

“Matahari dan bulan ialah kebesaran ialah tanda kebesaran Tuhan, yang tidak akan jadi gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Kalau kamu melihat itu, berlindunglah dalam zikir kepada Tuhan dengan salat”. Suatu kebesaran yang tiada taranya. Dikala Rasul keadaan gawat. Keadaan sedih, beliau tidak melupakan risalahnya dan menyerukan kebenaran”.

Para pemikir modern saat ini, termasuk yang non-muslim kagum dan menaruh hormat pada kebesaran Nabi ini. Dibelahan lain sampai abad ke 18, sebagian orang masih percaya Betara Kala yang memangsa Matahari, sabda kebenaran dari Nabi, sang utusan Allah, lebih dari seribu tahun kedepan. Masya
Allah. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version