Ketika Pak Johar sekolah lanjutan setelah tamat SMA, matanya terasa ‘tidak enak’. Kalau duduk di bangku belakang, tulisan di papan tulis tidak jelas. Maka Pak Johar lalu memeriksakan matanya dan ternyata matanya minus setengah dan silindris.
Pak Johar kemudian beli kacamata sesuai kondisi mata tersebut. Seuai anjuran, katanya kacamata harus selalu dipakai, kecuali tidur, mandi, dst. supaya minusnya tidak bertambah banyak. Pak Johar menuruti anjuran itu. Beberapa tahun kemudian Pak Johar yang waktu itu masih bujangan kos bersama seorang kawan kantornya yang bernama Pak Aren.
Pada suatu malam Pak Johar dan Pak Aren menonton acara televisi. Waktu itu Pak Johar lupa memakai kacamata. Dari televisi, Pak Johar duduknya lebih jauh dibanding Pak Aren. Nah, pada waktu itu ada tulisan di televisi dan ternyata Pak Aren yang lebih dekat dari televisi itu tidak bisa membacanya.
” Om Johar”, kata Pak Aren menyebut Pak Johar muda.
” Itu tulisan tentang apa ya?”
” Tentang begini dan begitu”, jawab Pak Johar.
” Lho, nggak bisa lihatkah ?”.
” Tidak jelas tuh”, jawab Pak Aren.
” Wah, kalau begitu anda harus periksa mata”, kata Pak Johar.
Esoknya Pak Aren memeriksakan matanya dan ternyata harus memakai kacamata. Sejak itu Pak Aren memakai kacamata. Pak Johar yang merasa matanya lebih baik, sejak itu menaruh kacamatanya, alias tidak memakai kacamata. Dua puluh lima tahun kemudian, baru Pak Johar memakai kacamata, itupun kacamata baca yang dipakai kalau mau membaca saja.
Gara-gara melihat tulisan di televisi, Pak Aren yang sebelumnya tidak berkacamata menjadi berkacamata dan sebaliknya Pak Johar yang berkacamata melepas kacamatanya . . . . .
KBY. Kok bisa ya ? (Widartoks 2016; dari grup FB-NKPB Tekom)-FR