P2Tel

Jipang Merajalela

Jangan keliru membaca judul tulisan diatas. Ini cerita kecil tidak perlu heboh. Waluh Jipang yang saya tanam di belakang pagar memang tumbuh sangat subur dan merambat kemana-mana tanpa kendali. Ia menjulur disela-sela pagar. Ia menempel di tembok krawang jemuran.

 

Ia naik meniti sampai puncak pohon Aren, sehingga batang Aren tertutup daun waluh Jipang. Ia juga memenuhi atap garasi sehingga atap jadi menghijau. Buahnya masih kecil-kecil, pating grandul, lucu.

Almarhum mas Subagyo, yang sering mangkal di warung ibu Eha di pasar Tjihapit, pernah ngirim nasi liwet dalam panci Catrol yang bulat itu. Pada bagian atas nasi liwet yang hangat itu, selalu dibubuhinya pucuk daun waluh Jipang.

 

Pucuk daun itu lembut dan aroma nasi dan bumbu nasi liwet terasa merasuk sampai ke tengah batang mudanya. Menurut beliau, resep pucuk daun Jipang ini wajib ada pada nasi liwet sunda. Mudah-mudahan rombongan 4T nanti berhasil merasakannya, tapi jangan berebut, karena hanya sedikit.

Saya coba memasak pucuk waluh ini dengan tumis bumbu sederhana, hanya bawang putih digeprek dan garam, masaknya pakai minyak zaitun. Mengungkepnya harus lama karena sulurnya itu ulet. Sulur yang melingkar itu terlalu lembut untuk dikunyah, ya saya sruput, seperti nyruput indo-mie di iklan TV. Hehehe, mulut saya mecucu.

Kata adik saya yang jago masak, pucuk Jipang ini juga enak disayur bening. Orang-orang Sumbawa sering memasak masakan seperti ini katanya. Ia memang cukup lama berdinas di Mataram. Suatu saat saya tentu akan mencobanya.

Ketika bertemu dengan mas Sri Awan di pertemuan Altel, ia menyarankan pucuk ini dimasak sayur bobor untuk campuran daun Lembayung. Wah kombinasi yang pas, daun Lembayung (kacang panjang) yang kesat dan sulur Jipang yang liat tentu rasanya “nge-in”. Suatu saat saya akan tanya mbakyu Sri Awan, apa bumbunya.(Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

Exit mobile version